My Only Love: Aku Hanya Bisa Mencintaimu

Malam Pertama Part 2



Malam Pertama Part 2

Tidak ada sesuatu yang istimewa di loteng. Selain sebuah kain menutupi sesuatu, tidak ada benda apapun disana. Vincent membuka jendela dan keluar sambil mengulurkan tangannya ke arah istrinya. Cathy menerima uluran tangan Vincent dan ikut keluar memanjat jendela.     

Untuk kesekian kalinya, Cathy melongo akan apa yang dilihatnya. Rumah macam apa yang memiliki tangga di atap rumah? Dan lagi.. untuk apa tangga di atas atap? Cathy sama sekali tidak bisa mengerti.     

Meski merasa heran, Cathy mengikuti langkah Vincent yang menaiki tangga tersebut hingga keduanya tiba di puncak atap rumah. Vincent menyuruhnya berdiri di satu titik kemudian membiarkan Cathy melihat pemandangan malam.     

Cathy menengadahkan wajahnya ke arah langit. Matanya dipenuhi dengan ketakjuban atas langit gelap yang dilihatnya. Begitu banyak cahaya berkelap-kelip membentuk sesuatu. Ada yang membentuk seperti panah, ada juga yang membentuk seperti manusia dan bentuk-bentuk lainnya.     

Cathy mencoba menengok ke bawah dan jantungnya berdesir gugup melihat jarak antara tanah dengan tempatnya berdiri. Apakah dia akan mati kalau terjatuh dari atap?     

Tanpa sadar tangannya mencengkeram kain baju Vincent. Cathy menoleh ke arah Vincent hanya untuk melihat ekspresi Vincent yang kini memandangnya jahil.     

"Kau tidak mungkin sengaja membawaku kemari agar kau bisa mengambil keuntungan dariku kan?" tuduh Cathy sambil menyipitkan matanya dengan curiga.     

"Ah, aku ketahuan. Tapi sepertinya kau tidak takut dengan ketinggian?"     

"Aku tidak takut ketinggian, tapi aku takut terjatuh dari ketinggian."     

"Tenang saja, aku tidak akan membiarkanmu terjatuh." Vincent menarik pinggang Cathy dan mendekap tubuh Cathy dengan lebih erat.     

Keduanya saling melempar senyum sebelum kedua kening mereka menempel.     

Kemudian Vincent membawa Cathy duduk santai di atap yang datar dengan berselimutkan selimut tebal. Vincent yang memegang selimutnya dengan mendekap Cathy dari belakang. Keduanya menikmati pemandangan malam dengan obrolan ringan.     

"Vincent, ceritakan lebih lagi mengenai Alpha dan Zero." Cathy ingin mengenal lebih dalam kedua orang itu mengingat surat ibunya yang mengatakan Zero akan menemuinya.     

Kini Cathy tahu Alpha dan Zero generasi pertama merupakan keturunan langsung dari Savannah Paxton. Namun generasi berikutnya belum tentu berasal dari keturunan Savannah Paxton. Mereka mengangkat seseorang sebagai Alpha atau Zero jika orang itu benar-benar tulus menyayangi nona mereka, tidak peduli apakah ia berasal dari Paxton atau bukan.     

'Alpha' generasi pertama adalah anak Savannah yang keempat. Dan Kinsey Paxton adalah 'Alpha' generasi kedua. Dia adalah cucu dari Savannah Paxton. Sementara 'Zero' pertama menghilang tanpa jejak, karena itu mereka mengangkat seseorang menjadi Zero yang kedua. Hingga sekarang Zero II belum pernah menampakkan diri dan tidak ada yang tahu keberadaannya. Begitu juga dengan Alpha III.     

"Jadi, Alpha Zero yang sekarang sedang bekerja sama untuk melindungiku?"     

"Hm. Tapi apa yang mereka kerjakan sangat berbeda. Mereka memang bekerja sama, tapi mereka tidak pernah terlihat bersama. Cara kerja mereka sangat berbeda. Alpha hanya memusatkan fokus untuk melindungi sementara Zero menyerang atau menghancurkan." jelas Vincent.     

