Pertama dan Terakhir
Pertama dan Terakhir
Jika orang belum bertemu dengan Zero, mereka akan mengira pemilik punggung Z adalah milik Kinsey. Apalagi tinggi mereka juga hampir sama. Yang berbeda hanyalah wajah mereka.
Selain itu, Z mempunyai apa yang tidak dimiliki Kinsey. Dan sesuai dugaan Kinsey, Z sudah masuk ke sistem program pemerintah Jerman. Z bisa mengelabui dan mengetahui posisi penguntitnya dengan mudah. Dengan begitu, penyamarannya tidak akan pernah ketahuan.
Begitu tiba di tempat yang diberitahu Katie, Kinsey melihat Tanya yang sedang kebingungan di depan restoran.
"Tanya, apa yang kau lakukan disini? Dimana Katie?"
"Dia didalam." jawab Tanya sambil menunjuk ke sebuah restoran di belakang mereka.
"Kenapa aku merasa kau sempat kehilangan jejaknya?" Kinsey mengangkat sebelah alisnya dengan curiga.
"Aku terpaksa meninggalkannya, tadi aku..."
"Kau meninggalkannya sendiri?!"
"Sudah kubilang aku terpaksa. Ada orang yang mencurigakan mengikuti kami dari tadi."
"Siapa?"
"Aku berusaha mengejarnya. Tapi.. dia menghilang. Aneh sekali, dia bisa melompat dinding rumah. Bahkan dia bisa memanjat pohon dan melompat ke pohon lainnya dengan mudah. Apakah kau pernah melihat ada orang yang memiliki kemampuan melompat tinggi seperti itu?"
Umbra. Hanya itu jawaban yang terpikirkan oleh Kinsey. Apakah mungkin umbra Katie diam-diam mengikuti Katie?
"Sudahlah, lupakan saja." Kinsey memutuskan untuk tidak memikirkannya.
Kinsey mengikuti Tanya masuk ke restoran dan tersenyum lebar saat melihat Katie menatapnya dengan terkejut.
"Katie! Dari tadi aku mencarimu!" seru Tanya langsung duduk di sebelah Katie.
Sementara itu Kinsey yang juga sudah berdiri disamping Katie baru menyadari kehadiran Meisya yang sedang menatapnya dengan menyelidik.
Kinsey terpaku pada tempat berdirinya saat melihat wajah Meisya dengan jelas. Dia bukan terpana karena kecantikannya, tapi dia terpana karena betapa miripnya wanita ini dengan Katie. Tidak hanya rambut atau wajahnya yang agak mirip, tapi aura yang terpancar dari tubuhnya sangat mirip dengan Katie. Siapa wanita ini?
"Kinsey," gugah Katie membuyarkan lamunan Kinsey. Dan dia baru sadar, suasana hati Katie memburuk dan wajahnya cemberut.
Kinsey memaki dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia memandangi wanita lain lebih lama dari seharusnya ketika kekasihnya berada disisinya?
Sementara Kinsey berusaha meredakan kecemburuan Katie, Meisya masih memandanginya sambil mengernyit. Sekali lihat, Kinsey cukup menikmati rasa cemburu dari Katie. Apakah mereka sepasang kekasih?
Meisya tersenyum lembut memikirkan kemungkinan ini. Mereka tampak serasi di matanya.
Tadinya dia sempat mengira Kinsey yang menabraknya sesaat lalu. Tubuh, warna rambut serta warna matanya sama persis seperti orang tadi. Hanya saja, wajah orang ini jauh berbeda dengan orang tadi. Ditambah lagi, Kinsey sama sekali tidak membuat jantungnya berdebar aneh seperti pria tadi.
"Siapa ini? Apa dia adalah temanmu?" tanya Tanya penasaran sekaligus terpesona dengan kecantikan Meisya.
"Dia adalah teman baruku, namanya Meisya."
Meisya merasa lega Katie tidak menyebut nama Heinest saat memperkenalkan dirinya.
