Jalan Keluar
Jalan Keluar
"MEISYA!"
Meisya tersontak kaget begitu namanya dipanggil dengan suara keras. Karena masih trauma dan takut karena kejadian kemarin, secara refleks kaki Meisya melangkah mundur dan kehilangan keseimbangan membuatnya jatuh. Untungnya, dengan sigap Stanley menahan tubuhnya sebelum kepalanya terbentur rak besi yang terletak tidak jauh dari posisi Meisya saat ini.
Hanya saja... posisi keduanya membuat jantung Meisya berdebar dengan kencang. Pasalnya, jemari Meisya kini memegang kain baju Stanley dengan kikuk sementara kedua tangan Stanley tengah melingkari tubuhnya... nyaris memeluknya! Seumur-umur, Meisya tidak pernah dipeluk.
Bahkan Keisha yang sudah seperti ibunya tidak pernah memeluknya. Seorang anggota kerajaan memang sangat jarang memeluk dan harus menjaga diri untuk menjunjung tinggi martabat mereka. Merangkul saja tidak pernah apalagi memeluk.
Yang biasa dilakukan hanya sebatas jabat tangan atau membungkuk memberi hormat. Atau untuk menunjukkan intimasi antara lawan jenis, sang pria akan mengecup punggung tangan sang wanita. Tidak lebih dari itu. Tindakan seperti mengecup kening atau mencium pipi kanan dan kiri sebagai sapaan yang dilakukan rakyat biasa sama sekali tidak ada di kamus pelatihan etika sebagai anggota kerajaan Heinest.
Sekarang.. Meisya harus berdekatan dengan seorang pria... tidak lain adalah pria yang dikaguminya! Meisya merasa panas di kedua pipinya dan jantungnya sama sekali tidak bisa dikendalikannya.
Belum lagi aroma tubuh yang dihirupnya sangat enak membuatnya terbuai dan ingin berlama-lama dipeluk seperti ini. Tapi, tidak. Dia tidak boleh terbuai. Orang ini sudah menolaknya bahkan sebelum dia menyatakan perasaannya. Dia harus menjauh! Harus!
Meisya berdehem kecil segera menegakkan tubuhnya dan melepas diri dari tatapan Stanley yang sama sekali tidak dimengertinya. Selesai mengucapkan terimakasih karena telah membantunya agar tidak jatuh, Meisya segera menghampiri Angel dan mengeluh berat guna meredakan jantungnya yang liar.
"Angel, kau tidak perlu berteriak seperti itu. Aku bisa mendengarmu kok." gerutu Meisya dengan memasang wajah cemberut.
"Lha, dari tadi aku memanggilmu kau sama sekali tidak bergerak. Apa yang kau pikirkan?"
"Tidak ada." jawab Meisya datar namun hatinya kembali sedih memikirkan situasinya sekarang.
Dengan anggun Meisya mulai menggulung spagetinya di garpunya sebelum menyuapkannya ke mulutnya sendiri. Belum selesai mengunyah isi mulutnya, Meisya tersedak dan terbatuk-batuk.
Bagaimana tidak? Siapa yang akan mengira dari begitu banyaknya kursi kosong, Stanley akan duduk disebelahnya? Pria ini bahkan menggeser kursinya mendekat dengan kursi Meisya.
"Ada apa?" Angel yang tadinya masih membersihkan dapur menengok ke arah Meisya penasaran. Lalu wajahnya dihiasi senyuman misterius yang belum pernah dilihat Meisya sebelumnya. "Aku baru ingat, bossku menyuruhku untuk menyelesaikan sebuah program. Aku pergi dulu ya."
Meisya buru-buru menangkap pergelangan tangan Angel yang melewatinya. Dia berusaha menahan gadis muda itu. Meisya menatap Angel dengan memelas memohonnya untuk tidak pergi melalui tatapan matanya.
Stanley merapatkan bibirnya berusaha menahan diri untuk tidak tertawa. Dia memang tidak tahu ekspresi Meisya saat ini karena gadis itu memunggunginya ketika menahan tangan Angel dari sisi lainnya. Tapi dia bisa membayangkan seperti apa wajah Meisya sekarang. Pasti gadis yang sedang memunggunginya ini sedang ketakutan.
Sementara Angel bisa melihat ekspresi keduanya dengan jelas karena dia sedang berdiri dan berhadapan dengan pasangan unik satu ini. Angel memiringkan kepalanya dengan tatapan seolah bertanya 'Kau ingin aku pergi atau tinggal?'
Stanley menjawabnya dengan menggerakkan dagunya kesebelah serta lirikan mata ke arah pintu keluar. Jelas sekali ekspresinya saat ini mengatakan 'Pergi sana, aku tidak mau diganggu.'