"Dan kau masuk ke dalam tim Zero?" Cathy menoleh ke belakang sedikit untuk melihat wajah suaminya. Rasanya Cathy agak tidak suka jika Vincent bergabung ke dalam tim yang tugasnya untuk menghancurkan musuh.     

"Aku tidak punya pilihan waktu itu." jawabnya tanpa penjelasan lebih lanjut. "Maaf."     

Cathy tersenyum. "Kupikir kau tidak akan meminta maaf lagi setelah menerima pengampunanku? Kenapa kau mengucapkan kata maaf lagi? Aku lebih tertarik mendengar kata lain yang ingin kau ucapkan."     

Vincent sama sekali tidak mengerti apa yang diucapkan istrinya. Dia mencoba menggali ingatannya apakah dia pernah mengucapkan sesuatu membuat istrinya melontarkan kalimat ini?     

"Kau tidak ingat kau pernah menulis surat untukku? Kau sering mengucapkan kata 'Maaf'. Kau juga minta maaf karena hanya 'maaf' yang bisa kau ucapkan. Waktu itu kau juga memberiku kotak musik. Disana ada adegan kita berdua saat berdansa di dekat danau. Kau tidak ingat?"     

Senyuman Vincent melebar. Tentu saja dia ingat. Hanya saja, dia sama sekali tidak menyangka Cathy bisa mengingatnya dengan begitu detail.     

Kalau sebelumnya Vincent masih memiliki kekhawatiran bahwa Cathy akan meninggalkannya, kini dia sudah tidak khawatir lagi. Seharusnya dia sudah menyadarinya dan merasa yakin bahwa Cathy sangat mencintainya. Tapi masih saja ada kekhawatiran cepat atau lambat Cathy akan membencinya.     

Ketika Cathy menghalanginya untuk pergi meninggalkannya; lalu mengatakan bahwa dirinya adalah satu-satunya yang dicintai Cathy; waktu itu Vincent yakin Cathy tidak akan meninggalkannya. Tapi saat gadis itu ingin mengetahui kejadian sembilan belas tahun lalu, rasa kegelisahan mulai merayapinya.     

Vincent merasa agak lega saat mengetahui perasaan Cathy tidak berubah setelah mendengar kisah masa lalunya. Tapi dia tidak benar-benar merasa tenang.     

Selama belasan tahun ini dia mengalami tekanan batin yang tidak pernah ditunjukkan pada keluarga ataupun teman-temannya. Tiap malam dia akan bermimpi buruk dan bayangan akan tubuh Chloe yang berlumuran darah selalu menghantuinya. Benar. Semenjak dia mendapat kabar kematian Chloe, ada sebagian dari dirinya ikut mati bersama wanita itu. Lubang kosong dalam dirinya diliputi dengan perasaan bersalah bercampuran dengan penyesalan yang besar.     

Namun semenjak dia jatuh hati pada Cathy, semenjak dia memutuskan untuk memenangkan hati gadis itu; hidupnya terasa jauh lebih ringan. Dia merasa lubang kosong itu secara perlahan pulih dengan kehadiran Cathy.     

Karena itu, karena dia tidak ingin merasa tertekan kembali... Vincent melamarnya. Dia melamar wanita yang dicintainya, wanita yang sudah membuatnya utuh kembali.     

Dia tahu, tindakannya terlalu cepat. Dia juga tahu dia sudah menjadi sangat egois, tapi saat dia mendapatkan jawaban yang ingin didengarnya, Vincent sudah tidak peduli lagi.     

Dan kini Cathy bercerita secara detail kenangan mereka berdua di danau. Tidak hanya itu, Cathy bahkan masih mengingat saat mereka melakukan 'kencan' setiap hari di awal reuni mereka dari Pina.     

Vincent memang amat sangat mencintai Cathy, tapi dia sama sekali tidak menduga perasaan Cathy juga sebesar dengan dirinya.     

Vincent menangkup pipi Cathy mendekat ke arahnya dan mencium bibir merah gadis itu. Semula Cathy terkejut namun membalas ciuman itu dengan senang hati.     

Cathy merasa ada yang berbeda dengan ciuman ini. Tidak seperti tadi sore saat mereka berciuman di altar atau di kamar tadi. Ciuman yang ini... entahlah. Yang pasti perasaan Cathy diliputi dengan perasaan senang dan bahagia saat Vincent menciumnya. Tanpa terasa air matanya turun menelusuri pipinya.     