"Meisya, ini adalah Kinsey dan Tanya." lanjut Katie memperkenalkan keduanya pada Meisya.
"Teman baru?" kali ini Kinsey yang bertanya.
Kemudian Katie menceritakan apa yang terjadi sehingga dia berakhir berteman dengan Meisya.
"Kau sudah makan siang? Disini masakannya lumayan enak."
"Mencium dari baunya, sepertinya masakan disini bercita rasa pedas?" tebak Tanya.
"Benar. Kau tidak suka pedas?"
"Aku tidak masalah dengan masakan pedas. Tapi Kinsey tidak bisa makan masakan pedas. Dia akan sakit seharian kalau makan pedas."
Katie membelalak tidak percaya dan menoleh ke arah Kinsey yang tampak cuek dengan informasi itu.
"Kau tidak bisa makan pedas?"
"Bisa. Jangan hiraukan ucapannya." jawab Kinsey sambil mengelus rambutnya dengan lembut. Tanya memutar matanya sambil mendesah pasrah dan bangkit berdiri untuk pindah duduk disebelah Meisya.
"Aku tidak bisa terbiasa tiap kali mereka bertemu. Mereka seolah berada didunia mereka sendiri." bisik Tanya membuat Meisya tertawa kecil.
Baik Tanya maupun Meisya sama-sama memiliki karakter yang mudah bergaul karena itu keduanya juga langsung cepat akrab.
Setelah menghabiskan makanannya yang tingkat kepedasaannya dikurangi, Kinsey memutuskan untuk kembali sebelum Zero III mengomel padanya. Z yang usianya empat tahun lebih muda dari Kinsey lebih suka menyelidiki hal lain daripada menyamar sebagai dirinya.
Alhasil, ketiga wanita melanjutkan acara jalan-jalan mereka hingga matahari hampir terbenam dan sudah saatnya Meisya kembali sebelum janda permaisuri sadar dia tidak ada di kamarnya.
"Aku harap kita bisa bertemu lagi." ungkap Meisya sambil menggenggam kedua tangan Katie.
"Aku juga. Aku yakin kita pasti bertemu lagi." balas Katie.
Tampak jelas keduanya sama-sama enggan untuk berpisah. Mereka benar-benar berharap bisa bertemu lagi dalam waktu dekat.
Sayangnya, itu mustahil. Meisya sangat jarang diperbolehkan keluar dari perbatasan Jerman Utara, sementara Katie tidak mungkin masuk melewati pintu gerbang istana selama dia belum menemukan wadahnya.
Sepertinya.. ini akan menjadi pertemuan mereka yang pertama sekaligus yang terakhir.
Dengan tatapan sedih, Meisya melangkah naik ke kereta setelah melambaikan tangan pada Katie. Katie juga membalas lambaiannya dengan senyuman sedih. Dan saat kereta api berjalan hingga menghilang dari pandangannya, Katie mendesah berat.
Seandainya saja Meisya bukan putri kerajaan Heinest atau Katie bukanlah raja merah... pasti mereka bisa berteman dengan bebas.
"Apa benar ini pertama kalinya kalian bertemu? Kalian tampak seperti sahabat yang sudah lama tidak bertemu." bahkan Tanya merasa keheranan.
"Kau benar. Aneh sekali. Ini pertama kalinya aku bertemu dengannya, tapi aku merasa sudah lama bertemu dengannya."
"Apa kau yakin kau anak tunggal? Bisa jadi dia adalah saudaramu."
"Aku yakin aku adalah anak tunggal." Ode sendiri yang mengatakan padanya kalau Keisha hanya melahirkan seorang anak perempuan.
Katie juga yakin dia tidak memiliki hubungan keluarga dengan anggota kerajaan. Jadi tidak mungkin kalau Katie dan Putri Meisya adalah saudara.
"Tapi wajah kalian sangat mirip. Bahkan rambut kalian juga sangat mirip. Tapi yah, bedanya kau lebih pendek darinya."
"Kau sedang meledekku?"
