Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Kapal The Dragonite



Kapal The Dragonite

Therius akan menunggu untuk melihat apakah Heron mengira dirinya memang ada di kapal kemudian pergi begitu saja setelah The Coralia jatuh.     

Sebab jika Heron mengira Therius sudah mati bersama kapalnya, maka Heron akan segera pulang kembali ke Akkadia dan orang-orang di pangkalan Daneria dapat bernapas lega.     

Namun, jika mereka memutuskan untuk kembali ke Daneria dan menghancurkan pangkalan, semua orang di pangkalan Daneria harus bersiap-siap untuk berperang.     

Mereka memperhatikan situasi langit di atas mereka dengan seksama melalui layar di dek observasi. Dada Emma terasa berdebar-debar saat ia melihat pesawat Coralia melesat keluar dari atmosfer Daneria. Di langit mereka melihat ada sebuah pesawat yang menunggu Coralia mengangkasa.     

"Ugh..." Suara Therius terdengar frustrasi, membuat Emma menoleh ke arahnya. Ia melihat laki-laki itu mengepalkan tinjunya ke samping. Ia dapat melihat ekspresi kuatir dan marah, berpadu di wajah Therius. Ia kini sudah cukup mengenal Therius untuk mengerti bahwa sang pangeran sedang gusar.     

Pangeran Putra Mahkota Akkadia ini pasti sangat menguatirkan orang-orangnya yang ada di kapal.     

"Itu kapal sepupumu, kan?" tanya Emma sambil menunjuk ke arah titik kecil di layar.     

Ia tidak melihat ada kapal lain di luar angkasa. Apakah Heron menaiki kapal perang ke sini? Inikah kapal yang akan membantai The Coralia dan segenap awaknya?     

"Benar," kata Therius. Ia sedang sangat kesal, dan tidak mau bicara tetapi karena Emma yang bertanya, ia tetap menjawab pertanyaan gadis itu.     

"Apakah itu kapal perangnya?" tanya Emma lagi. Ia mengigit bibirnya karena memikirkan nasib Natan dan Haoran di klinik.     

"Bukan," kata Therius. "Kapal perangnya akan segera muncul."     

Benar saja kata-katanya, sepuluh detik kemudian tiba-tiba muncul sebuah titik di layar entah dari mana. Ukurannya sepuluh kali lipat lebih besar dari kapal The Coralia.     

Kemunculannya begitu tiba-tiba dan mengagetkan Emma dan orang-orang lain yang menyaksikan di ruangan itu.     

Semua orang yang ada di dek observasi serentak menahan napas. Hanya Therius yang tampak tenang dan seolah sudah mengetahui apa yang akan terjadi.     

Ternyata kapal perang yang dibawa Heron tadi bergerak dengan mode siluman, untuk menghindari tangkapan radar. Kini mereka sudah menunjukkan diri dan siap menyerang The Coralia.     

"Oh Tuhan..." Emma memegang tangan Therius erat-erat dengan wajah berduka. Ia tidak sanggup melihat apa yang akan terjadi. Ugh... ini sungguh buruk, pikir semua orang dalam hati.     

Langit di atas Daneria akan segera menjadi ladang pembantaian....     

Saul adalah seorang kapten yang berpengalaman. Ia telah banyak makan asam garam dalam memimpin kru kapal antariksa selama hampir dua puluh tahun.     

Ia tidak tinggal diam menerima kematian walaupun di depannya sudah menghadang sebuah kapal perang besar yang dilengkapi persenjataan lengkap, sementara mereka hanya memiliki perisai dan senjata seadanya untuk keperluan melindungi diri di dalam perjalanan sipil.     

Tanpa diduga-duga, kapal The Coralia tiba-tiba melakukan gerakan menukik dan melesat kabur menjauhi kedua kapal musuh. Orang-orang di pangkalan Daneria tidak dapat menangkap transmisi komunikasi di antara ketiga kapal tersebut dan menduga Saul langsung berusaha melarikan kapalnya untuk mengalihkan perhatian musuh dari pangkalan di Daneria.     