Saat bibir keduanya terlepas, Cathy membuka matanya dan melihat... Vincent juga meneteskan air mata.     

"Terima kasih." bisik Vincent. "Terima kasih." kemudian Vincent menciumnya lagi.. kali ini lebih membara dari sebelumnya.     

Barulah Cathy mengerti arti ciuman kali ini. Dia juga mengerti 'kata' yang ingin disampaikan Vincent. Dia bahkan sudah mendengar kata itu tadi siang saat pria itu melamarnya.     

'Terima kasih karena kau sudah lahir ke dunia ini, terima kasih sudah muncul kembali di kehidupanku dan terima kasih... karena membuatku merasa utuh kembali. Di dunia ini tidak ada yang bisa menggantikan posisimu di hatiku dan aku sangat mencintaimu.'     

"Terima kasih karena sudah mencintaiku." lanjut Vincent di tengah-tengah ciuman mereka membuat Cathy tersenyum bahagia.     

Mereka masih berciuman selama beberapa menit di bawah kilauan cahaya bintang yang menari di tengah malam. Kemudian mereka memutuskan untuk kembali.     

Setelah turun dari loteng, sebuah angin keras berhembus berhasil menjatuhkan sebuah kain putih yang menutup sesuatu. Vincent menyadarinya dan melihat kearahnya. Sesuatu itu adalah sebuah lukisan seorang gadis dengan rambut coklat kemerahan.     

Gadis itu memakai terusan putih sederhana namun elegan dengan sepatu bewarna merah. Gadis itu sedang melentangkan kedua tangannya seolah sedang menikmati angin malam serta aroma wangi berbagai macam bunga.     

Di bagian bawah ada berbagai macam bunga dengan warna yang cantik. Sementara pada bagian atasnya menunjukkan langit dengan warna perpaduan antara biru tua dan ungu. Gadis itu terlihat sangat cantik dengan senyuman menawan dan suasana taman yang menjadi latar belakangnya.     

Di bagian pojok bawah ada tulisan kecil.     

My One and Only Love     

Vincent tersenyum lebar memandang hasil karyanya sebelum menutupnya lagi dengan kain agar tidak kotor. Dia akan memajang lukisan itu di kamar mereka... di rumah barunya dengan istrinya.     

-     

Hari itu Rinrin sedang tidak enak badan dan rewel. Dia ingin bersama dengan ibunya tapi Chloeny menjauhkan mereka berdua. Karena Rinrin merengek terus, Chloe terpaksa memasukkannya ke dalam lemari yang kedap suara.     

"Ssst.. Jangan bersuara. Aku janji setelah ini aku akan membawamu ke ibumu. Hm?"     

Meski belum bisa bicara lancar, Rinrin kecil sudah bisa mengerti bahasa manusia. Karena itu dia langsung terdiam dan menganggukkan kepalanya.     

Chloeny tersenyum sambil mengusap lembut kepalanya. "Anak pintar." Kemudian Chloe beranjak berdiri, menutup pintu lemarinya sebelum membuka pintu kamarnya.     

Karena merasa penasaran dan tidak suka gelap, dengan sekuat tenaga Rinrin membuka pintu lemari, membiarkan cahaya masuk dan mengintip keluar.     

Rinrin melihat ada seorang anak remaja masuk ke dalam dengan senyuman lebar diwajahnya. Anak itu terlihat ramah dan baik. Bahkan Rinrin kecilpun ingin bermain dan berteman dengan anak itu. Namun sedetik kemudian senyuman anak itu lenyap saat Chloe membalikkan tubuhnya.     

Rinrin melihat anak itu mengeluarkan sesuatu yang bersinar dan berjalan mengendap-ngendap ke arah punggung Chloe. Rinrin tidak tahu benda apa itu, tapi dia merasa dia harus keluar memanggil wanita itu.     

"Mama, mama." sayangnya, hanya 'mama' yang bisa diucapkannya, karena itu dia memanggil Chloe dengan sebutan 'mama'.     

Namun Chloe malah memandangnya dengan ngeri membuat Rinrin tidak mengerti. Saat melihat kembali ke arah tangan anak remaja itu, dia tidak menemukan benda bersinar apapun di tangannya.     

