My Only Love: Aku Hanya Bisa Mencintaimu

Menjadi Gadis Biasa



Menjadi Gadis Biasa

Meisya mengerjap beberapa kali ketika melihat spageti bolognese favoritnya dihadapannya. Beberapa saat lalu ketika dia memberanikan diri untuk menghampiri pria yang bernama Hunter ini, dia bingung setengah mati karena melihat pria ini memasak sesuatu yang ternyata untuknya.     

"Aku dengar kau sudah tidak makan dua hari ini. Makanlah."     

"Aku tidak lapar. Sebaiknya kita bicara." protes Meisya yang disusul suara keras dari perutnya.     

"..."     

"..."     

Meisya segera menundukkan wajahnya merasa malu dengan suara perutnya. Padahal tadi dia masih bisa melupakan rasa laparnya. Tapi begitu mencium aroma masakan kesukaannya, perut Meisya sudah memberontak ingin segera diisi.     

Stanley merapatkan bibirnya menahan diri agar tidak tertawa. Kenapa ada orang yang bisa begitu menggemaskan seperti ini?     

Stanley terpaku begitu sadar akan pikirannya sendiri. Senyuman ataupun perasaan jenaka terhadap Meisya lenyap seketika tergantikan dengan ekspresi dingin dan tak peduli.     

"Kita akan bicara setelah kau menghabiskannya." ucap Stanley dingin sebelum beranjak pergi dan berbaring di sofa untuk mengistirahatkan matanya.     

Meisya menikmati spagetinya dengan tenang tanpa terburu-buru. Meski sangat kelaparan, Meisya tetap memakan hidangannya dengan elegan sesuai kebiasaan yang diajarkan di istana.     

Setelah selesai, Meisya bangkit berdiri dan berbalik keluar dari dapur menuju ke ruang tengah dimana Stanley sedang beristirahat.     

Mendengar langkah kaki Meisya, Stanley segera bangun dan duduk bersender di sofa dengan nyaman.     

"Baiklah. Tawaran apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Meisya hati-hati setelah duduk agak jauh dari tempat Stanley duduk.     

Stanley tidak merasa tersinggung karena dia mengerti Meisya masih bersikap waspada terhadapnya.     

"Kau boleh tinggal disini dan pergi kemanapun kau pergi. Angel akan menemanimu dan membelikanmu semua yang ingin kau beli. Jika kau memerlukan sesuatu, kau juga bisa memintanya. Kau juga bisa kabur kalau kau mau."     

"Benarkah?" ada nada harapan pada suaranya mendengar tawaran terakhir penculiknya.     

"Hanya saja, pastikan kami tidak akan bisa menangkapmu. Karena begitu kami menangkapmu, aku tidak akan mengizinkanmu keluar lagi."     

"..."     

Bukankah itu lebih ke arah sebuah ancaman daripada tawaran yang menguntungkan? protes Meisya dalam hati.     

"Ada pertanyaan?"     

"Hanya itu saja?"     

"Itu bukan pertanyaan."     

"Itu pertanyaan. Aku yakin sekali aku sedang bertanya."     

Stanley mendesah pelan mulai tidak sabar menghadapi Meisya. Dia terlalu capek dan ingin segera berbaring dan tidur di ranjangnya.     

"Yang kumaksudkan, apakah kau memiliki pertanyaan mengenai apa yang kukatakan tadi?"     

"..."     

Stanley sama sekali tidak sadar kalau dia mengeluarkan aura mengerikan serta nada dingin saat mengucapkan kalimatnya.     

"Tidak ada." jawab Meisya pelan sembari menundukkan kepalanya. Dia terlalu takut menghadapi mood penculiknya yang tampaknya sering berubah sesukanya.     

Terkadang bersikap mengerikan, detik berikutnya bersikap hangat dengan memasak untuknya. Sekarang kembali bersikap dingin dan tidak sabaran terhadap dirinya seolah pria itu harus terpaksa menangani Meisya seorang diri.     

"Kalau begitu, selamat malam." lanjut Stanley seraya bangkit berdiri tidak sabar menuju ke kamarnya untuk berendam air panas.     

"Tunggu."     

Tanpa menjawab, Stanley hanya membalikkan tubuhnya dengan tatapan bertanya.     

"Itu.. apakah tidak ada orang lain disini?"     

"Siapa yang kau harapkan disini? Aku menyewa tempat ini, berarti yang tinggal disini adalah aku."     

Meisya melongo tidak percaya mendengarnya. Jadi mulai sekarang dia akan tinggal seatap dengan seorang pria. Yang benar saja?     

