Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Rencana Therius



Rencana Therius

Xion tidak habis pikir mengapa Therius tidak protes akan 'kecurangan' Emma dan menolak kemenangannya tadi. Padahal, kalau Therius mau, Xion akan mendukungnya dna kedudukan akan menjadi dua lawan satu. Emma pasti kalah.     

Ahh... ini pasti karena Therius memang benar-benar sudah jatuh cinta kepada gadis itu. Xion merasa sahabatnya itu benar-benar berubah.     

'Kau tahu, therius. Aku melihat kau sangat banyak berubah akhir-akhir ini,' kata Xion sambil memutar tubuhnya dan menghadap ke arah Therius. Ia menatap sang pangeran dengan sepasang mata disipitkan dan ekspresinya serius, seakan Therius yang sedang memejamkan mata dapat melihatnya. Xion memutuskan bertanya. 'Apakah ini karena kau jatuh cinta kepadanya?'     

'Benar,' jawab Therius. Ia masih menutup matanya.     

Ia memang sudah jatuh cinta. Ini adalah perasaan yang dulu merupakan benih kekaguman, dan tiba-tiba saja, saat ia kembali bertemu Emma, benih itu tumbuh dengan sangat cepat menjadi cinta di hatinya.     

Di benaknya menari-nari pengalaman tadi ketika ia memperoleh kesempatan untuk memeluk pinggang Emma saat ia menyelamatkan gadis itu dari banjir. Ah, bahkan gadis tangguh seperti Emma juga perlu diselamatkan sesekali. Hal itu membuatnya tersenyum kecil.     

Ah... kapan lagi aku akan mendapatkan kesempatan seperti itu? pikir Therius.     

Kapan lagi ia dapat memperoleh kesempatan untuk memeluk Emma dan mungkin... melakukan hal lebih?     

'Tapi kau tadi berjanji akan melepaskannya lima tahun lagi,' kata Xion. 'Dengan kau mengaku kalah, kau akan kehilangan kesempatan untuk mengikatnya. Kalau kau mencintainya.. apakah kau ingin melepaskannya begitu saja?'     

'Xion, tujuanku menikah dengan Emma adalah untuk mendamaikan Thaesi dan Akkadia dan naik takhta sebagai raja. Kurasa aku akan bisa mencapai semua yang kuinginkan itu sebelum lima tahun berlalu. Kurasa sebelum terjadi pernikahan, akan terjadi perdamaian yang kita semua harapkan,' kata Therius. 'Menikah dengan Emma hanyalah bonus.'     

'Oh...' Xion akhirnya mengerti sudut pandang Therius. 'Kupikir kau benar-benar ingin menjadikannya istrimu.'     

'Xion, kau sudah tahu apa yang terjadi kepada orang tuaku. Aku sudah berjanji tidak akan menjadi lemah karena cinta. Aku tidak akan seperti ibuku,' kata Therius.     

Xion hanya bisa mendesah mengiyakan.     

'Sampai kapan pun, tujuanku harus menjadi prioritas. Kalau saat ini aku mengalah, bukan berarti aku gagal. Hidup itu seperti bermain catur. Terkadang kita harus mengalah untuk menang. Hari ini aku berjanji mengaku kalah kepada Emma di masa depan, tetapi aku tetap berhasil membuatnya mengikuti perjanjian kami sampai selesai. Aku juga menemukan rahasia yang selama ini ia sembunyikan... Emma ternyata memiliki enam kekuatan. Kau tahu apa artinya ini?' Therius melanjutkan kata-katanya.     

Xion kagum mendengar Therius bicara demikian banyak hari ini. Itu adalah sesuatu yang jarang terjadi.     

Ah, mendengar kata-kata Therius barusan, Xion menjadi sadar bahwa ia sia-sia saja menguatirkan sahabatnya. Therius bukanlah lelaki lemah yang harus ia kasihani karena ditipu oleh wanita yang ia cintai.     

Therius pasti sudah memikirkan semuanya matang-matang sebelum ia mengambil keputusan untuk mengalah.     

Lalu apa hubungannya dengan mengetahui rahasia Emma ternyata memiliki enam kekuatan? pikir Xion keheranan.     

'Maksudmu, artinya... Emma adalah Putri Yang Dijanjikan?' tanya Xion keheranan. 'Kau percaya dongeng itu?'     

Therius menggeleng.     

'Tidak, tetapi banyak orang Akkadia yang percaya,' kata Therius. 'Kita bisa menggunakan itu untuk kepentinganku.'     