Secara tidak sengaja dia menatap mata anak remaja itu. Tatapan anak itu sangat mengerikan, bahkan dia merasa tubuhnya bergidik ketakutan.     

Dan saat melihat senyuman miring anak itu, Cathy terbangun dari tidurnya dengan napas memburu.     

Mimpi apa itu tadi? Bukankah selama ini dia memimpikan anak kecil berambut hitam? Kenapa dia memimpikan anak lain?     

Anak tersebut memiliki warna rambut coklat kemerahan, dan warna mata coklat terang dengan pupil gelap. Jika dilihat sekilas, anak itu terlihat anak yang baik dan ramah. Tapi disaat tidak ada yang melihatnya anak itu berubah menjadi mengerikan.     

Dan benda bersinar yang dilihat tadi.. tidak salah lagi.. benda itu adalah pisau dengan gerigi tajam. Apakah mungkin...?     

Jantung Cathy berdesir dengan kencang memikirkan kemungkinan ini. Apakah mungkin.. anak itu adalah pembunuh ibunya yang sebenarnya? Tidak, tidak mungkin. Anak itu berusia sekitar tiga atau empat belas tahun. Mana mungkin anak remaja seusianya memiliki aura menyeramkan seperti di mimpinya?     

Cathy hendak beranjak pergi untuk menenangkan pikirannya saat merasakan tubuhnya tidak bisa bergerak. Dia merasa sebuah lengan berada di bawah kepalanya sementara lengan lain di atas tubuhnya melingkari pinggangnya.     

Cathy menelan ludah menyadari kini dia tidak tidur sendiri. Dia nyaris saja melupakan bahwa dia sudah menikah. Kalau tidak, dia sudah pasti berteriak karena seorang pria telah tidur disisinya.     

Posisi Cathy saat ini memunggungi suaminya. Karena itu punggungnya menempel ke dada Vincent sementara sebelah tangannya digenggam tangan Vincent yang melentang di bawah kepalanya.     

Cathy bergerak dan membalikkan tubuhnya. Dia berusaha bergerak sepelan mungkin agar tidak membangunkan suaminya. Karena mimpi tadi, dia tidak yakin apakah dia bisa kembali tidur. Jadi dia ingin melihat wajah suaminya yang masih tertidur pulas. Cathy memandang wajah suaminya dengan terpesona. Bagaimana bisa dia menikah dengan seorang pria ajaib ini?     

Dia bahkan menertawakan dirinya sendiri. Padahal dulu dia sangat yakin tidak akan pernah jatuh cinta apalagi menikah. Dia yakin semua pria di dunia ini sama saja, pasti tidak bisa diandalkan atau tidak bertanggung jawab.     

Semua pria yang mendekatinya berusaha mencari keuntungan darinya. Mereka juga bersikap pura-pura baik terhadapnya.     

Hanya Vincent yang memperlakukannya apa adanya sejak awal pertemuan mereka. Jika Vincent tidak menyukai sikapnya, dia akan mengatakannya terus terang. Vincent pernah bersikap dingin padanya bahkan mengucapkan serentetan kalimat yang menyakitkan.     

Yah, itu karena waktu itu Vincent tidak suka dengan caranya yang memanfaatkan Frank untuk mendapatkan info mengenai V.     

Dan saat Vincent mendekatinya, sikapnya berubah menjadi sangat perhatian, pengertian bahkan Cathy bisa merasakan ketulusannya.     

Pria itu sesekali akan marah disaat dia terluka karena ceroboh, dan terkadang dengan caranya sendiri... Vincent akan menunjukkan rasa cemburunya saat dia berbincang dengan pria lain.     

Tidak hanya itu, seolah-olah Vincent bisa membaca pikirannya, pria itu selalu tahu apa yang dibutuhkannya.     

Cathy sadar dia sangat mencintai pria didepannya ini, bahkan kata 'cinta' tidak sanggup mendekripsikan perasaannya.     

Cathy mengangkat kepalanya dan mengecup bibir suaminya sebelum kembali tidur dalam pelukan suaminya.     

Yang tidak diketahui Cathy, bibir Vincent melebar mengulas senyum.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.