Siap Berperang
Siap Berperang
Ia sadar bahwa Saul benar. Ia tidak boleh egois tidak boleh membiarkan begitu banyak orang mati sia-sia demi dirinya.
Akhirnya, dengan air mata berderai Emang berlari ke klinik dokter Salas.
Maafkan aku...
Situasinya menjadi begitu buruk.
Maafkan aku...
Ia harus melihat Haoran untuk terakhir kalinya... Ia tidak mungkin pergi begitu saja tanpa mengucapkan selamat berpisah. Emma benar-benar patah hati. Ia berlari menuju klinik Natan sambil menahan tangis.
Therius ikut berlari mengejar Emma. Ia dapat menduga akhirnya Emma mengambil keputusan untuk keluar dari kapal. Mungkin Emma pergi ke klinik dokter Salas agar dapat melihat Haoran untuk yang terakhir kalinya sebelum ia terpaksa harus keluar dari kapal.
Therius tahu Emma adalah gadis yang memiliki pikiran logis dan berhati baik. Perasaannya pasti tadi tersentuh saat melihat bagaimana semua awak kapal di anjungan berlutut dan memohon kepadanya agar rela meninggalkan kapal demi mereka.
Ia tahu Emma bukanlah gadis yang tidak memiliki belas kasihan.
Therius sangat menghargai pengorbanan Emma kali ini. Ia bertekad akan menghukum sepupunya, Pangeran Heron, dan membalas semua perbuatannya dengan hukuman yang pantas.
Ia juga akan memastikan seisi keluarga besar dan pendukung sepupu-sepupunya tidak akan memperoleh kesempatan untuk memberontak kepadanya di masa mendatang.
Emma berlari menuju klinik Natan tanpa mempedulikan sekelilingnya. Begitu ia tiba di dalam, tanpa mengacuhkan Natan dan Attila yang sedang merawat Xion, ia segera masuk ke ruangan khusus tempat Haoran dirawat.
Therius yang tiba di belakangnya segera memberi tanda kepada Atila dan Nathan untuk menyiapkan Xion agar segera dibawa keluar dari pesawat.
"Atila, Dokter Salas, kita harus segera keluar dari sini. The Coralia akan mengangkasa dan mengalihkan perhatian musuh, sementara kita akan menunggu di Daneria sampai situasi aman," katanya memberi penjelasan.
Atila dan Natan tertegun. Mereka berdua kaget mendengar ucapan Therius. Namun demikian, mereka adalah orang-orang yang sangat cerdas. Dengan cepat mereka melakukan apa yang diperintahkan oleh Therius.
Semua mesin dan peralatan medis yang terhubung ke tubuh Xion segera dilepaskan dan mereka bekerja sama mengangkat tubuh pemuda yang terluka itu ke tempat tidur dorong.
Natan menoleh ke belakang, ke arah pintu menuju ruang perawatan Haoran dan sepasang matanya tampak dipenuhi tanda tanya.
Apa yang sedang dilakukan Nona Emma di situ?
Apa yang harus kita lakukan kepada pasien koma di sana?
Therius menganggukkan kepalanya. Natan lalu balas mengangguk. Ia mengerti bahwa Therius ingin agar Natan bicara kepada Emma sebagai dokter yang merawat Haoran.
Laki-laki itu lalu masuk ke dalam ruang perawatan untuk mencari Emma.
"Nona, Anda harus pergi sekarang," katanya dengan suara serak.
Natan sangat mengerti betapa perasaan Emma seolah hancur saat ia tahu bahwa ia harus meninggalkan Haoran di kapal sementara ia pergi menyelamatkan diri.
Gadis itu menempelkan kedua telapak tangannya di atas kaca kapsul perawatan Haoran, seolah berusaha menyentuh tubuh suaminya. Sepasang mata topaz Emma bersimbah air mata yang mengalir dengan deras.
