Bertemu Dengan Anggota BZO
Bertemu Dengan Anggota BZO
Meisya segera membuka sepasang matanya dan terkesiap pada apa yang dilihatnya. Yang pasti ini bukan kamarnya, dan dia tidak sedang berbaring di atas ranjang yang empuk. Kedua tangan dan kakinya diikat dengan tali yang melukai kulitnya. Bayangan memori ketika dia didorong paksa masuk ke sebuah mobil membuatnya sadar, dia telah diculik. Kali ini dia benar-benar diculik.
"Akhirnya, kau sadar juga."
Meisya menahan napas saat mendengar suara asing namun terdengar familiar di telinganya. Siapa?
Meski ketakutan, Meisya mencoba mencari tahu siapa yang berbicara dengannya. Suasana disekitarnya sangat gelap, hanya ada lampu kecil yang bergantung tepat diatasnya. Karena itu dia sangat kesulitan melihat sesuatu yang jauh dari jangkauan cahaya lampu.
Siluet 'penculik'nya semakin dekat dan Meisya mulai bisa melihat wajahnya dengan jelas. Meisya membelalak lebar sangat terkejut mengenali penculiknya.
"Tu..Tuan Peskhov?! Apa yang anda lakukan disini?"
Alexsei Peskhov tertawa meledek sambil berjongkok untuk mensejajarkan pandangan mata mereka.
"Bagaimana menurutmu sayangku? Tunanganku kabur tanpa memberi penjelasan apa-apa." tubuh Meisya bergidik ngeri ketika Peskhov menyentuhkan jarinya dari sebelah pipinya menuju ke jenjang lehernya. "Tentunya aku ingin menjemput tunanganku. Apa yang salah dengan itu?"
"Dengan menculikku dan mengikatku seperti ini?" Dengan sekuat tenaga Meisya berusaha menyembunyikan rasa takutnya dan menjaga suaranya agar tidak bergetar. "Begitu Dieter tahu akan hal ini, dia pasti akan membatalkan pertunangan ini."
Nyali Meisya semakin menciut ketika tawa Peskhov membahana dengan begitu kejamnya.
"Kakak tololmu itu tidak bisa berbuat apa-apa. Kau tahu sendiri sang Raja Prussia yang sekarang adalah orang yang suka bersembunyi dibalik gaun ibunya. Kenyataan aku ada disini sekarang, itu karena... Lemar Delcrov membantuku."
Meisya menggigit lidahnya berusaha menahan diri untuk tidak menangis. Dia tidak boleh menangis ataupun terlihat lemah dihadapan orang ini. Tidak boleh!
"Dan coba tebak apa yang kupunya?" Peskhov menunjukkan sebuah botol hijau berisi cairan yang dicurigainya minuman beralkohol. Kemudian Peskhov memasukkan dua butiran pil ke dalamnya. "Aku akan meniru perbuatannya untuk memilikimu." lanjut Peskhov membuat jantung Meisya terasa mati.
Apa yang akan dilakukan orang ini padanya? Apakah Peskhov akan memaksanya minum isi dari botol itu? Pil apa tadi yang dimasukkannya?
Leonard, Dieter, Hunter... aku takut.
Pada akhirnya air mata Meisya sudah tidak bisa terbendung lagi dan lolos dari tempatnya.
Meisya langsung berteriak histeris begitu tubuhnya didorong kebelakang dengan kasar. Mulutnya dipaksa terbuka dan ujung botol masuk melewati sela-sela giginya. Meisya tidak ingin meminumnya. Dia tidak ingin minum. Tapi apa daya.. cairan itu terus masuk hingga melewati tenggorokan serta hidungnya membuatnya tersedak dan terbatuk-batuk memuntahkan isinya kembali. Namun para penculiknya tidak menghentikan aksinya hingga Meisya menghabiskan seluruh isi botol tersebut.
"Bagus sekali. Gadis pintar."
Meisya tidak lagi bisa mendengar. Selama beberapa menit Meisya terbatuk-batuk hebat hingga tubuhnya menjadi lemas tak berdaya. Tenggorokannya terasa sakit, kepalanya terasa pusing. Tidak hanya itu, sekujur tubuhnya juga terasa panas dan penat seperti tersengat aliran listrik yang membuatnya tidak nyaman.
"Bagaimana sayang? Apa kau bisa menolakku sekarang?"
Tanpa seizin otaknya, Meisya mendesah nikmat saat merasakan jemari Peskhov membelai wajahnya. Meisya menangis ketakutan. Dia merasa jijik, dia ingin menolak, tapi tubuhnya malah bereaksi berlawanan dengan keinginannya.
Apa yang akan terjadi padanya sekarang?
Seseorang, kumohon.. tolong aku. Siapapun, TOLONG AKU! Jerit Meisya dalam hati sementara air mata terus mengalir membasahi pipinya dengan deras.
'Meisya.'
Tiba-tiba saja Meisya mendengar ada seseorang yang memanggilnya. Ketika dia membuka matanya, ada sebuah cahaya terang dihadapannya disusul munculnya seorang gadis berambut merah seperti dirinya.
