Percakapan Meisya dengan Selenka
Percakapan Meisya dengan Selenka
Meisya tersedak makanannya begitu mendengar pertanyaan Angel.
Apa yang membuat Angel berpikir kalau Meisya tertarik pada pria yang suka mengubah moodnya dan super menyebalkan itu?
"Aku tidak tertarik padanya! Lagipula apa hubungannya antara aku ingin tahu kebenaran yang di bicarakan padaku semalam dengan aku tertarik padanya? Aku hanya ingin memastikan apakah dia berbohong atau tidak."
Angel tertawa kecil. "Aku hanya bercanda. Ternyata kau ini lucu ya."
Meisya mendengus kesal mendengarnya. Satu lagi muncul orang yang menyebalkan. Anehnya, Meisya tidak begitu membencinya. Justru dia lumayan menikmatinya.
Setidaknya dua orang menyebalkan ini bersikap apa adanya didepannya. Berbeda dengan orang-orang yang ditemuinya di istana. Mereka tampak baik didepannya tapi menusuknya di belakangnya. Belum lagi kalimat sarkas dan ledekan yang terkadang keceplosan dari mulut mereka hanya untuk menjatuhkan martabatnya.
Karena itulah secara perlahan namun pasti, Meisya menerima Angel serta Hunter ke dalam hidupnya.
"Angel, kalau seandainya aku ingin berkeliling hari ini.. apakah ada pakaian yang bisa kupakai? Aku tidak mungkin keluar dengan pakaian ini." Meisya melirik ke arah baju tidur yang dikenakannya selama dua hari terakhir ini.
"Tentu saja ada. Kebetulan tubuhmu memiliki postur yang sama dengan kakakku. Aku sudah membawakan beberapa setel baju untukmu." jawab Angel sambil menunjuk ke sebuah kantong di atas sofa. "Aku mengambilnya tanpa sepengetahuan kakakku." lanjutnya dengan nada nakal. "Jadi, kau harus belanja banyak baju hari ini dan kembalikan baju kakakku nanti malam."
"Tapi aku tidak punya uang."
"Tenang saja, Hunter akan mengurusnya."
"Baiklah kalau begitu. Kapan kita akan berangkat?" tanya Meisya antusias tidak sabar ingin keluar dari tempat ini agar bisa melihat-lihat seperti apa kota di Belanda.
"Ah, maaf. Hari ini aku harus ke kantor, kalau tidak bosku akan tahu kalau aku mengambil pekerjaan dari luar diam-diam. Hari ini Hunter yang akan menemanimu."
Meisya segera mencengkram lengan Angel pelan. Entah kenapa membayangkan Hunter belanja baju bersamanya adalah ide yang mengerikan. Meisya tidak akan tahan kalau sampai terkena efek mood Hunter yang buruk. Lebih baik dia memilih berbelanja dengan Angel yang terlihat seperti malaikat.
"Kau takut pada Hunter?"
"..."
"Apa terjadi sesuatu kemarin?"
"..."
"Dengar, sebelumnya aku hanya bercanda saat aku mengatakan Hunter akan menghancurkan kehidupanmu kalau kau membuatnya marah. Yah, bagian itu adalah benar sih. Tapi karena ini termasuk misi penyelamatan dia tidak akan melukaimu. Hunter adalah orang yang sangat berdedikasi terhadap misinya. Dia tidak akan menggagalkan misi hanya karena masalah pribadi. Jadi kau tidak perlu khawatir."
"..."
Meisya tidak memiliki alasan lagi untuk menahan Angel pergi, jadi dia hanya melepas lengannya sambil mendesah pasrah.
"Tapi aku tidak tahu dimana dia sekarang."
"Selenka, apakah Hunter sudah bangun?"
Pertama kali mendengar nama Selenka, Meisya sudah menatap Angel dengan bingung. Sudah jelas diruangan itu hanya mereka berdua, kenapa Angel memanggil nama orang yang tidak dikenalnya? Angel juga tidak terlihat sedang menelpon. Jadi siapa Selenka ini?
Tapi begitu mendengar suara asing, Meisya langsung menoleh mencari sumber suara itu.
"Belum. Dia minta dibangunkan jam sepuluh."
"Hm.. Berarti dua jam lagi." gumam Angel sama sekali tidak peduli kalau Meisya sedang mencari-cari sosok seseorang. "Apa boleh buat, kau harus menunggunya bangun jam sepuluh nanti. Kurasa kau bisa mandi dulu lalu berganti pakaian dengan yang kubawakan." lanjutnya pada Meisya yang masih mengarahkan pandangannya ke seluruh ruangan.
"Tadi itu siapa?" akhirnya Meisya tidak bisa menahan rasa penasarannya lagi.
"Selenka. Dia adalah program. Kau tidak akan bisa melihatnya. Dia tidak punya tubuh fisik."
"Pr..Program?" Meisya sama sekali tidak bisa mempercayai apa yang didengarnya.
Sementara Angel hanya tertawa kecil melihat ekspresi lucu pada Meisya.
"Aku menyukaimu. Aku harap kita bisa berteman baik. Selenka temani dia ya."
"Oke." jawab Selenka.
Meisya memijat keningnya dengan pasrah. Entah kenapa akhir-akhir ini dia sering mengalami kejadian aneh.
Pertama dia diculik yang ternyata adalah dia sedang 'diselamatkan'. Lalu kedua, pria bernama Hunter sering tidak konsisten dengan moodnya yang unik. Sekarang dia harus menerima kenyataan ada sebuah program yang bisa berbicara seperti manusia?
