My Only Love: Aku Hanya Bisa Mencintaimu

Alpha III dan Zero III



Alpha III dan Zero III

Untuk kesekian kalinya Katie didatangi cinta pertamanya melalui mimpinya. Kali ini dia bermimpi sedang mengumpulkan berbagai macam bunga untuk dibentuk menjadi sebuah mahkota yang cantik. Anak lelaki berambut coklat kemerahan juga membantunya. Hasil karya anak itu jauh lebih rapi dibandingkan buatannya sendiri.     

Anak itu meletakkan hasil karyanya ke atas kepala Katie.     

"Sesuai dugaanku. Sangat cocok sekali denganmu."     

Katie meraba mahkota bunga yang diberikan anak tadi. Dia tidak bisa merasa tidak senang menerima hadiah dari anak itu. Tiap kali anak itu datang ke rumahnya, anak itu selalu memberikan hadiah kesukaannya. Es krim, coklat atau boneka yang lucu.     

"Kau sudah memberiku banyak hadiah, tapi aku sama sekali tidak punya hadiah untukmu."     

"Apakah kau menyukainya?"     

"Aku sangat menyukainya."     

"Itu sudah merupakan hadiah untukku."     

"Apa maksudnya?"     

"Senyumanmu adalah hadiah terbesar untukku."     

Katie tersenyum lebar mendengarnya, anak itu juga turut tersenyum bersamanya.     

"Aku rasa aku punya hadiah yang pas untukmu."     

"Apa?" anak itu memiringkan kepalanya dengan penasaran.     

"Coba lihat!" seru Katie menunjuk ke arah yang berlawanan, secara refleks anak itu berbalik untuk melihat apa yang ditunjuk Katie.     

"Yang mana?" anak itu berbalik lagi karena tidak menemukan apa-apa disana.     

Namun begitu dia berbalik untuk berhadapan dengan Katie, Katie sudah bersiap pada posisinya dan memberikan kecupan singkat di pipinya.     

Anak itu melonjak kaget sambil memegangi pipinya yang baru saja dicium Katie. Wajahnya memerah dari pipi hingga ke ujung telinganya.     

"Aw... manisnya. Wajahmu merah sekali."     

"Ish Katie, kau sedang mengerjaiku ya?"     

Katie tertawa dan berlari menghindari kejaran anak lelaki itu.     

Secara perlahan Katie terbangun dari mimpi indahnya dan kedua matanya terbuka. Tubuh Katie segera menegang serta jantungnya kembali tidak karuan saat menyadari ada seseorang yang menatapnya dengan penuh kasih.     

"Selamat pagi." sapa orang itu.     

"Selamat pagi." balas Katie dengan malu-malu.     

Dia mencoba mengingat kembali kejadian kemarin malam. Setelah mereka selesai berciuman, keduanya tidak ingin berpisah. Alhasil, mereka berbincang-bincang dengan santai sambil duduk di sofa. Kinsey menyandarkan kepala Katie ke dadanya sementara sebelah tangannya merangkul bahu Katie dengan posesif.     

Lalu.. setelah itu dia tidak ingat. Apakah mungkin dia ketiduran? Dan Kinsey menggendongnya dan membaringkannya di kamarnya? Oh, betapa malunya Katie.     

"Sepertinya kau baru saja mengalami mimpi indah. Apa yang sedang kau mimpikan?"     

Katie menelan ludah dengan gugup. Mana mungkin dia bilang pada Kinsey kalau dia memimpikan cinta pertamanya? Lagipula, kenapa disaat seperti ini cinta pertamanya sering muncul ke dalam mimpinya?     

"Hahaha.. aku lupa." cicit Katie berharap Kinsey tidak menyadari kebohongannya.     

"Aku sudah membuatkan sarapan untukmu. Ayo makan."     

Katie tersenyum lega dan membiarkan Kinsey kembali menggandeng tangannya dan keluar kamar menuju ruang makan.     

Katie mendelik tidak percaya apa yang dilihatnya. Ada berbagai macam hidangan sudah siap sedia di atas meja makan. Dan itu semua adalah hidangan favoritnya.     

