Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Kemunculan Xion



Kemunculan Xion

"Ugh..! Gadis ini lemah sekali. Segitu saja sudah pingsan. Dasar lemah ..." Izia menggerutu sambil berusaha menangkap tubuh Emma sebelum jatuh menyentuh tanah. Wajah sadis wanita itu tampak sangat kesal.     

Namun, sebelum ia dapat menyeret Emma kembali ke kapal, entah dari mana datangnya, tiba-tiba beberapa sulur tanaman muncul dan membeli tubuh dan kedua tangan dan kaki Izia. Sulur itu menarik tangannya dan mengikatnya ke belakang punggungnya.     

Izia tampak sangat marah ketika tubuhnya dililit sulur tanaman yang begitu kuat secara begitu tiba-tiba. Ia berusaha melepaskan diri tetapi sulur itu malah mengikatnya semakin ketat, hingga ia hampir kehabisan napas.     

"Kau seorang herbomancer!" seru Izia keheranan sekaligus takjub. Tadinya ia mengira Putri Emma adalah seorang gadis lemah yang tidak berdaya. Ia baru menyadari bahwa gadis itu ternyata hanya berpura-pura.     

Dengan marah Izia mengerahkan tenaga dalamnya untuk mengalirkan listrik di seluruh tubuhnya. Saat tubuhnya menyengat dengan listrik tegangan tinggi, sulur-sulur yang membelit tangan dan kakinya satu persatu menjadi putus dan jatuh ke tanah.     

"Ha. Senjata murahanmu tidak berdaya melawanku!" seru Izia sambil tertawa mengejek.     

Emma melompat menjauh dan membebaskan diri dari Izia. "Lepaskan aku!"     

"Keparat kau! Ternyata dari tadi kau hanya berpura-pura lemah. Huh... kau hanya seorang herbomancer. Kekuatanmu tidak ada apa-apanya untuk menghadapi sengatan listrikku!" tukas Izia sambil berkacak pinggang.     

Tubuh wanita anggun itu tampak diliputi oleh petir dan kilat. Berbagai sulur tanaman yang membelit tubuh Izia akhirnya putus semua. Ia segera melompat dan menyerang Emma dengan sambaran petir tegangan rendah.     

Sementara itu, Emma masih terus berusaha mengerahkan kekuatannya dan menciptakan sulur baru yang mengejar Izia dan menahan langkahnya.     

Walaupun ikatan itu tidak dapat bertahan lama, namun dapat sedikit memperlambat gerakan Izia. Dengan tidak sabar Izia kembali memutus mereka satu persatu.     

"Rasakan ini! Hyaaa...!!" Setelah memutus sulur terakhir yang menghalangi kakinya untuk bergerak, Izia bergerak menghantamkan petir ke arah Emma dengan tangan kanannya.     

Emma dapat segera menilai tingkat kekuatan petir yang mengarah kepadanya dan ia tidak berusaha menghindar. Serangan Izia tidak terlalu kuat dan tidak akan melukainya.     

Setengah detik kemudian wajah Izia segera berubah. Ia tertegun dan membeku di tempatnya. Wanita itu baru menyadari bahwa petir yang dikirimnya barusan diterima Emma dengan sangat tenang.     

Ada kilatan cahaya menyambar-nyambar saat petir itu mengenai dada Emma, tetapi alih-alih jatuh terkapar atau terluka, gadis itu malah terlihat menikmatinya.     

Memang serangannya barusan tidak terlalu sadis, tetapi manusia biasa pasti akan tersengat dan terluka. Namun Emma tidak demikian.     

"Gila.. apakah.. apakah dia juga seorang electromancer??" Izia hanya dapat bertanya kepada dirinya sendiri.     

Dugaannya segera terbukti karena Emma kemudian membalasnya dengan mengirim balik serangan petir ke arah Izia.     

Emma merasa sudah tidak ada gunanya menutupi kemampuannya sebagai electromancer (pengendali petir), karena mereka sekarang jelas berada dalam kondisi antara hidup dan mati.     

Ia juga telah membaca pikiran Heron dan mengetahui tentang rencananya untuk membunuh Therius dan menghancurkan kapal The Coralia.     

