Sandiwara
Sandiwara
Hillary membaca pesan dari Kinsey berulang-ulang. Dia masih belum percaya Kinsey mengajaknya makan malam bersama. Apakah ini berarti dia berhasil membuka hati pria itu? Akhirnya penantiannya selama enam tahun berakhir juga.
Hillary berlonjak kesenangan dan segera berdandan yang cantik demi memikat Kinsey lebih lagi. Dia memakai gaun mewah bewarna merah yang mencolok dengan bagian punggung terbuka menunjukkan kulit punggungnya yang putih nan halus. Kemudian dia pergi ke salon untuk menata rambut serta make upnya.
Dia merasa puas dengan penampilannya. Dia merasa dirinyalah wanita tercantik di dunia ini apalagi banyak mata pria memandangnya dengan tatapan memuja.
Hillary tiba di restoran tiga puluh menit terlambat dari jam janji yang ditentukan. Ini semua gara-gara dia terlalu lama berada di salon. Tidak hanya menata rambut dan make up saja, tapi dia juga mempercantik kuku tangan serta kakinya.
Dia ingin memberi penampilan terbaiknya dan sama sekali tidak merasa bersalah dia telah terlambat tiga puluh menit. Seorang pria setidaknya harus rela menunggu wanita kencannya selama mungkin.
Begitu dia datang, dia berharap dia bisa melihat ekspresi gelisah dari Kinsey. Sayangnya, ekspresi pria itu sangat datar dan nada suaranya terdengar dingin dan tidak suka saat berbicara.
"Kau terlambat."
Hillary mendecak dalam hati, tapi kemudian tetap berusaha tersenyum. Dia memutar tubuhnya untuk memamerkan punggungnya yang halus.
"Bagaimana penampilanku?"
Rupanya ketika Hillary berbalik kembali, Kinsey sudah tidak memperhatikannya dan memanggil pelayan.
"Aku belum memesankan makanan untukmu."
Hillary tidak bisa lagi menahan senyumannya. Moodnya berkurang menyadari Kinsey sama sekali tidak tertarik dengan penampilannya yang berbeda. Dia memesan pasta kesukaannya kemudian memberikan menu tersebut pada pelayan.
Mood Hillary agak naik sedikit disaat dia mengajak Kinsey mengobrol dan pria itu meladeninya. Ini pertama kalinya Kinsey merespon apapun yang dikatakannya.
Hillary kembali bersemangat dan optimis kini Kinsey mulai memikirkan dirinya.
Namun harapannya hancur seketika saat dokter wanita yang genit itu muncul di tengah-tengah mereka.
"Kinsey, maaf aku terlambat. Jalanan luar biasa macet dan aku terlalu asyik shopping. Kau tidak marah kan?" rajuk Kirena dengan manja sambil melingkarkan kedua tangannya ke lengan Kinsey.
Hal ini membuat Hillary sangat marah. Kenapa Kinsey juga mengajak dokter genit ini?
"Eh? Kenapa dia juga ada disini?" tanya Kirena yang tampak kebingungan.
"Aku juga mengajaknya."
"Kupikir kita hanya makan berdua."
"Aku tidak pernah bilang kalau kita akan makan berdua."
Kirena memasang wajah cemberut dan duduk di kursi dengan malas.
Hillary tersenyum melihat adegan barusan. Rupanya Kirena tidak tahu kalau Kinsey mengajaknya. Hal ini membuat Hillary mengurungkan niatnya untuk pergi. Awalnya dia ingin pergi karena tidak ingin melihat kemesraan mereka yang berlebihan.
Tapi begitu mendengar Kirena tidak tahu kalau Kinsey mengundangnya makan bersama, Hillary memutuskan untuk tinggal. Dia ingin membalas Kirena. Dia akan merebut Kinsey dari cengkraman dokter genit ini. Dia pasti berhasil!
"Kau tidak mau pesan makanan? Aku dengar masakan di restoran ini sangat enak." Hillary memakai nada yang bisa membuat seorang Kirena merasa jengkel setengah mati.
"Aku sudah pesan makanan untuknya." potong Kinsey sebelum Kirena sempat memanggil pelayan.
"Aww.. kau manis sekali."
Berlainan dengan Kirena yang terlihat senang, Hillary kembali menjadi murung dan marah.
Kinsey sama sekali tidak peduli reaksi yang sudah seperti anjing dan kucing diantara dua wanita yang duduk semeja dengannya. Malam ini dia hanya memiliki satu tujuan.
"Kinsey, apakah kau sudah tahu tempat yang ingin kau kunjungi besok?" tanya Kirena membuka pembicaraan.
"Aku ingin ke Oberpflaz, tapi sepertinya akan sangat sulit kalau tidak memiliki kenalan disana."
"Aku akan mencarikan orang yang bisa membawa kita kesana kalau kau mau."
"Benarkah? Itu akan sangat bagus sekali. Kau punya kenalan yang tinggal disana?"