"Itu.. bagaimana dengan gadis itu? Gadis berambut pirang yang sebelumnya disini."     

"Dia tinggal di lantai tujuh." jawab Stanley singkat.     

Sebelah alisnya terangkat melihat langkah kaki Meisya bergerak menjauhinya. Ada apa lagi?     

"Itu.. berarti hanya kita berdua?"     

Oh, sekarang dia mengerti. Stanley mengulas senyuman profesionalnya berusaha untuk tetap sabar dan ramah.     

"Tenang saja. Aku sama sekali tidak tertarik dengan wanita yang lebih tua dariku."     

"!? T..Tua? Aku masih muda!"     

"Nyatanya kau lebih tua dariku."     

"Aku tidak percaya!"     

Dan entah kenapa suasana sebelumnya yang tegang menjadi cair begitu saja. Bahkan Stanley yang tadinya hanya menunjukkan senyum palsunya jadi tertawa lepas.     

"Terserah kau percaya atau tidak. Tadinya aku ingin segera berendam air panas, tapi sekarang aku ingin..." dengan senyum licik Kinsey membuka kancing kemejanya satu per satu dari atas.     

Melihat niatan dari Stanley, Meisya segera berlari membelakangi sofa dan mengambil bantal persegi yang ditaruh berderetan diatas sofa diuntuk dilemparnya ke Stanley.     

Dengan sigap Stanley menangkap bantal yang melayang ke arahnya sambil tertawa. Aneh sekali, kejengkelan dan letihnya lenyap seketika saat melihat wajah ketakutan dari Meisya.     

Begitu bantal terakhir terlempar, Meisya segera berlari ke dapur dan mengambil garpu sebelum menodongkannya ke arah Stanley.     

Stanley hanya menyaksikan adegan itu dengan jenaka. Pertama gadis itu menyerangnya dengan pulpen, sekarang dia ingin menggunakan garpu?     

Stanley menggelengkan kepalanya sambil tertawa kecil.     

"Sudah. Aku tidak mau bermain lagi. Selamat malam." sahut Stanley santai sebelum berbalik menuju ke kamar pribadinya.     

Sementara Meisya mendelik jengkel tidak percaya akan apa yang barusan didengarnya.     

Bermain? Memangnya siapa yang mau BERMAIN dengannya?! Dia tidak pernah bertemu dengan orang yang sangat menyebalkan seperti orang ini.     

Meisya melempar garpu ke tempatnya kembali dengan kesal sebelum berjalan kembali ke kamarnya. Namun langkahnya terhenti saat teringat sesuatu.     

Meisya melirik ke arah pintu keluar dengan penasaran. Lalu, Meisya berjalan menuju pintu tersebut untuk membukanya kembali.     

Ceklek! Terbuka! Dari tadi dia berusaha membuka pintu sialan ini dan baru sekarang bisa terbuka?!     

Meisya membuka pintu itu lebar-lebar untuk segera kabur dari tempat ini.     

'Pastikan kami tidak akan bisa menangkapmu. Karena begitu kami menangkapmu, aku tidak akan mengizinkanmu keluar lagi.'     

Meisya teringat akan ancaman tadi. Dia tidak tahu apakah dia bisa lolos atau tidak, tapi entah kenapa dia merasa dia akan tertangkap kembali begitu melangkahkan kaki dari gedung ini.     

Apa sebaiknya dia tetap tinggal? Toh, Stanley mengizinkannya untuk pergi kemanapun dia mau. Stanley menawarkannya untuk hidup sebagai gadis normal dan bukan sebagai seorang putri.     

Dia tidak tahu apakah Stanley bisa dipercaya atau tidak, tapi kalau memang Keisha yang menyuruh Stanley untuk membantunya keluar dari perjodohan pernikahan politik ini, bukankah itu berarti Stanley bisa dipercaya?     

Setelah merenung beberapa saat, Meisya menarik tubuhnya kembali dan menutup pintunya. Lalu dia berbalik dan berjalan ke dalam kamar yang sudah disediakan untuknya.     

Meisya menatap ranjangnya dengan tatapan kosong. Yang sebenarnya adalah... sudah dua hari ini dia memakai gaun tidur yang sama seperti saat dia masih tidur di istana.     

Kalaupun ingin pergi keluar, dia tidak mungkin memakai pakaian yang dikenakannya saat ini. Dan lagi... rasanya sangat risih memakai baju yang sama selama dua hari berturut-turut.     

Sebagai seorang putri kerajaan, dia sudah terbiasa memakai pakaian yang berbeda-beda tiap harinya. Malahan terkadang dia tidak pernah memakai pakaian yang sama dalam setahun.     