Apakah Kinsey yang memasaknya? Tapi, bukankah pria itu bilang dia tidak bisa memasak?     

"Aku tahu kelihatannya sangat enak, tapi aku tidak jamin akan rasanya. Ini pertama kalinya aku memasak hidangan seperti ini."     

Mendengar penjelasan Kinsey membuat hati Katie terharu dan ada sebuah kehangatan yang meliputi dadanya. Kinsey belajar memasak demi dirinya? Perasaan yang dulunya tertahan kini membuncah keluar semakin meledak dengan hebat membuatnya ingin...     

Katie berjinjit dan menarik sebelah bahu Kinsey mendekat kearahnya sebelum memberikan kecupan singkat di pipinya.     

"Terima kasih." ucapnya dengan perasaan penuh bahagia.     

"Apapun untukmu." balas Kinsey mengeratkan rangkulannya pada pinggang Katie sebelum menuntunnya duduk di kursi dan mengambilkan makanan diatas piring Katie.     

Keduanya menikmati sarapan bersama dengan senyuman bahagia.     

"Rasanya enak sekali. Kalau benar ini pertama kali bagimu, kau sangat jenius." puji Katie sambil mendesah nikmat saat melahap makanannya.     

Karena kini mereka resmi menjalin hubungan, rasanya sulit bagi mereka untuk berpisah. Kedua tangan mereka saling mengait satu sama lain sambil memandang dengan penuh cinta seolah mereka tidak pernah merasa puas memandangi wajah pasangannya.     

Sayangnya kebersamaan mereka diganggu dengan suara dering hape Kinsey. Tanpa melepaskan genggamannya, Kinsey melirik layar ponselnya sebelum mematikan hapenya dengan sebelah tangannya yang bebas.     

"Kau tidak mengangkatnya?"     

"Sama sekali tidak penting."     

Katie tertawa kecil menanggapinya. "Kalau begitu apa yang penting dimatamu?"     

"Seseorang yang ada didepanku saat ini."     

Kedua pipi Katie merona sambil menunduk malu. Dia lanjut menyuapkan makanannya ke dalam mulutnya untuk menutupi rona wajahnya.     

"Aku harus pergi. Jika aku tidak segera kembali, asistenku akan kerepotan mengelabui Vangarians."     

Katie mengangguk mengerti namun gagal menyembunyikan kesedihannya. Kinsey mencubit pipi Katie dengan lembut sama sekali tidak tahan untuk tidak menggodanya.     

"Kalau kau merindukanku, kita bisa bertemu di Munchen. Honda akan menjemputmu di stasiun begitu kau keluar dari Bayern."     

"Kenapa kita harus diam-diam? Kau tidak akan memberitahu yang lainnya?"     

"Ooo? Kau mau semuanya tahu tentang hubungan kita?" Kinsey mendekatkan tubuhnya ke arah Katie dengan kilatan nakal pada mata coklatnya.     

Katie harus menepuk dadanya untuk menenangkan jantungnya yang kembali liar.     

"Tidak, tidak. Lebih baik mereka tidak tahu."     

Mengingat perlakuan anggota sukunya yang menggodanya ketika rumor maaih beredar saja membuatnya merasa malu apalagi kalau sampai semuanya tahu kini Katie sudah resmi menjalani hubungan spesial dengan Kinsey. Entah perlakuan apa yang akan diterimanya nanti, Katie sama sekali tidak berani membayangkannya.     

Kinsey tertawa geli sambil mengacak rambut Katie dengan lembut.     

"Aku tidak masalah jika semua orang tahu, tapi akan lebih baik kalau orang di luar Bayern tidak tahu kalau kita saling kenal."     

"Kenapa?"     

"Aku adalah seorang rekan bisnis keluarga Tettero. Karena hubungan ini sangat menarik perhatian Vangarians, mereka menemuiku minggu lalu. Kini baik Vangarians atau Heinest sudah mengenali wajahku. Mereka bahkan mengirim mata-mata untuk mengawasiku."     