Ia lalu menoleh kepada Natan dan bertanya dengan suara yang terbata-bata. "Dokter Salas... Bisakah kita membawanya?"
Natan terpaksa menggeleng lemah. Ia terpaksa harus menyampaikan kebenaran ini walaupun sangat menyakitkan.
"Nona, saat ini nyawa teman Anda bergantung pada semua alat pendukung kehidupan (life support system) di berbagai mesin itu. Kalau kita melepaskan semua peralatan medis dari tubuhnya, itu sama saja dengan kita mencabut semua perlengkapan penunjang kehidupannya. Teman Nona akan mati."
Emma menekap bibirnya dan mendesah sedih. Natan melanjutkan kata-katanya dengan nada penuh simpati.
"Kalau kita membiarkannya di sini dan ada kemungkinan kapal Coralia berhasil melarikan diri dari serangan musuh, maka teman Nona akan tetap selamat. Sekarang, pilihan ada di tangan Anda."
Emma mengangguk. Ia mengerti saat ini ia dihadapkan pada pilihan yang seperti judi. Kalau mereka membawa Haoran keluar dari kapal dan melepaskannya dari semua mesin pendukung kehidupannya, maka sudah pasti Haoran akan mati.
Namun demikian, setidaknya Emma akan tetap memiliki tubuh suaminya.
Sementara itu, kalau Emma meninggalkannya di atas kapal, ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Kemungkinan pertama, kapal The Coralia akan berhasil melarikan diri dan semua penumpannya akan selamat, termasuk Haoran.
Kemungkinan kedua, kapal The Coralia akan ditembak hancur oleh kapal perang yang dibawa Heron. Kalau itu sampai terjadi, maka semua orang yang ada di atas kapal, termasuk Haoran juga akan mati dan Emma tidak akan dapat melihat tubuhnya lagi.
Kini, pilihan ada di tangan Emma. Apakah ia ingin mencabut nyawa Haoran sekarang atau bertaruh dengan nasib dan berharap Haoran beserta kapal The Coralia akan selamat.
"Baiklah kalau begitu," bisik Emma dengan suara sedih. Ia akhirnya mengambil keputusan. Ia mengangkat wajahnya dan menatap Natan dengan ekspresi memohon.
"Natan, maukah kau tinggal di kapal untuk memastikan kondisi Haoran tetap baik-baik saja? Kalau Coralia berhasil melarikan diri, aku akan membutuhkanmu untuk terus merawat Haoran," pintanya kepada Natan dengan suara lemah.
Natan mengerti maksud Emma. Ia mengangguk sambil tersenyum. "Tentu saja, Nona. Aku akan melakukannya."
"Terima kasih, Natan." Emma mendesah lega. "Kalau kau ikut dengan kami, seandainya kapal The Coralia berhasil selamat dari serangan musuh, maka tidak akan ada yang dapat merawat Haoran di kapal. Jadi aku sangat berterima kasih karena kau mau tinggal menemaninya..."
Natan mengerti bahwa perintah ini berarti dia juga harus mempertaruhkan nyawanya di Coralia.
Sangat kecil kemungkinan Kapal Coralia akan selamat.
Sehingga, kalau ia tetap tinggal di kapal ini maka Natan juga juga akan mati bersama semua awak kapal dan penumpang lainnya.
Ini adalah keputusan yang sangat berat. Namun, ia tidak sampai hati untuk menolak permintaan Emma.
"Aku mengerti, Nona. Aku akan melakukan semua perintah Anda. Aku akan merawat teman Nona dan mari kita berharap dewa-dewa akan berada di pihak kita sehingga kapal The Coralia akan selamat."
Emma mengangguk. Ia menempelkan telapak tangannya ke kaca kapsul, seolah-olah menyentuh dada Haoran. Ia berusaha menyimpan baik-baik wajah suaminya di dalam hatinya.
Ini mungkin akan menjadi saat terakhir dapat Emma melihat wajah tampan itu.