"Sayangnya tidak."
Kinsey kembali memasang wajah datar dan tidak suka dengan jawaban Kirena membuat Hillary tertawa.
"Apa yang lucu?" tanya Kirena.
"Kinsey, kalau kau ingin ke Oberpflaz, aku bisa membantumu. Aku adalah keponakan Tuan besar Lemar Delcrov, pimpinan dari kaum Vangarians." sahut Hillary dengan bangga. "Aku bahkan tidak perlu melewati pos pengecekan identitas tiap kali masuk ke sana. Aku bisa menjadi pemandumu selama disana." jelas Hillary menunjukkan senyuman menawannya.
"Benarkah? Aku akan sangat senang jika kau bisa menjadi pemanduku."
Senyuman Hillary melebar ketika melihat wajah Kirena cemberut. Belum lagi Kinsey tersenyum kecil padanya. Astaga! ini adalah pertama kalinya Kinsey tersenyum padanya. Dia merasa impiannya untuk mendapatkan pria itu semakin dekat.
Sayangnya, Hillary sama sekali tidak tahu. Yang sebenarnya adalah Kinsey serta Kirena hanya bersandiwara agar Hillary menawarkan diri untuk membuka akses jalan masuk ke Oberpflaz tanpa melalui pos pengecekan identitas. Dan mereka berhasil!
Malamnya disaat keduanya kembali ke suite mereka, Alex sudah menunggu mereka dengan memasang wajah cemberut. Setelah memastikan tidak ada yang terjadi pada Kirena, Alex berjalan memasuki kamarnya tanpa menyambut mereka.
"Ada apa dengannya?" Kirena agak bingung dengan sikap Alex.
"Kau tidak tahu? Bukankah karena dia cemburu?" dengan nada cuek, Kinsey balik bertanya.
Dia mengambil botol anggur tahun delapan puluhan dan menuangkannya di gelasnya.
"Kinsey, darimana kau tahu Hillary akan menawarkan diri untuk menjadi pemandumu?" Kirena sama sekali tidak tertarik dengan kecemburan Alex dan sengaja mengganti topik.
"Jalan berpikirnya mudah dibaca. Dia terobsesi denganku. Dia akan melakukan segala cara untuk mendekatiku.. Lebih tepatnya merebutku darimu." jawabnya sambil menyesapi winenya dengan penuh nikmat
Kirena tertawa kecil. "Kejam. Kau benar-benar kejam. Kau memanfaatkannya tanpa ampun."
"Siapa yang menyuruhnya terobsesi dengan orang sepertiku? Prioritas utamaku sekarang adalah menemukan Strockvinch. Aku tidak akan membiarkannya menyentuh keluargaku."
"Baiklah. Jadi apa yang akan kita lakukan?"
"Menunggu."
"Menunggu?"
Ponsel Kinsey bergetar di kantong celananya. Setelah membaca pesan yang baru masuk, Kinsey tersenyum miring sebelum meneguk habis winenya.
"Kita akan berangkat ke Oberpflaz dua hari lagi. Dia sudah menyiapkan transportasinya."
Kirena ikut tersenyum mendengarnya. Sepertinya Hillary sudah tidak sabar ingin terus berada di sisi Kinsey.
"Baiklah, aku akan bersiap-siap kalau begitu."
-
Walther masih mencari hari dimana akan diramalkan mendung agar ritual tes pencocokan wadah antara Jarvas dan Katie bisa dilangsungkan. Tapi ramalan cuaca malah mengatakan selama dua bulan ke depan cuaca akan cerah dan tidak akan turun hujan.
Sepertinya mereka akan masuk ke istana bersama dengan Jarvas saat festival tanpa melakukan tes pencocokan itu.
Lagipula, mereka sudah menyaksikan sendiri, cuaca tetap tidak berubah meski sang raja merah mengamuk. Karena itu semuanya akan baik-baik saja.
Sementara itu Katie sedang menyendiri di pinggiran danau buatan. Dia mengingat terakhir kali dia bertemu dengan Kinsey beberapa hari yang lalu.
Kinsey yang itu bukanlah seperti yang diingatnya. Dia sama sekali tidak mengenal pria itu membuatnya sadar... dia memang sama sekali tidak mengenalnya.
Mereka hanya bertemu satu kali.. kemudian terbawa suasana hingga berakhir berciuman di pantai. Hubungan mereka waktu itu memang tidak jelas. Tidak ada satupun dari mereka yang mengatakan 'suka'.
Seharusnya Katie sudah menyadarinya. Bahkan saat teman SMP Cathy memperingatkannya, dia sudah mengerti. Kinsey dan dirinya tidak akan pernah ada hubungan khusus. Kinsey hanya menganggapnya bunga yang cantik yang dipetik kemudian dibuang setelah layu.
Kinsey sama sekali tidak memikirkannya seperti apa yang dirasakannya mengenai pria itu.