"Kenapa mereka melakukannya?"     

"Mereka ingin menggunakanku untuk membujuk Tettero melawan Oostven."     

Katie terdiam mendengarnya. Katie menatap lurus mata Kinsey menebak-nebak jawaban apa yang akan dilakukan pria itu.     

"Kau akan melawan kami?"     

"..." Kinsey hanya tersenyum sedih. Apakah gadis itu sungguh berpikir Kinsey akan melawan Oostven? Keluarga yang disayangi oleh wanita yang dicintainya?     

"Maaf. Aku tidak akan meragukanmu lagi."     

Kinsey terpana mendengar kalimat Katie yang selanjutnya.     

"Aku akan percaya padamu. Tapi jika kau memang berencana menyerang kami, hubungan kita berakhir saat itu juga." ancam Katie membuat Kinsey tertawa.     

"Aku akan mengingatnya."     

Setelahnya, Katie harus melepas kepergian Kinsey dengan berat hati dan memutuskan untuk berjalan-jalan di hutan bersama Merah.     

Sementara itu Kinsey naik Metro dan baru turun di daerah dekat perbatasan kediaman Tettero. Jarak antara Bayern ke daerah kastil Tettero cukup memakan waktu yang lama, hampir satu setengah jam.     

Dan selama perjalanan Kinsey terus tersenyum mengingat apa yang sudah terjadi kemarin malam. Dia masih merasa apa yang dialaminya semalam hanyalah mimpi. Kinsey sama sekali tidak menyangka dia berhasil mendapatkan wanita yang dicintainya dalam waktu singkat dan gadis itu juga jatuh cinta padanya.     

Disaat dia mendengar ungkapan cinta Katie melalui pemikiran Merah, Kinsey sudah tidak bisa menahan diri lagi. Secepatnya dia ingin merengkuh gadis itu dan menjadikannya miliknya. Dia tidak akan memberi kesempatan pada Katie untuk kabur ataupun lepas dari genggamannya.     

Kinsey bersenandung riang sambil mengistirahatkan matanya. Karena terlalu gembira dan ingin memastikan kalau dia tidak sedang bermimpi, Kinsey tidak tidur semalaman. Dia malah mencari resep makanan kesukaan gadis itu dan langsung mempelajarinya. Untungnya dia berhasil dan menyelesaikan masakannya tepat waktu dan Katie sangat menyukai masakannya.     

Kinsey tersenyum puas dan tidak bosan memutar kembali adegan yang diingatnya. Ah, seandainya tidak ada Vangarians ataupun Heinest, Kinsey ingin sekali bersama gadis itu sepanjang waktu dan tidak ingin berpisah darinya.     

Selama ini dia mengomel dan menyindir saudara iparnya yang tampaknya tidak bisa jauh dari adiknya meski dalam waktu singkat. Kini dia mengerti perasaan saudara iparnya. Kinsey juga merasakan hal yang sama. Sekarang saja dia sudah sangat merindukan kekasihnya, padahal belum sampai satu jam mereka berpisah.     

Tiba-tiba saja ponselnya berdering. Kinsey mengangkat sebelah alisnya melihat nama pada layar ponselnya.     

Baru saja dia memikirkan iparnya, kini orang itu menghubunginya? Ugh! Dia ingat, dia belum menghubungi adiknya sama sekali. Apakah Vincent menghubunginya karena hal ini?     

"Halo?"     

"Apa saja yang kau lakukan disana? Kudengar Strockvinch sudah mati. Kenapa kau tidak kembali?"     

"Urusan bisnis." jawab Kinsey singkat.     

"..." seperti yang diduga Vincent, Kinsey tidak memberitahunya yang sebenarnya. "Kau sama sekali tidak menghubungi Cathy. Dia bilang dia sendiri yang akan datang ke Jerman kalau kau tidak pulang dihari ulang tahun Chleora."     

"..." Kinsey mendesah nyaris melupakan ulang tahun keponakan tersayangnya. "Darimana Rinrin tahu aku ada di Jerman? Kau memberitahunya?"     

