My Only Love: Aku Hanya Bisa Mencintaimu

Spin Off - Raymond (5) Menuju Ke Jalan Raya



Spin Off - Raymond (5) Menuju Ke Jalan Raya

Waktu itu Michelle sama sekali tidak memikirkan kemungkinan Anxia tidak ingin menjadi adiknya. Dia berpikir Anxia masih membutuhkan waktu untuk menerima orang lain sebagai keluarganya.     

Tapi kini… disaat Anxia berjalan menghampirinya dengan pisau di tangan kanannya… Mau tidak mau Michelle berpikir Anxia tidak mau menjadi adiknya lagi.     

"Malam itu, aku memaklumimu yang tidak ingin menjawab pertanyaanku. Aku pikir, kita masih memiliki banyak waktu untuk saling mengenal. Tapi… sepertinya kau sama sekali tidak ingin berhubungan dengan kami."     

Anxia berhenti persis dihadapan Michelle dan menundukkan kepalanya untuk melihat gadis itu yang terduduk di lantai dengan pandangan tanpa ekspresi. Sementara Michelle memandang Anxia yang berdiri dengan mendongakkan kepalanya sambil berlinang air mata.     

"Xiao Xia. Kumohon jangan lakukan ini." pinta Michelle masih mengharapkan sisi kebaikan yang tersisa yang mungkin masih ada didalam hati anak remaja itu.     

Anxia berjongkok untuk mensejajarkan pandangan matanya dengan Michelle. Kemudian dia menawarkan senyumannya yang biasa membuat Michelle tidak mengerti.     

Michelle sadar, Anxia sering tersenyum seperti ini disaat bersamanya dan kedua orangtuanya. Dia mengira Anxia tulus merasa senang saat menghabiskan waktu bersama mereka.     

Kini setelah dia mengetahui bahwa Anxia dikirim masuk kedalam keluarganya oleh master Yu, mau tidak mau Michelle merasa curiga bahwa senyuman yang selama ini diberikan Anxia adalah palsu.     

"Jiejie. Jangan terlalu tegang."     

Michelle menelan ludah dengan gugup saat mendengar suara Anxia dan tubuhnya menjadi tegang saat Anxia bergerak memeluknya.     

Satu menit, dua menit, hingga lima menit, Anxia tidak melakukan apa-apa selain memeluknya membuat Michelle menjadi rileks. Dia mengira dia berhasil membuat Anxia ingat akan hubungan mereka yang sangat dekat. Dia mengira setelah ini Anxia akan melepaskan ikatannya dan membiarkannya kabur.     

Tapi…     

Jleb!     

Michelle merasa oksigen pada paru-parunya diambil secara paksa saat merasakan tikaman pada perut kanannya.     

"An…xia…"     

"Kalau kau terlalu tegang, kau akan mati dalam kesakitan. Lebih baik kau mati tanpa terasa sakit." Anxia melepaskan pelukannya lalu memandang Michelle dengan ekspresi polos yang biasa ditunjukannya. "Bukankah begitu, jiejie?"     

Michelle tidak mampu bersuara karena terlalu syok. Matanya secara perlahan melirik kebawah dimana bajunya bersimbah dengan warna merah yang mencolok.     

"Selamat tinggal, jiejie."     

Tepat disaat Anxia mengucapkan kalimat itu, otak Michelle berhenti bekerja dan seluruh tubuhnya terasa mati rasa seakan jiwanya saat ini berada di dimensi lain. Dia sama sekali tidak sadar bahwa Anxia yang baru saja menghunusnya bangkit berdiri dan membuka tali ikatannya.     

Setelah itu dia beranjak keluar tanpa menutup pintunya. Barulah saat Anxia keluar, otak Michelle kembali berfungsi. Matanya yang sudah berlinang dengan air mata mengerling ke arah pintu yang terbuka lebar.     

Dia merasa ada sesuatu yang menarik jiwanya keluar dari tubuhnya seakan dewa kematian telah menjemputnya untuk membawa arwahnya ke dunia akhirat.     

Michelle tahu, cepat atau lambat dia pasti akan mati karena kehilangan banyak darah. Tapi… dia tidak ingin mati di tempat ini. Dia tidak ingin mati dimana orang tidak bisa menemukan tubuhnya.     

Jika dia harus mati hari itu juga, dia ingin seseorang menemukan mayatnya. Dia ingin setidaknya ada orang yang baik memberikan pemakaman yang layak untuknya. Dia bahkan berharap seseorang bisa mengenali identitasnya dan menguburnya di kuburan pribadi milik keluarganya.     

Keinginan terbesarnya adalah agar orang yang menemukannya menghubungi polisi dan menyelidiki pelaku yang berusaha membunuhnya.     