Jika dia ingin merasakan hidup sebagai gadis biasa, sepertinya dia harus terbiasa dengan jumlah pakaiannya yang terbatas.     

Meisya memutuskan untuk tidak memperdulikan soal pakaiannya dan berbaring di ranjangnya.     

Dia mencoba mengingat kembali wajah pria yang bernama Hunter tadi. Sepertinya dia pernah melihat Hunter di suatu tempat. Hanya saja dia sama sekali tidak ingat dimana dia pernah bertemu dengan Hunter.     

Pada akhirnya dia menyerah dan membiarkan rasa kantuk menguasainya.     

Malam itu adalah malam pertama dimana dia bisa tidur dengan tenang semenjak dia diculik. Tidak. Bahkan mungkin jauh sebelum dia mengetahui bahwa ibu suri dan saudara-saudara tirinya menekannya. Meisya tidak pernah tidur pulas dan damai seperti saat ini.     

Keesokan paginya, Meisya bangun dengan sendirinya. Dia merasa segar dan lebih bebas daripada saat terbangun di kamar pribadinya di istana.     

Kalau di istana, para pelayan sudah siap melayaninya dari pagi. Kemudian mengingatkannya soal jadwal pertemuan dengan beberapa bangsawan atau kunjungan sosial rutin di beberapa daerah.     

Namun pagi ini terasa sangat beda dan asing... tapi juga sangat menyenangkan. Dia tidak perlu pusing memikirkan jadwal yang menantinya atau tekanan dari saudara-saudara tirinya yang kerap kali berusaha meledeknya dan menekan mentalnya.     

Sungguh pagi yang memyenangkan!     

Meisya keluar dari kamar dan menuju ke daerah dapur yang ternyata sudah ada seseorang disana. Gadis yang sama yang menghalanginya untuk kabur tiga hari lalu.     

"Oh, kau sudah bangun. Selamat pagi." ucap gadis itu dengan ramah dan senyuman tulus, sangat berbeda ketika menghalanginya untuk kabur pertama kali. "Aku membuatkan sarapan untukmu. Aku harap kali ini kau mau memakannya."     

"Kau.. jadi selama ini kau yang membuatkan makanan untukku..."     

"Benar. Itu aku."     

"Ah, maaf. Aku sama sekali tidak tahu."     

"Memangnya kau akan memakannya kalau kau tahu aku yang memasaknya?"     

Tidak juga. Meisya menyimpan jawabannya untuk dirinya sendiri.     

"Aku yakin Hunter sudah menjelaskan semuanya padamu. Karena itu jika kau merasa lapar atau ingin makan sesuatu, ambil saja sesukamu. Anggap saja seperti rumah sendiri."     

Meisya hanya menganggukkan kepalanya sambil menikmati sarapannya dalam diam. Enak sekali. Gadis ini sangat pintar memasak. Siapapun yang menikahi gadis ini akan sangat beruntung sekali.     

"Ngomong-ngomong, namaku Angelique. Kau bisa memanggilku Angel."     

"Namaku Meisya. Tapi.. kurasa kau sudah tahu itu."     

Angel tersenyum menanggapinya.     

"Apa kau pernah ke Belanda sebelumnya?"     

"Belum pernah."     

"Kalau begitu kau bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk jalan-jalan. Sayang sekali, sebentar lagi musim dingin. Banyak air di danau sudah mulai membeku. Kalau tidak, aku bisa mengajakmu berkeliling kota dengan perahu."     

"Benarkah?"     

"Tentu saja. Kau hanya perlu bilang saja, dan kami akan mengabulkannya."     

"Kenapa? Kenapa kalian baik padaku? Aku kan bukan siapa-siapa kalian?"     

"Memang benar. Tapi uang selalu bicara benar."     

"Huh?"     

"Misi kami adalah membuatmu merasa nyaman disini dan karena kau adalah seorang putri kerajaan, tentunya kami harus memperlakukanmu dengan spesial. Hanya saja kami tidak akan membungkuk memberi hormat atau memberi kesan pada orang luar bahwa kau ini adalah seorang putri. Dengan begitu tidak akan ada yang tahu identitasmu yang sebenarnya."     

"Siapa yang memberimu misi seperti ini?"     

"Tentu saja Hunter."     

"Apakah mungkin kau tahu siapa saja atasan Hunter? Maksudku, sepertinya Hunter juga bekerja atas perintah orang lain."     

Angel tidak menjawab, malahan tersenyum dengan misterius. "Kau tertarik pada Hunter?"     

Meisya tersedak makanannya begitu mendengar pertanyaan Angel.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.