Dia tahu kalau zaman sekarang semua teknologi sudah sangat canggih, tapi dia sama sekali tidak tahu kalau bisa secanggih ini.
"Uhm.. jadi Selenka?"
"Ya?"
"Kau diciptakan?"
"Tentu saja."
"Oleh siapa?"
"Tentu saja oleh sayangku."
"Sayang?"
"Orang yang kau sebut Hunter tadi."
"Apakah namanya memang Hunter?"
"Bukan. Namanya yang sebenarnya bukan Hunter. Dia memakai nama Hunter untuk pekerjaannya saja."
"Kalau begitu siapa namanya?"
"Oh? Kau tertarik pada sayangku?"
Huh? Kenapa semua orang menanyakan hal ini padanya? Apakah salah jika dia ingin tahu identitas penculiknya? Lagipula dia kan berada di tempat asing, bersama dengan orang asing. Bagaimana dia bisa mempercayai penyelamatnya jika dia tidak tahu apa-apa tentang pria yang mengaku menolongnya?
"Lupakan saja. Dan sebagai catatan.. aku sama sekali tidak tertarik pada sayangmu ya." jawab Meisya dengan tegas.
"Kenapa? Sayangku kan tampan. Dia adalah pria ideal bagi semua wanita. Saat di Amerika, tidak sedikit wanita yang berusaha mendekatinya."
"Dia orang Amerika?"
"Ups. Seharusnya aku tidak boleh membocorkan ini. Mulai sekarang aku akan menolak pertanyaan apapun tentang sayangku. Bertanyalah hal yang lain."
Meisya memutar matanya sebelum menggelengkan kepalanya. Setelah berinteraksi dengan Selenka selama beberapa menit membuatnya semakin terpaksa menerima kenyataan bahwa Selenka bukan manusia tapi bisa berbicara seperti manusia.
Jika dia tidak diberitahu kalau Seleinka hanyalah program tanpa fisik, Meisya akan mengira dia sedang berbicara dengan gadis sungguhan melalui voice call.
"Tadi kau bilang Hunter itu tampan, bagaimana kau bisa tahu? Memangnya kau bisa melihat?"
"Tentu saja. Selama ada kamera yang tersambung ke internet, aku selalu bisa melihat."
Mulut Meisya menganga lebar semakin tidak bisa mempercayai apa yang baru saja didengarnya.
"Bahkan saat ini aku bisa melihatmu."
Meisya langsung bangkit berdiri dan melihat ke seluruh ujung ruangan hingga menemukan sebuah kamera hitam kecil yang terpasang disana.
"Hei, kau menemukanku!" seru Selenka tengah tertawa kecil. "Ternyata kau pintar juga. Tenang saja. Tidak ada kamera apapun di kamar atau kamar mandi ya. Aku dan sayangku bukan orang mesum."
Meisya kembali duduk dengan lemas. Untung saja Selenka menjelaskan terlebih dulu bahwa tidak ada kamera di kamarnya. Kalau tidak, dia pasti akan melabrak Hunter saat ini juga tidak peduli bahaya apa yang akan dihadapinya.
Daripada pusing dengan kenyataan aneh ini, lebih baik dia mencari kesibukan lain sambil menunggu Hunter bangun.
"Apakah tidak ada sesuatu yang bisa kulakukan? Buku. Apakah ada buku yang bisa kubaca?"
"Ada. Di belakangmu ada rak berisi berbagai macam majalah dan buku. Tinggal pilih saja buku apa yang ingin kau baca."
Tanpa menunggu lagi, Meisya bangkit dan mengambil salah satu buku secara acak.
Semua buku bertuliskan bahasa Belanda. Dia memang bisa berbicara bahasa Belanda, tapi dia tetap tidak suka kalau baca tulisan bahasa asing.
Meisya mendesah dan kembali duduk di sofa mencoba membaca buku yang diambilnya. Setelah membaca satu buku, Meisya memutuskan untuk mandi dan berganti pakaian sebelum mengambil buku lain untuk mengisi waktu kebosanannya.
-
Dua jam kemudian...
Stanley masih tertidur pulas di kamarnya sama sekali tidak bergerak walau Seleinka sudah berulang kali memanggilnya.
"Sayang. Sudah jam sepuluh. Sampai kapan kau mau tidur, hm? Ayo bangun."
"..."
"Sayang, kau ingin membuat Meimei bosan setengah mati? Dia sudah bangun semenjak tiga jam yang lalu, lho. Hari ini dia harus belanja banyak baju untuk dipakai selama tinggal disini. Lagipula perkiraan cuaca mengatakan akan turun salju beberapa hari lagi. Suhu juga sudah menurun dengan drastis. Kalau Meimei tidak membeli baju, bagaimana bisa dia berkeliling kota? Kau kan sudah berjanji membiarkan dia keluar untuk berkeliling. Sebagai seorang pria sejati, kau harus menepati janjimu ya. Sayangku kan seorang pria sejati..."
"Se.len.kaaaaaaa... log off!" gerutu Stanley sebelum membenamkan kepalanya kembali ke atas batalnya.
Ugh! Sekarang karena dia sudah bangun, dia tidak akan bisa tidur lagi. Seharusnya dia minta dibangunkan jam dua belas saja!
Dengan gerakan malas Stanley bangkit berdiri dan berjalan menuju ke kamar mandi dengan mata masih terpejam erat.