Michelle tidak tahu apakah dia sedang beruntung ataukah anak buah Master Yu merasa yakin dia sudah mati sehingga tidak ada siapa-siapa di tempat ini tanpa tahu ada dua pasang mata yang mengawasinya dari balik bayangan, Michelle berjalan keluar menuju ke jalan raya.     

Begitu punggung Michelle menghilang dari pandangan dua pasang mata tersebut, pemilik empat mata itu keluar dari tempat persembunyian mereka.     

"Dia belum mati. Kau sengaja tidak langsung mengincar organ vitalnya?"     

"Bagaimana mungkin aku bisa langsung membunuhnya? Walaupun aku sangat membencinya, aku tetap tidak bisa menyingkirkan kenyataan dia tulus menyayangiku."     

"Master Yu tidak akan suka jika mengetahui dia masih hidup."     

"Maka kita tidak perlu memberitahunya. Jika dia beruntung, dia akan hidup. Jika tidak, dia tetap akan mati." setelah mengatakannya dengan tanpa perasaan, Qiao Anxia berbalik dan berjalan untuk menyusul majikannya dengan Ling Meng yang akan membantunya menjadi saksi bahwa Michelle Wong telah mati didalam gedung tak berpenghuni ini.     

Michelle sama sekali tidak tahu apa yang telah dilakukan Anxia untuknya secara diam-diam. Anxia sengaja membuka pintu lebar-lebar agar Michelle bisa pergi dengan mudah. Dia juga tidak tahu bahwa Anxia telah melepaskan talinya dan mengira bahwa ikatan talinya melonggar dan terlepas begitu saja.     

Yang dia tahu, Qiao Anxia telah menikamnya dengan pisau bersamaan memutuskan tali hubungan persaudaraan mereka.     

Mulai detik Anxia menghunuskan pisau ke perutnya, Michelle telah menganggap Anxia bukanlah adiknya dan resmi menjadi sumber kebenciannya.     

Michelle berjalan dan terus berusaha berjalan sambil menekan bagian perutnya yang masih terdapat pisau yang menembus kedalam perutnya. Rasa-rasanya kepalanya terasa pusing dan kelopak matanya terasa berat.     

Dia merasa dia akan jatuh pingsan saat itu juga namun dia memaksakan dirinya sendiri untuk bertahan. Dia melarang tubuhnya untuk tumbang sebelum dia menemukan jalan raya.     

Pandangannya mulai kabur seakan dia telah memejamkan matanya. Tidak, matanya masih terbuka dan masih ada cahaya yang masuk akibat sinar matahari. Tapi cahaya tersebut terlihat begitu menyilaukan membuatnya tidak bisa melihat apa-apa selain warna putih saja.     

Bukannya dia tidak tahan melihat cahaya matahari, tapi dia sudah tidak sadarkan diri, namun alam bawah sadarnya membuatnya terus berjalan lurus ke depan.     

Keringat bercucuran mulai dari ujung kepalanya hingga turun membasahai baju putih bagian belakangnya. Sementara pada bagian depan bajunya telah dipenuhi dengan warna merah karena darah yang keluar tanpa bisa dihentikan dari perutnya.     

'Michelle,'     

Michelle merasa ingin menyerah dan tidak ingin bergerak karena rasa sakit yang luar biasa ini. Tapi saat dia mendengar namanya dipanggil seseorang, Michelle menguatkan dirinya untuk membuka matanya.     

Disana dia melihat ibunya yang tengah tersenyum ke arahnya sambil mengulurkan sebelah tangan ke arahnya.     

'Michelle, jangan takut. Kami akan selalu bersamamu.'     

"Ma…mama, papa…" Michelle merasakan sesuatu yang hangat mendorong punggungnya untuk terus melangkah ke depan. Dia merasa dia mendapatkan kekuatan baru disaat melihat kedua orangtuanya di depan matanya.     

Apakah dia sedang melihat kenangannya? Bukankah ada yang mengatakan seseorang akan melihat masa lalunya yang bahagia disaat maut hendak menjemputnya?     

Apakah ini berarti dia akan segera menemui ajalnya? Apakah dia akan bisa bertemu dengan ayah ibunya di surga?     

Michelle mengira bayangan ayah serta ibunya di depan matanya adalah sungguhan sehingga dia mengarahkan kedua tangannya ke arah dua bayangan tersebut.     

Namun disaat tangannya meraih kedua orangtuanya, bayangan mereka menghilang digantikan oleh sebuah jalan raya yang sangat lebar.     

Jalan raya!     

Dia berhasil mencapai ke jalanan utama!     

Ciiiiiiitt!!!     

Suara terakhir yang didengarnya adalah suara mobil yang mengerem mendadak sebelum akhirnya Michelle terjatuh tidak sadarkan diri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.