Saul tahu bahwa jika mereka tampak pasrah dan siap menerima kematian, Heron justru akan menjadi curiga bahwa kepergian The Coralia hanyalah sebagai umpan.     

Karena itulah Saul berusaha membuat seolah The Coralia berusaha melarikan diri habis-habisan. Ia berharap usahanya itu akan dapat membuat Heron terpancing.     

Benar saja, kapal Heron dan kapal perang yang membuntutinya segera mengejar The Coralia dengan kecepatan tinggi.     

BOOM     

BOOM     

Orang-orang di dek observasi dapat melihat kilatan demi kilatan di layar. Semua orang segera menahan napas ketika mereka menyadari kapal perang yang membuntuti The Coralia mulai melayangkan tembakan.     

Serangan laser tidak dapat terlihat di luar angkasa, tetapi mereka dapat melihatnya di radar.     

Kapal The Coralia berhasil menghindar dengan melakukan berbagai gerakan zig zag dan manuver-manuver rumit lainnya. Namun beberapa kali tembakan yang diluncurkan nyaris mengenai badan kapal.     

Semua orang menjadi sangat tegang. Rasanya waktu beberapa menit di dalam dek observasi terasa seperti berabad-abad.     

"Oh..."     

"Tidak..."     

Tak seorang pun sanggup bernapas menyaksikan apa yang terjadi di layar. Langit di luar ruangan tampak begitu cerah dan indah. Udaranya hangat dan menyenangkan, seperti suatu hari yang sempurna di musim panas.     

Tak seorang pun akan menduga bahwa di atas sana sedang terjadi kejar-kejaran dan usaha pembantaian yang mengerikan.     

Emma tidak sanggup melihat apa yang terjadi, tetapi ia memaksakan diri untuk terus melihat ke layar. Ia harus memetakan dalam ingatannya peristiwa yang terjadi hari ini. Ia harus mengingat ini seumur hidupnya dan membalaskan dendam orang-orang yang mati di kapal The Coralia.     

Therius mengeratkan pegangannya pada tangan Emma. Keduanya dikuasai emosi dan dendam pada saat yang sama. Wajah mereka tampak dirembesi air mata dan mata keduanya dipenuhi kemurkaan.     

Orang-orang yang melihat Therius dan Emma tampak begitu mirip dan memancarkan aura serta kemurkaan yang sama, menjadi terpesona dan membayangkan betapa keduanya adalah pasangan Avena.     

Pasangan Avena adalah orang-orang yang ditakdirkan untuk bersama sejak sebelum lahir, sehingga mereka memiliki penampilan fisik yang mirip.     

Mereka adalah orang yang beruntung karena dapat menemukan pasangan hidupnya hanya dari kemiripan penampilan fisik saja, persis seperti yang dikatakan Xion kepada Emma.     

BOOM     

Kapal The Coralia masih melakukan berbagai manuver berbahaya untuk menghindari serangan kapal perang Akkadia yang dibawa Heron dan sepertinya tinggal tunggu waktu saja hingga salah satu tembakan senjata dari pihak musuh itu akan mengenai sasaran.     

"Aku tak sanggup lagi melihat ini..." gumam Professor Amara dengan suara menahan tangis.     

Ia terhuyung dan duduk di salah satu kursi yang ada di sudut ruangan. Wanita separuh baya yang biasanya terlihat cerdas dan tangguh itu kini membenamkan wajahnya di kedua tangan.     

Ia sebenarnya tidak ingin menurunkan semangat dan ketabahan orang-orang yang ada di dek observasi bersamanya, tetapi ia sungguh merasa hancur hati membayangkan pembantaian yang sedang berlangsung di atas sana.     

Ia sudah tidak sanggup lagi...     

Begitu ia duduk, tiba-tiba saja tembakan terakhir dari musuh berhasil mengenai bagian belakang The Coralia.     

"Ahhh!" Semua orang serentak berseru tertahan.     

Pesawat riset itu seketika melambat dan tidak dapat lagi melakukan manuver untuk kabur.     