"Hahaha.. Aku hanya bercanda. Ayo pulang." jawab Tanya dengan santai menarik lengan Katie keluar dari stasiun.
Sementara itu Meisya yang sedang termenung selama perjalanan merasakan kehadiran seseorang disebelahnya. Meisya tersenyum begitu melihat wajah orang tersebut dari pantulan jendela samping.
Meisya menegakkan tubuhnya lalu menyenderkan kepalanya di atas bahu orang disebelahnya.
"Yang Mulia, sebaiknya anda jangan pernah menyelinap keluar istana lagi."
Meisya tertawa kecil mendengarnya.
"Santailah sedikit umbra. Tidak akan ada yang tahu aku menghilang dari kamarku. Secara teknis, ibu suri tidak pernah memperdulikanku."
"..." setelah itu umbranya tidak bicara lagi dan membiarkan Meisya tidur disebelahnya.
Keesokan harinya Pangeran Leonard datang ke aula kamar Meisya dengan membawa kue kesukaan sang tuan putri. Tentu saja, sebelum puas memarahi adiknya karena menyelinap keluar istana kemarin, dia tidak akan menunjukkan kotak berisi cemilan kesukaan adiknya.
"Kau berhutang padaku! Aku bersusah payah mengelabui ibu suri agar beliau tidak tahu kau menyelinap keluar kemarin. Kenapa kau tidak memberitahuku? Setidaknya kau harus mengajakku juga. Adik macam apa kau meninggalkanku seorang diri disini menghadapi ibu tiri yang kejam?"
Meisya tertawa mendengar segala keluh kesah kakaknya. Meisya mengalunkan tangannya ke lengan kakaknya dengan manja.
"Ayolah, jangan marah lagi. Kalau kau juga ikut, siapa yang akan menutupi kepergianku disini?"
"Hmph! Aku tidak mau tahu lagi." balas Leonard berpura-pura cemberut membuat Meisya tertawa kecil.
Dia tahu kakaknya yang satu ini tidak akan pernah bisa marah padanya. Buktinya Leonard sudah mengeluarkan segala macam kue favoritnya.
Setelah pelayan selesai menata kue di atas meja dengan rapi, Meisya menyuruh semua pelayan pergi dari kamarnya meninggalkan Meisya dan Leonard secara privasi.
Begitu tidak ada siapa-siapa disana, Meisya segera mengambil satu potongan kue dan langsung melahapnya dengan penuh nikmat. Leonard yang terbiasa melihat cara makan unik dari adiknya hanya menggelengkan kepalanya.
Kalau dihadapan orang lain, Meisya akan makan dengan anggun serta elegan layaknya seorang putri. Tapi kalau seorang diri atau disaat bersama Leonard, gadis itu tidak lagi menjaga image seorang putri. Dia memakan kuenya langsung dari tangannya alih-alih menggunakan garpu atau sendok.
Dan seperti kebiasaannya, sisa gula yang menempel di jarinya dijilat bersih oleh Meisya dengan desahan nikmat.
"Hmm.. enak sekali."
Leonard hanya memutar matanya dengan malas.
"Apa saja yang kau lakukan seharian ini? Tadi pagi aku tidak melihatmu di ruang makan utama."
"Aku pergi ke ruang musik untuk latihan piano. Sebentar lagi festival kerajaan akan diadakan. Dieter ingin aku tampil sebagai acara utamanya."
Leonard mengangguk mengerti sebelum meminum tehnya. Meisya juga ikut meminum tehnya dari cangkirnya sendiri.
"Teh buatan kepala pelayan memang yang terbaik." puji Meisya yang ditanggapi gumaman setuju oleh kakaknya.
Sayangnya apa yang terjadi berikutnya sama sekali tidak diduga oleh mereka. Begitu Meisya meletakkan cangkirnya ke atas meja, dia terbatuk-batuk. Lalu kemudian dia memuntahkan darah serta dadanya terasa sesak seketika.
"Meisya? MEI!!"
Tubuh Meisya seketika jatuh terkulai dengan lemas dan dia berhenti bernapas.