'Hmm...' Xion akhirnya pelan-pelan mengerti jalan pikiran Therius. Pemuda itu ingin mengangkat kenyataan bahwa calon putri mahkota Akkadia adalah seorang gadis ajaib yang memiliki enam kekuatan sekaligus, terbanyak dalam sejarah Akkadia.     

Ia akan membuat rakyat memuja Emma sebagai Putri Yang Dijanjikan, sama seperti ibunya dulu. Hal ini akan membuat Therius mendapatkan dukungan semakin besar untuk menjadi raja Akkadia     

'Baiklah. Kau lebih tahu.' kata Xion akhirnya.     

Xion masih menyimpan banyak pertanyaan untuk Therius, tetapi ia merasa pelan-pelan Therius akan membagikan semuanya, begitu waktunya tepat.     

Ah, Xion sendiri bukan orang yang senang bermain catur, tetapi ia mengerti bahwa sahabatnya itu adalah seorang pemikir yang pasti akan dapat menentukan langkah terbaik demi mencapai tujuannya.     

Yang jelas, Therius pasti sudah belajar untuk tidak memandang remeh Emma dan segala kecurangannya. Gadis itu tidak peduli akan pandangan orang lain kepadanya, asalkan ia mendapatkan apa yang ia inginkan, ia tidak akan segan-segan berlaku curang.     

***     

Ketika Emma meregangkan tubuhnya dan menggeliat bangun, hari masih malam. Ia perlu waktu beberapa lama untuk mengingat bahwa ternyata gelap di Daneria berlangsung selama 20 jam. Entah berapa jam lagi sampai pagi tiba.     

"Kau sudah bangun?" Terdengar suara ceria dari sampingnya.     

Emma segera menoleh dan menemukan Xion yang sedang menguap lebar sekali dan meregangkan tubuhnya.     

"Berapa lama lagi malam akan berakhir?" tanya Emma. Ia berusaha menyesuaikan pandangannya untuk melihat sekeliling mereka. Bintang-bintang yang cemerlang di angkasa dan dua buah bulan Daneria yang tampak terang, memberi cukup cahaya untuk ia dapat melihat sekelilingnya dengan baik.     

Emma merasa seolah berada di bumi saat hari menjelang pagi, atau hendak menginjak malam. Artinya suasana tidak gelap, tetapi juga tidak terang.     

"Malam masih akan berlangsung sekitar 12 jam lagi," kata Xion. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling. "Tetapi tidak masalah siang atau malam, dua bulan dan bintang-bintang di atas sana cukup memberi penerangan"     

Emma mendongak ke atas dan membenarkan kata-kata Xion. "Kau benar."     

SREK SREK     

Emma menoleh ke arah asal suara dan menemukan Therius berjalan ke arah mereka dari tengah savanna. Ia memegang seekor hewan berukuran sedang yang sudah mati.     

"Kau pergi berburu tanpa mengajakku...!" protes Emma.     

"Hm... lain kali saja. Tadi kau terlihat capek sekali, sehingga kami membiarkanmu tidur pulas," kata Xion buru-buru, mewakili Therius. "Nanti kalau langit sudah terang, aku akan mengajakmu berburu."     

Akhirnya Emma mengalah dan mengangguk. "Kalau begitu, biarkan aku yang memasak kali ini."     

"Tidak usah, sekarang giliran Therius memasak. Kau berlatih denganku saja," kata Xion. "Salah satu alasan kami membawamu kemari adalah untuk mengajakmu berlatih di alam terbuka."     

"Baiklah..." Akhirnya Emma mengalah. Ketika ia melepaskan selimut dari tubuhnya, seketika Emma merasakan dingin yang menusuk tulang.     

Astaga... suhu di sini sepertinya di bawah nol derajat Celsius. Xion benar saat menyuruhnya untuk memakai selimut dan jaket.     

"Berlatih akan dapat menghangatkan tubuh melawan suhu yang sangat dingin ini," komentar Xion. Ia bangkit dari tanah dan meregangkan tubuhnya sekali lagi. Ia lalu memberi tanda kepada Emma untuk mengikutinya. "Kau bisa melawanku di udara dan aku akan memberi petunjuk-petunjuk kepadamu tentang apa yang perlu diperbaiki."     

"Sebentar.. aku haus," kata Emma. Ia mengambil gelas dan menuang air minum untuk dirinya sendiri. Setelah selesai, ia menatap ke langit dan menyadari bahwa pemandangannya indah sekali.     

Daneria tidak terlalu gelap di malam hari karena dua bulannya yang tampak memendarkan cahaya terang, ditambah dengan langit yang cerah menampakkan milyaran bintang di angkasa.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.