Siapa?
Gadis itu melentangkan tangannya ke arahnya. Meisya merasa damai dan secara refleks dia juga melentangkan tangannya menyambut uluran tangan gadis itu.
Hangat. Kulit tangannya yang digenggam gadis berambut merah itu terasa hangat disaat bersamaan sebuah kedamaian meliputi hatinya seolah ada sesuatu yang melindunginya.
'Jangan takut.' ucap gadis itu lagi.
Lalu kedua mata Meisya terpejam dan seperti ada sebuah tenaga yang menarik kesadarannya secara perlahan, Meisya kembali tertidur.
Disaat bersamaan, Peskhov yang sibuk merobek kaos serta membuka kancing celana jeans Meisya tiba-tiba berhenti bergerak... sama sekali tidak bergerak. Dia bahkan tidak tampak seperti sedang bernapas ataupun mengedipkan mata... seolah waktu disekitarnya telah berhenti.
Melihat fenomena ini membuat para mafia yang disewanya merasa heran. Salah satunya mencoba menggerakkan tubuh Peskhov, namun Peskhov tidak bergeming dari tempatnya seolah pria itu berubah menjadi patung.
"Apakah mungkin dia terlalu bersemangat menikmati perawan cantik sehingga dia mati terkena serangan jantung?" ucap salah satunya sambil cekikikan disusul dengan tawa teman-temannya.
"Kalau begitu kita beruntung. Kita saja yang menikmatinya." sambung yang lain.
Orang yang barusan berusaha menggerakkan Peskhov segera menyingkirkan tubuhnya dari Meisya sebelum dia sendiri yang berjongkok diatas tubuh Meisya. Namun ketika tangannya menyentuh sehelai bajunya saja, keadaan orang itu juga sama seperti Peskhov... berubah menjadi seperti patung yang tak bergerak.
Ada apa ini?
Dor! Dor! Tiba-tiba saja terdengar suara tembakan membuat lainnya yang masih bisa bergerak segera waspada dan mencari sumber suara tembakan tersebut sambil mengambil senjata mereka. Mereka terkejut ketika melihat beberapa rekannya telah tewas tertembak.
Tentu saja bagi mereka yang berdiri dekat di bawah lampu satu-satunya yang menerangi mereka merupakan target mudah bagi Stanley untuk ditembak.
Ada beberapa yang pintar langsung segera menjauhi pencahayaan dan bersembunyi dibalik kegelapan. Sial bagi mereka karena Stanley memiliki penglihatan tajam diatas rata-rata serta Bella yang bisa mendeteksi suhu panas mereka dengan sangat jelas.
Dalam waktu singkat Stanley sudah menghabisi setidaknya tiga puluh orang yang ada di pabrik, belum termasuk dua orang yang masih mematung dan tidak bergerak.
Stanley memandang dua orang itu dengan mata gelap. Dia menembak dahi mafia yang masih berjongkok di atas Meisya sebelum menendang mayatnya jauh-jauh dari Meisya.
Kemudian dia melirik ke arah Peskhov dengan sekilas sebelum dia merengkuh Meisya kedalam dekapannya. Dia punya rencana yang bagus untuk membalas perbuatan Peskhov terhadap Meisya. Dia tidak akan membiarkan pria itu mati dengan mudah!
Stanley melihat ke seluruh Meisya memastikan tidak ada luka apapun ditubuhnya setelah melepaskan tali yang mengikat tangan serta kaki Meisya.
Stanley melepaskan jaketnya kemudian menyelimuti tubuh Meisya yang kini pakaiannya yang sudah tidak layak dipakai membuat sebagian besar kulit putihnya terekspos.
"Uhm..." kesadaran Meisya kembali dan mengerang berusaha memberontak.
"Sstt.. Ini aku, tenanglah."
"Hunter?" panggil Meisya dengan suara yang lemas sembari mendongakkan wajahnya untuk melihat wajah Stanley.
"Hm. Aku disini."
"Hiks..hiks.. kau jahat! Aku membencimu! Kau jahat!" tuduh Meisya sambil memukul dada Stanley dengan lemah disertai tangisan yang hebat.
Untuk pertama kalinya, Meisya menunjukkan air matanya pada orang lain. Bahkan Leonard dan Dieter tidak pernah melihatnya menangis. Selama ini Meisya selalu menangis sendirian didalam kamarnya.
Dan entah kenapa begitu melihat wajah Hunter, perasaan takut serta kesedihan karena patah hatinya membuncah keluar tanpa bisa dibendung lagi.
Tiba-tiba saja Meisya melemparkan jaket yang menyelimutinya dengan kasar. "Panas. Rasanya panas sekali!" keluh Meisya dengan mata terpejam.
Panas? Suhu disekitar mereka sangat dingin tapi Meisya merasa panas? Stanley sama sekali tidak mengerti logika ini karena dia tidak tahu Meisya tadi dipaksa minum berakohol dengan kadar tinggi serta dua butir obat perangsang yang kuat.