'Aku harap kau tidak pernah muncul lagi dihadapanku seperti ini.'
'Ini yang terakhir kalinya kita bertemu.'
Kalimat pria itu sudah menutup jalan apapun untuk memperbaiki hubungan. Bahkan mereka juga tidak bisa untuk menjadi sekedar teman biasa.
Katie menopangkan dagunya ke atas tangannya yang terlipat diatas kedua lututnya yang ditekuk. Dia memandang ke arah air danau yang jernih sambil melamun.
Kalau pada akhirnya mereka tetap tidak bersama, kenapa Kinsey harus kemari? Kenapa pria itu mengikutinya?
'Pria mana yang mau mengikuti seorang wanita kemanapun dia pergi kalau dia tidak merasa tertarik dengannya. Mungkin rasa sukanya biasa-biasa saja, tapi setidaknya dia merasa tertarik padamu. Dia merasa penasaran dan ingin mengenalmu lebih dalam.''
Sepertinya apa yang dikatakan Ferd kala itu hanyalah dugaannya saja. Kinsey sama sekali tidak tertarik ataupun penasaran terhadap dirinya. Katie juga... dia tidak ingin melibatkan dirinya lebih lagi dengan pria itu.
Dia merasa ada sesuatu yang disembunyikan Kinsey dan dia takut... dia takut menghadapi sisi Kinsey yang sebenarnya.
"Hei, Katalina, apa yang kau lakukan disini sendirian?"
Jarvas yang diduga adalah wadah energi Katie, ditugaskan untuk sesering mungkin bersama dengan Katie. Hanya untuk berjaga-jaga jika seandainya dia mengamuk atau sedih, Katie bisa meluapkan segala emosinya tanpa takut mengaktifkan kekuatannya dan merubah cuaca.
"Aku sedang tidak mood bergerak. Aku ingin bermalas-malasan hari ini."
Jarvas tertawa mendengarnya. "Kalau begitu aku akan menemanimu."
Katie hanya tersenyum malas menanggapinya, tapi dia tidak menolak tawarannya.
"O, ya.. apa kau tahu? Kinsey berhasil masuk ke Oberpflaz."
"Huh?"
"Aku dengar dia adalah murid Egon terbaik setelah Dimitri. Semula aku tidak mempercayainya. Tapi melihat kemampuannya bisa menyusup ke wilayah Vangarians tanpa terlacak, aku baru percaya. Dia benar-benar hebat."
"Apa yang dilakukannya disana? Apa dia tidak tahu dia akan dibunuh begitu Vangarians tahu dia berasal dari Oostven?"
"Itu memang benar. Tapi.."
Tanpa mendengar penjelasannya sampai selesai, Katie bangkit berdiri dan berlari dengan cepat.
"Katalina! Kau mau kemana?" seru Jarvas sambil berusaha menyusul Katie. Sayangnya dia masih belum bisa berlari cepat seperti Katie hingga akhirnya memutuskan untuk menyerah. "Tadi aku mau bilang meski Kinsey pernah dilatih disini, bukan berarti dia berasal dari sini." lanjutnya sambil memandang punggung Katie yang kini hampir menghilang dari pandangannya.
"Yo, Jarv.. tuan putri mau pergi kemana? Kok terlihat buru-buru sekali?" Walther berjalan menghampirinya sambil makan buah apel di tangannya.
"Aku juga tidak tahu. Tadi aku cerita soal Kinsey, tiba-tiba dia langsung berlari begitu saja."
"Memangnya ada apa dengan Kinsey?"
"Ah, aku bilang dia berhasil masuk ke Oberpflaz."
"Kenapa kau menceritakan soal Kinsey padanya?"
"Kupikir dia akan senang mendengar nama Kinsey."
Walther terkekeh sambil mengacak rambut anak muda itu yang baru saja berulang tahun tujuh belas. Walther semakin tertawa saat Jarvas mengomel dan memarahinya karena dia bukan anak kecil lagi.
Walther kembali menatap ke arah terakhir dia melihat punggung Katie. Sepertinya seluruh anggota suku sudah tahu perubahan mood tuan putri mereka tiap kali menyangkut Kinsey. Ekspresi serta mood tuan putri mereka sangat mudah dibaca dan ditebak.
Walther masih mengunyah apelnya saat menyadari sesuatu. Tiba-tiba saja wajahnya memucat.
"Suruh Ferd dan Clodio temui aku di perbatasan Oberpflaz. Kau juga! Katalina menuju ke sana!"
Jasvar yang tidak mengerti apa-apa ikut panik mendengar Katie menuju ke Oberpflaz. Jika sampai baunya dicium serigala pelacak 'Raja Merah'.. habis sudah nasib Katie.
Dia berlari secepat mungkin memanggil Ferd dan Clodio, lalu ketiganya segera menyusul Walther menuju ke perbatasan Oberpflaz