Angel memutar kedua matanya dengan malas kemudian menarik lembut sepasang tangan yang menggenggamnya dengan erat.
"Meimei, aku harus pergi."
Meisya menggelengkan kepalanya dengan halus berharap Stanley tidak menyadari pergerakan kepalanya. Sepasang mata coklat Meisya mulai berkaca-kaca dengan tatapan 'Jangan pergi'.
Cantiknya... pikir Angel merasa terpesona dengan kecantikan Meisya yang sedang memasang ekspresi ketakutan seperti ini. Ah, sayang sekali dia adalah perempuan. Coba kalau gendernya adalah lelaki. Dia akan bersaing keras dengan Stanley untuk mendapatkan hati wanita ini. Berbeda dengan Stanley, dia sama sekali tidak keberatan dengan perbedaan usia mereka. Dan dia tidak akan ragu untuk mendapatkan wanita berambut merah ini!
"Kau akan baik-baik saja. Hm?" dalam satu gerakan tegas, Angel melepaskan diri dari cengkraman Meisya dan langsung menghambur keluar meninggalkan Meisya dalam keputusasaannya.
Inikah yang namanya dikhianati? Tidak hanya dikhianati oleh kakaknya, kini dia juga harus ditinggal pergi oleh satu-satunya orang yang disebut sebagai sahabat. Gerutu Meisya dalam hati.
"Cepat makan, nanti keburu dingin."
Suara santai Stanley membuat bulu kuduk Meisya merinding. Dia tidak tahu kejahilan apa lagi yang ada dipikiran pria ini. Dia tidak tahu penindasan seperti apa yang akan diterimanya nanti. Tapi dia tahu satu hal. Mood pria ini sedang kumat untuk menindasnya.
Dengan terpaksa, Meisya memosisikan duduknya kembali menghadap meja makan dan memakan spageti dengan sangat perlahan. Dia tidak tahu rencana 'sadis' apa yang direncanakan pria ini, tapi setidaknya dia bisa mengulur waktu dengan berlambat-lambat menghabiskan pastanya.
Sayangnya, Stanley terlalu pintar untuk ditipunya. Dia langsung menyadari niatan Meisya yang ingin mengulur waktu.
"Kau ingin segera menghabiskan makananmu atau aku yang akan menyuapimu jika masih belum habis lima menit dari sekarang."
"Uhuk..uhuk.." untuk kedua kalinya Meisya tersedak makanannya. Kini perutnya sudah terasa penuh akibat minum air yang banyak gara-gara tersedak.
Begitu menghabiskan segelas air putih, Meisya menatap Stanley dengan perasaan jengkel.
Dia sudah tidak tahan lagi.. dia tidak terima diperlakukan seperti ini terus. Kenapa dia hanya bisa pasrah ditindas oleh pria tak berperasaan ini?
Mulutnya sudah terbuka siap meluapkan amarahnya. Namun lagi-lagi Meisya terpaku pada tempatnya sama sekali tidak menduga apa yang kini dilakukan Stanley padanya.
"Kau ini, kenapa makan seperti anak kecil?" Stanley mengucapkannya dengan nada lembut sembari menghapus sisa saus di ujung bibir Meisya dengan ibu jarinya sebelum mencicipi rasa saos kedalam mulutnya sendiri membuat Meisya mendelik tak percaya.
Seketika amarahnya lenyap digantikan rasa malu yang luar biasa.
Secara perlahan, Meisya menggeser kursinya menjauhi Stanley. Dia tidak kuat berdekatan dengan pria itu lebih lama lagi. Dia juga tidak ingin Stanley mendengar suara debaran jantungnya.
"Kau benar-benar ingin aku menyuapimu?"
Meisya menangis dalam hati. Kenapa suara Stanley kali ini terdengar seperti sedang mengancamnya?
Meisya hanya menggelengkan kepalanya untuk menjawab Stanley kemudian segera menghabiskan spagetinya. Dia tidak terburu-buru ataupun berlambat seperti sebelumnya. Kali ini dia memakannya dengan normal berusaha tidak memperdulikan tatapan intens dari orang yang duduk disebelahnya.
Setelah menghabiskan porsi bagiannya, Meisya bangkit berdiri untuk membersihkan piring kotornya. Namun Stanley melarangnya dan menyuruhnya untuk duduk di ruang utama.
Meisya mengernyit sama sekali tidak suka dengan sikap baik Stanley. Biasanya setelah bersikap baik, pria itu akan mengerjainya dan menakutinya yang sanggup membuat jantungnya terasa mau melompat karena saking takutnya.
Meisya sempat hendak menolak dan tidak ingin menerima kebaikannya, tapi begitu diancam dengan tatapan tajam pria itu, Meisya menyerah dan duduk di sofa dengan hati yang gelisah.