Sebelum Stanley menemukan jawabannya dia segera mengacungkan pistolnya menghadap ke sebuah suara yang mencurigakan. Dia bisa melihat cukup jelas sosok seseorang berdiri didalam kegelapan. Sayangnya dia tidak bisa melihat wajahnya karena minim pencahayaan. Tapi dia tidak merasakan niatan jahat dari orang itu sehingga dia menahan pelatuknya tetap pada tempatnya.
"Apa kau adalah BZO?" tanya Stanley dengan curiga. "Kau yang menuntunku kemari?"
"Benar. Aku memang berterimakasih karena kau berhasil menyelamatkannya tepat waktu. Tapi.. kau tetap saja terlambat. Kau tidak pantas melindunginya. Serahkan dia pada kami, dia jauh lebih aman bersama kami."
Stanley memperat pelukannya pada Meisya yang semakin menggeliat dalam dekapannya karena efek obat perangsang.
"Kalau aku menolak?"
Bahkan Stanley sendiri sama sekali tidak percaya atas ucapannya. Apakah ini berarti tanpa sadar dia tidak ingin menyerahkan Meisya pada siapapun? Apakah ini berarti dia ingin melindungi Meisya sendiri? Dengan keinginannya sendiri?
"Tidak ada yang bisa kami lakukan kalau kau memaksa menahannya dan menyiksanya seperti yang biasa kau lakukan."
"..." entah kenapa dia menjadi seorang penjahat yang sedang didakwa oleh hakim di pengadilan. Seperti yang diduganya, selama ini BZO telah mengawasinya tanpa disadarinya.
"Belum saatnya kami muncul, kami juga tidak bisa terang-terangan melindungi Tuan Putri Meisya. Karena itu, jika kau ingin membawanya, kami tidak akan menghalangimu. Hanya saja.. jika sampai hal ini terjadi lagi karena kau tidak kompeten melindunginya, kami akan membawanya pergi tanpa kau duga."
"Uhm..uhm.." sekali lagi Meisya menggeliat dengan tidak nyaman. Dia mulai mengeluarkan keringat yang seharusnya tidak mungkin mengingat suhu dingin seperti ini.
Stanley sempat melirik ke arah Meisya untuk menenangkannya sehingga pria misterius tadi bisa menghilang tanpa disadarinya. Bahkan Bella sudah tidak mendeteksi suhu panas dari orang tadi.
Dengan cekatan, Stanley menggendong Meisya dan langsung berlari keluar menuju ke mobil dimana Joan sudah menunggunya.
"Astagaaa! Siapa itu?" Joan bertanya dengan terkesiap.
"Nanti saja. Sekarang langsung ke apertemen." perintah Stanley begitu masuk ke kursi belakang dengan Meisya yang duduk diatas pangkuannya.
Ting! Begitu mendengar suara di headset blutoothnya, Stanley langsung memberi perintah.
"Selenka, periksa Meimei sekarang!"
"Huh? Kalian dimana? Tunggu sebentar."
Stanley memang sengaja membuka 'pintu' bagi ruter sinyalnya khusus untuk Selenka. Dengan begitu, disaat Selenka kembali on, maka secara otomatis langsung terhubung pada jam eletriknya.
"Sayang, Meimei minum apa tadi? Didalam tubuhnya terdeteksi ada semacam obat perangsang dan juga alkohol dengan kadar sangat tinggi."
"Hubungi Angel dan suruh dia carikan dokter yang bisa dipercayainya. Beritahu dia kondisi Meimei saat ini."
"Oke."
"Panas.." keluh Meisya berulang kali sambil berusaha meronta untuk melepaskan jaketnya. Namun Stanley tidak membiarkannya.
Entah apa jadinya jika dia melihat kulit mulus dari tubuh indahnya. Apalagi, dia tidak mau ada pria lain yang melihatnya. Dia tidak rela Joan, seorang player kakap di dunia ini melihat kecantikan Meisya. Karena itu dia mendekap Meisya lebih erat menahan pergerakan apapun dari Meisya yang berusaha menyingkirkan jaketnya.
Sementara itu disuatu tempat yang tidak bisa didatangi manusia, seorang gadis tengah berkosentrasi didalam pusaran angin lembut mengelilinginya. Secara perlahan pusaran angin tersebut menghilang dan kedua mata gadis itu terbuka menunjukkan bola mata merah seperti darah segar.
"Bagaimana? Kau berhasil menyelamatkannya?" tanya seorang pria muda berambut pirang dengan busana kuno khas milik dari sebuah suku.
"Aku berhasil mengulur waktu." jawab gadis itu.
"Bagus. Sekarang kita kembali pada pelatihan kita. Waktumu semakin menipis."
Gadis itu menganggukkan kepala sebelum mengikuti pria muda tersebut. Namun untuk beberapa saat dia berbalik menoleh ke arah hamparan luas seperti sedang menatap seseorang yang berdiri disana.
"Aku tidak sabar ingin bertemu denganmu lagi, Meisya."