Awas kau kalau berani, pikirnya marah. Ada Haoran di kapal The Coralia. Tidak akan kumaafkan! Siapa pun yang berani mengganggunya harus berhadapan denganku!     

Izia menahan serangan petir dari Emma dengan serangan petir yang sama. Kedua sambaran petir mereka bertemu di udara sehingga menimbulkan cahaya menyilaukan dan bunyi ledakan guruh yang memekakkan telinga.     

Walaupun Heron sudah menegaskan bahwa Izia tidak boleh menyakiti Emma dan ia harus membawanya hidup-hidup ke kapal, kali ini Izia tidak lagi dapat menahan diri. Kalau ia terus-terusan mengalah, maka justru ia yang akan terluka oleh serangan Emma.     

Gila... ternyata putri ini adalah seorang pengendali banyak elemen, pikir Izia dengan jerih.     

Ia melompat ke kanan dan ke kiri untuk menghindari serangan petir Emma dan sulur tanaman yang mengejarnya kemana pun ia pergi.     

"Kau keras kepala!" tukas Izia. Jangan salahkan aku kalau berbuat kasar..." Ia melompat ke atas sebuah travs yang diparkir tidak jauh dari mereka dan bersiap untuk menyerang Emma dengan sambaran petir tingkat tinggi.     

HYAAAAA!!!     

Emma segera menyadari bahwa kali ini Izia tidak akan memberinya keringanan dan menyerangnya dengan sekuat tenaga. Saat petir dari Izia menyambar, Emma dengan sigap segera melesat terbang ke udara.     

DUARRR     

Tanah tempatnya berdiri barusan telah disambar kilatan petir yang menyilaukan dan segera terlihat bekas gosong di permukaannya.     

Sementara itu, Izia yang tidak mengira calon korbannya dapat terbang, menjadi terbeliak kaget. Ia segera mengarahkan pandangannya ke atas dan melemparkan petir berikutnya. Ia mengerahkan segenap kekuatannya dan mengumpulkan petir di langit.     

"Ughh... ternyata kau adalah triple-element mage (pengendali tiga elemen)..." ejeknya. "Boleh juga kau. Sayangnya kau terlihat tidak terlatih. Sungguh sia-sia kemampuan sebesar itu diberikan kepadamu karena kau tidak dapat menggunakannya dengan baik."     

"Kau terlalu banyak bicara," tukas Emma. "Kau hanya seorang pengawal rendahan. Berani sekali kau menyerang putri mahkota Akkadia. Kau ini cari mati ya?"     

Saat itu, entah kenapa Emma merasa lebih baik ia menyatakan diri sebagai calon istri Therius, sang putra mahkota, untuk membuat Izia sadar bahwa perbuatannya sekarang adalah tindakan melawan hukum, dan Emma berhak membunuhnya jika ia nekad hendak meneruskan serangannya.     

"Kau tidak akan menjadi putri mahkota tanpa restu dari putra mahkota yang sah," kata Izia dengan keras kepala. "Pangeran Heronlah yang akan naik takhta menjadi raja. Kedudukan putra mahkota Pangeran Licht tidak didukung oleh rakyat. Aku hanya menjalankan perintah Pangeran Heron."     

"Hahaha.. terserah apa katamu. Yang jelas, saat ini aku memerintahkanmu sebagai calon istri Putra Mahkota yang SAH, Pangeran Licht, untuk menyerah dan bertobat. Aku akan memastikan hukumanmu dikurangi. Kalau kau masih berkeras hendak menyerang kami dan melawan raja, maka jangan harap kau akan dapat mati dengan mudah. Aku pribadi akan memastikan kau mendapatkan siksaan paling mengerikan sehingga kau akan menyesal telah dilahirkan ke dunia ini..." seru Emma.     

Ia benar-benar marah karena mengetahui rencana licik Heron untuk merebutnya dari Therius, membunuh sang pangeran putra mahkota yang sah, dan bahkan jika perlu menghancurkan kapal The Coralia.     