Dia bertanya-tanya apakah Stanley begitu kejamnya sehingga akan menindasnya setelah dia mengalami penculikan kemarin? Setidaknya pria itu tidak pernah sampai melukainya ataupun melakukan tindakan kekerasan.
Meskipun begitu, Meisya tetap tidak bisa menyingkirkan kemungkinan terburuknya setelah ini. Lagipula, walaupun dia ingin melarikan diri.. dia tidak memiliki siapa-siapa yang bisa dijadikan tempat pelariannya.
Kalau dia kembali ke istana, entah perintah apa dari Dieter yang akan menyudutkannya. Kalau dia meminta bantuan Leonard, tidak perlu diragukan lagi kakaknya pasti akan menolongnya. Tapi dia tidak mau Leonard terlibat dan malah dianggap pengkhianat oleh sang raja.
Ditambah lagi...
Meisya melirik ke arah dapur dimana Stanley sedang membersihkan piring-piring kotor dan merapikan meja makan.
Ingatannya kemarin malam memang agak buram, tapi Meisya masih ingat dengan jelas disaat Hunter menyelamatkannya.
Meisya menyalahkannya bahkan mengatakan bahwa dia membenci pria itu. Tapi Stanley tidak marah dan tetap melindunginya.
Dia merasa aman terlindungi jika ada pria itu disisinya. Sejujurnya, dia lebih merasa nyaman menghabiskan waktu bersama dengan Stanley. Meisya sungguh berharap Stanley mengubah kebiasaannya yang suka menindasnya.
Meisya mendesah pelan. Kalau begini caranya, sampai kapanpun dia tidak akan bisa menyingkirkan perasaannya terhadap pria itu.
Tidak lama kemudian, Stanley menghampirinya dengan membawa kursi untuk duduk berhadapan dengan Meisya.
"Kita harus bicara." ujar Stanley akhirnya membuat Meisya merasa lega.
Nada suara pada Stanley terdengar serius dan mendesak. Setidaknya untuk malam ini, tidak ada penindasan baginya.
"Bicara soal apa?" tanya Meisya yang mulai bisa rileks di tempat duduknya.
"Ini mengenai Peskhov. Aku berencana menangkapnya, tapi dia sudah kabur duluan. Aku rasa dia tidak akan berhenti sebelum mendapatkan apa yang diinginkannya."
Wajah Meisya memucat mendengarnya. Peskhov tidak akan berhenti? Jadi, kejadian seperti kemarin akan terulang lagi?
"Aku juga tidak bisa melindungimu sepanjang waktu. Terlebih lagi, batas waktu tiga bulan akan terlalui dengan cepat. Aku harus mengembalikanmu ke tempat asalmu secepatnya."
"..."
Meisya menundukkan kepalanya dengan perasaan kalut. Dia memang harus kembali. Selain untuk melenyapkan perasaannya terhadap Stanley, dia juga tidak ingin Stanley terlibat lebih dalam lagi.
"Kenapa kau tidak berhenti saja?" ujar Stanley akhirnya setelah keheningan selama beberapa menit. "Bukankah kau bisa memutuskan hubunganmu dengan keluarga Heinest? Dengan begitu, Peskhov tidak memiliki alasan untuk berhubungan dengan Heinest melalui pernikahan. Kau juga tidak perlu mengkhawatirkan pernikahan yang tidak kau inginkan."
Benar. Jika dia putus hubungan dengan keluarga Heinest, jika seandainya dia bukan lagi seorang putri kerajaan Prussia; dia tidak perlu mengkhawatirkan nasibnya yang harus menikah dengan orang yang tidak dicintainya.
Tapi.. Heinest tida akan melepasnya begitu saja. Dia tidak tahu kenapa dia dipandang spesial oleh raja sebelumnya. Dia tidak bisa sembarangan memutuskan tali hubungan darah dengan Heinest.
Hanya ada satu cara, satu-satunya jalan dimana dia bisa lepas dan tidak memakai nama Heinest lagi. Tapi cara itupun juga sangat mustahil baginya.
"Aku dengar satu-satunya cara kau lepas dari keluarga Heinest adalah menikah dengan orang pilihanmu?"
Meisya sangat terkejut mendengarnya. Darimana Stanley bisa mengetahuinya? Yang tahu akan persyaratan ini hanyalah raja sebelumnya, Dieter dan dirinya. Bahkan Leonard serta Keisha yang sangat dekat dengannyapun tidak mengetahui akan hal ini.
Meisya hendak bertanya darimana Stanley mengetahuinya saat pria itu melanjutkan kalimat yang lebih mengejutkan lagi.
"Bagaimana kalau menikah denganku?"