Air matanya kembali mengalir deras.
"Kita harus segera pergi." Terdengar suara Therius dari luar.
Emma mengangguk dan mengusap air matanya. Ia berusaha menegarkan diri. Ia lalu bangkit dan berjalan menuju pintu untuk menemui Therius. Ia sama sekali tidak berusaha menoleh ke belakang.
Emma takut kalau sampai ia menoleh dan melihat wajah Haoran sekali lagi, maka semua tekadnya akan hilang.
Ia berjalan menjajari langkah Therius diikuti Atila. Mereka mendorong tempat tidur medis tempat Xion dibaringkan.
"Semua staf riset keluar! Biarkan awak kapal saja yang berada di kapal. Kita tidak punya banyak waktu."
Terdengar pengumuman berbunyi di setiap lantai dan orang-orang yang tadinya sudah siap untuk berangkat segera berhamburan keluar.
Mereka bertanya-tanya apa yang terjadi sebenarnya sehingga kini mereka justru diperintahkan untuk meninggalkan kapal. Namun demikian, mereka tetap patuh dan meninggalkan kapal secepatnya.
Dalam waktu tidak terlalu lama, semua orang yang bukan awak kapal, yaitu anggota tim riset dan prajurit sudah turun dari kapal Coralia.
Beberapa awak segera membawa Xion ke klinik di pangkalan untuk segera mendapatkan perawatan sementara Ema dan Therius berdiri tegak menatap pesawat Coralia yang segera lepas landas.
"Sampai jumpa, Yang Mulia. Kami bangga bisa bekerja berdampingan dengan Anda selama 8 bulan terakhir," kata Saul, berpamitan untuk terakhir kalinya.
Wajah Therius tampak membesi. Ia benar-benar murka karena Heron mengakibatkan kematian begitu banyak orang yang penting baginya.
"Awas kau, Heron. Aku tidak akan memaafkanmu..." desisnya. Ia sungguh murka dan bahkan tidak dapat menyembunyikan perasaannya di balik ekspresi datar seperti biasanya.
Mereka semua masih menatap langit sampai beberapa menit setelah kapal The Coralia menghilang. Therius mengerti bahwa Saul sebagai seorang kapten berpengalaman lebih tahu bagaimana melakukan manuver-manuver untuk menghindari intaian musuh.
Namun, ia juga sadar bahwa sangat kecil kemungkinan bagi para awak kapal itu untuk selamat. Hal ini membuatnya cukup terpukul.
Ia telah terjun ke politik selama sepuluh tahun sejak diangkat menjadi putra mahkota sepuluh tahun lalu... tetapi ia belum pernah harus mengorbankan orang sebanyak ini.
Setelah The Coralia benar-benar hilang dari pandangan, ia kemudian berbalik masuk ke dalam gedung utama dan mencari Profesor Amara.
Therius menjelaskan dengan singkat apa yang telah terjadi. Ia lalu meminta dibawa ke ruang observasi untuk mengamati apa yang terjadi di langit di atas mereka.
Kalau sampai Heron menduga Therius ada di kapal Coralia, maka ia pasti akan memutuskan untuk menembak kapal itu hingga jatuh dan menghancurkannya. Saul akan membuat seolah-olah kapalnya berisi putra mahkota dan ingin melarikan diri dari kejaran Heron.
Therius akan menunggu untuk melihat apakah Heron mengira dirinya memang ada di kapal kemudian pergi begitu saja setelah The Coralia jatuh.
Sebab jika Heron mengira Therius sudah mati bersama kapalnya, maka Heron akan segera pulang kembali ke Akkadia dan orang-orang di pangkalan Daneria dapat bernapas lega.
Namun, jika mereka memutuskan untuk kembali ke Daneria dan menghancurkan pangkalan, semua orang di pangkalan Daneria harus bersiap-siap untuk berperang.