Emma tidak sudi menjadi putri tawanan laki-laki baru ini. Setidaknya ia sudah mengenal Therius dan mereka telah mengikat perjanjian bersama. Emma tidak rela Heron akan datang tiba-tiba dan mengacaukannya begitu saja.     

Izia memfokuskan segenap pikirannya dan mengangkat kedua tangannya. Ia mengayunkan tangan kanan dan kirinya bergantian, kali ini dengan segenap kekuatan yang ia miliki.     

Kilat segera tampak menyambar-nyambar di atas langit Daneria. Emma yang sedang melayang tinggi di udara terpaksa harus melesat kesana dan kemari untuk menghindar. Walaupun ia bisa terbang dan energinya sudah naik satu tingkat dari sebelumnya, tetap saja level kekuatan Emma masih berada di bawah Izia.     

Beberapa menit kemudian ia telah menjadi sangat kerepotan. Satu kilatan petir yang menyambar hampir berhasil mengenai bahunya, dan menimbulkan bunyi yang memekakkan telinga.     

Emma yang terkejut hampir membeku di tempat karena kaget. Pada saat yang sama, sambaran kilat berikutnya dengan tegangan sangat tinggi telah datang menyerbu.     

Untunglah pada saat kritis itu, tiba-tiba sebuah tangan yang kuat menarik Emma dan membuatnya tergugah dari kekagetannya. Kedua tangan itu memeluk Emma, lalu membalikkan tubuhnya untuk menerima sambaran petir dari Izia sehingga tidak mengenai Emma.     

"Kau tidak apa-apa?" tanya Xion dengan nada suara kuatir.     

Ia memeluk Emma dan membawanya ke tempat aman sambil mengayunkan tangannya tanpa menoleh ke arah Izia. Dua detik kemudian terdengar jeritan melengking dan sang pengawal wanita pun terkapar ke tanah, pingsan.     

Emma merasakan jantungnya hampir copot karena tadi tersambar kilat dari Izia dan barusan hampir mati karena serangan berikutnya. Napasnya memburu dan ia tanpa sadar mencengkram kerah baju Xion.     

"Kau kemana saja? Teganya kau membiarkan aku menghadapi musuh sendirian," kecam gadis itu sambil mengerucutkan bibirnya. "Guru macam apa kau yang membiarkan muridnya pergi sendiri saat ia belum siap?"     

Ketika mereka mendarat di atas gedung penelitian, Emma berhasil menoleh ke samping dan menemukan Izia terkapar pingsan di tanah dengan kepala berdarah. "Apa dia sudah mati?"     

Xion menggelengkan kepalanya, "Tidak. Tetapi dia terluka sangat parah."     

"Kau tadi dari mana?" sembur Emma lagi.     

"Aku tadi ada urusan penting," kata Xion. Ia tersenyum melihat Emma yang marah-marah. Ia menganggap Emma baik-baik saja kalau ia masih sempat memarahi Xion seperti ini.     

Emma kemudian menyadari bahwa Xion masih memeluknya, dan seketika dadanya menjadi berdegup kencang.     

"Uhm... bisa lepaskan aku? Penjahatnya sudah kalah," kata Emma sambil melepaskan cengkramannya pada kerah pakaian Xion.     

"Oh.. iya, benar juga," kata Xion sambil tertawa kecil. Ia buru-buru melihat sekeliling untuk memastikan Therius tidak melihatnya memeluk Emma seperti ini. Walaupun Xion tadi melakukannya demi keselamatan gadis itu, Therius bisa mengamuk karena cemburu.     

Mereka lalu berdiri tegak di atas gedung dan mengamati keadaan di bawah mereka. Selain tubuh Izia yang terkapar, mereka melihat puluhan orang, baik peneliti, tentara, dan para pengawal ramai berkumpul di bawah.     

"Therius masih di dalam aula," kata Emma. "Kita harus membantunya."     

"Ayo," kata Xion. Ia segera melesat turun dan masuk ke dalam aula diikuti oleh Emma.     

Aula terlihat kacau. Mereka melihat tubuh-tubuh bergelimpangan di lantai dan Therius dikelilingi oleh ratusan orang yang mencoba menyerangnya dengan berbagai senjata yang dapat mereka temui.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.