"Dunst yang memberitahunya. Dia bilang dia bertemu denganmu di Jerman. Tapi aku merasa dia menyewa detektif untuk melacakmu dan mengejarmu kesana." ungkap Vincent dengan nada jijik yang tidak disembunyikannya.     

"Aku juga menduganya."     

"Satu hal lagi. Sudah banyak orang yang berusaha menghubungi Cathy untuk mencari tahu seperti apa wajah Katleen Morse. Aku berhasil menghalau mereka tanpa sepengetahuan Cathy. Aku tidak ingin membuatnya khawatir."     

"..."     

"Aku sama sekali tidak peduli akan wanita itu, dan aku tidak akan ikut campur dengan urusanmu. Aku juga tidak akan mencari tahu apa yang kau sembunyikan. Tapi seseorang menggunakan Chleo untuk mendapatkan foto Katleen Morse. Kau tahu benar aku tidak akan membiarkan siapapun menyentuh keluargaku. Aku tahu kau juga memikirkan keluargamu. Tapi Kinsey, jangan lupa. Keluarga yang ingin kau lindungi ini juga adalah keluargaku. Jangan menanggung semua beban sendiri dan coba andalkan orang-orang disekitarmu."     

"..." Kinsey tersenyum tipis mendengarnya. "Aku mengerti. Terima kasih atas nasihatnya, ipar."     

Vincent mengernyit mendengarnya. Sesuatu yang sangat langka jika Kinsey memanggilnya sebagai 'ipar'. Sepengetahuannya Kinsey tidak pernah menyukainya dan kecewa pada Cathy karena menikah dengannya diam-diam tanpa memberitahu keluarganya terlebih dahulu.     

Meski hubungan mereka semakin membaik, Vincent masih bisa merasakan ada sebuah jarak antara mereka. Satu-satunya yang bisa menutup jarak itu hanyalah Chleora, keponakan yang sangat disayangi Kinsey.     

Vincent hanya mendesah lega sebelum melanjutkan kalimatnya. "Sebagai tambahan, aku mengirim Alpha serta Zero ke Jerman untuk membantumu."     

"Kurasa itu hanya pemberitahuan?" tebak Kinsey sarkas. Dia yakin Alpha dan Zero yang dimaksud sudah berada dalam pesawat atau mungkin... sudah tiba di Jerman?     

"Kau sangat mengenalku kalau begitu."     

Kinsey hanya mendesah pasrah menerima bantuan saudara iparnya.     

Dan persis yang diduganya... Begitu tiba di suite hotel yang ditiggalinya, seorang wanita berambut coklat terang duduk santai disana bersama Alex serta Honda..     

"Hai, sepupu jauh. Lama tidak berjumpa."     

Kinsey mengernyit mendengar sapaan berlebihan itu. "Kita hanya tidak bertemu selama satu bulan."     

"Tepatnya enam minggu." jawab Tanya sebelum meneguk habis wine di gelasnya.     

"Kupikir Vincent mengirim Alpha dan Zero? Kenapa hanya Alpha yang ada disini?"     

Tanya menjawabnya dengan senyuman misterius.     

"Kau tahu sendiri anak itu. Dia bukanlah orang yang suka menunggu."     

Kinsey langsung mengerti maksudnya. Zero III bisa langsung bertindak tanpa disuruh untuk menggali informasi apapun yang diinginkan atasannya.     

Tipikal Zero sekali. Pikir Kinsey senang. Setidaknya untuk menggali informasi mengenai Heinest atau raja merah akan lebih mudah. Dia sangat tahu seperti apa kemampuan Zero III.     

"Dia masih memakai nomor yang sama?" tanya Kinsey pada Tanya.     

"Tentu saja. Hanya kau dan nona kedua yang bisa menghubunginya."     

"Hm." gumam Kinsey mengerti dan langsung mengambil ponselnya untuk memberi tugas penting pada Zero III. Tugas ini hanya bisa dilakukan oleh Zero. Bahkan Alpha III tidak akan bisa melakukannya seefisien dan secepat Zero.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.