Habislah sudah.     

Pembantaian akan segera terjadi... dan semua ini akan berakhir.     

Kapal Heron dan kapal perangnya bergerak cepat mendekati The Coralia, lalu berhenti. Kapal perang tampak siap meluncurkan tembakan terakhir untuk menghabisi The Coralia.     

Ini terlihat seperti eksekusi.     

Akhirnya... Emma pun tidak sanggup lagi melihat. Ia memejamkan matanya dan menahan tangis. Ia teringat wajah Haoran yang terakhir kali dilihatnya di klinik Natan.     

Ia tidak akan pernah bertemu Haoran lagi. Ia tak akan pernah melihat wajah tampan itu lagi...     

Emma tak akan pernah melihat Haoran bangun dan tersenyum kepadanya...     

Ia benar-benar merasa patah hati.     

"Hey!! Lihat siapa yang datang!!!!"     

Sepasang mata topaz Emma seketika terbuka ketika mendengar suara yang bernada antusias itu dari sampingnya.     

Ia melihat Atila menatap layar dengan wajah terkejut tetapi disertai kelegaan. Emma menoleh ke arah Therius dan menemukan pemuda itu juga menampilkan ekspresi yang sama.     

"Itu Kapal Perang The Dragonite di bawah pimpinan Jenderal Moria..." kata Therius pelan sambil menunjuk ke layar. "Ia setia kepadaku."     

Emma menoleh kembali ke layar dan menemukan telah muncul satu titik yang berukuran sepuluh kali lipat dari kapal perang yang dibawa Heron, entah datang dari mana.     

"Hanya Jenderal Moria yang bisa mengomandoi Dragonite. Itu adalah kapal perang terbesar di Akkadia," Atila menjelaskan. Suaranya terdengar sangat lega. Air mata telah membasahi pipinya.     

Ia lalu menangis terisak-isak. Bukan karena sedih, melainkan bahagia.     

Mereka tidak ada yang tahu mengapa tiba-tiba kapal perang terbesar Akkadia bisa ada di atas langit Daneria seperti ini.     

Hanya Therius yang dapat menduga bahwa Xion mungkin ada hubungannya dengan peristiwa ini.     

Karena itukah Xion tadi terluka? Apakah ia kembali ke masa lalu dan mengirimkan pesan agar Jenderal Moria mengirim bantuan?     

Therius mulai memikirkan kemungkinan itu. Ia tidak merasa mengirim permintaan bantuan kepada Jenderal Moria. Jarak dari sini ke Akkadia terlalu jauh.     

Permintaan itu haruslah dikirim beberapa bulan yang lalu saat mereka masih dalam perjalanan dari bumi menuju Daneria, ketika ia mengirim kapal messenger setelah menonton semua laporannya bersama Emma.     

Pasti Xion yang melakukannya!     

Emma tidak tahu siapa Jenderal Moria itu dan reputasinya serta seperti apa The Dragonite itu, tetapi ia menduga bahwa kapal perang yang tiba-tiba muncul itu tentu membawa kabar baik, kalau melihat betapa wajah Therius seketika tampak menjadi cerah.     

"Kita selamat..." desah Atila lega. Emma dan Therius tidak sanggup berkata-kata. Keduanya hanya terdiam dan menatap layar dengan jantung berdegup sama kencangnya.     

Orang-orang lain yang ada di dek observasi menekap bibir mereka dan saling pandang dengan ekspresi lega.     

Profesor Amara mengangkat wajahnya dari kedua tangannya yang gemetaran. Ia perlu waktu beberapa saat sebelum dapat memahami apa yang terjadi. Rasanya ini sulit dipercaya.     

Ia pun menangis terisak-isak. Ia tadinya mengira mereka akan terjebak dalam pembantaian dan menjadi korban. Untungnya hal itu tidak terjadi.     

Semua pesawat di angkasa tampak berhenti bergerak. Emma dapat menduga kedatangan Jenderal Moria yang tiba-tiba membuat Heron sangat terkejut dan kehilangan akal.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.