Kau Calon Istriku
Kau Calon Istriku
Ia tak dapat membayangkan, seorang jenderal besar yang sangat disegani dan memimpin puluhan ribu prajurit di bawahnya, kini menjadi seorang tahanan dan bahkan tidak dapat bertemu istri dan anak-anaknya.
Emma sungguh merasa sangat marah kepada raja Akkadia yang telah memisahkan keluarganya seperti itu. Ia akan membuat mereka semua membalas semua penderitaan yang telah dialami ayahnya. Kalian lihat saja. Aku akan membuat kalian membayar....
"Kau tidak apa-apa?" tanya Therius lembut. Ia mengerti apa yang dipikirkan oleh Emma karena ia tahu Emma dapat membaca pikiran Jenderal Moria, sementara Xion hanya dapat menebak-nebak.
Emma menggeleng dan mendorong Therius agar menjauh darinya.
"Aku butuh udara segar," kata Emma. Ia berjalan menjauh menuju ke air terjun dan berdiri termenung di sana dengan punggungnya menghadap kepada para pria itu. Therius menarik napas panjang dan menoleh ke arah Jenderal Moria.
"Ia sedih karena mengetahui ayahnya dulu adalah komandan The Dragonite," kata Therius menjelaskan. "Aku banyak bercerita kepadanya tentang Jenderal Kaoshin Stardust. Sehingga ketika ia melihat kapal ini ia segera teringat kepada beliau."
Ia sengaja mengarang cerita kepada Jenderal Moria bahwa ia telah memberi tahu Emma bahwa Kapal The Dragonite ini dulu adalah kapal yang dipimpin ayahnya. Ia tak ingin Jenderal Moria curiga bahwa Emma dapat membaca pikirannya.
Bagaimanapun, Emma adalah calon istrinya, dan Therius tidak ingin orang-orang tahu bahwa Emma adalah seorang telemancer. Karena itulah ia memutuskan melindungi reputasi gadis itu.
Jenderal Moria mengangguk paham. Ia menoleh ke arah Emma dan menatap punggung gadis itu dengan wajah penuh simpati.
"Ah... semoga Jenderal Stardust dapat segera dibebaskan dan berkumpul kembali dengan keluarganya," kata Jenderal Moria pelan.
Therius mengangguk. "Itu juga rencanaku. Kami berharap segera sampai di Akkadia, menyerahkan Heron dan para pendukungnya untuk mendapatkan hukuman, lalu mengumumkan pertunanganku dengan Putri Emma."
Jenderal Moria tersenyum lebar. "Selamat, Yang Mulia. Saya melihat Anda berdua sangat serasi."
"Terima kasih," kata Therius. Mereka memutuskan untuk duduk di lounge dan menikmati wine sambil berbincang-bincang tentang rencana kepulangan mereka ke Akkadia sambil menunggu Emma menenangkan diri.
Lima belas menit kemudian Emma sudah dapat menguasai perasaannya dan ia kembali menemui mereka. Ketiga pria itu sengaja tidak bertanya apa-apa karena mereka tidak ingin membuatnya kembali sedih.
Emma berterima kasih karena mereka mengerti apa yang ia rasakan dan berusaha membuatnya merasa nyaman. Walaupun demikian, ia sungguh berharap dirinya adalah Therius yang sanggup menyembunyikan perasaannya di balik ekspresi datar, atau Xion yang seolah tidak pernah merasakan kuatir dalam hidupnya.
"Wine?" tanya Therius sambil mengangkat botol wine dan sebuah gelas.
Emma mengangguk. Hari ini pasti merupakan hari yang sangat istimewa bagi Therius sehingga ia mau minum-minum bersama mereka. Ah, ya... tentu saja. Lolos dari maut, dan sekaligus menangkap basah sepupunya yang hendak melakukan tindakan makar sehingga ia akan dapat memiliki alasan untuk membunuh Heron.
Tentu saja ini adalah hari yang baik.
Emma mengangguk. "Segelas saja."
Setelah Therius menuangkan wine untuknya dan hendak menambahkan wine ke gelasnya sendiri, Emma buru-buru menegur sang pangeran. "Kau jangan kebanyakan minum. Dua gelas akan membuatmu mabuk."
Xion dan Jenderal Moria saling pandang mendengar kata-kata gadis itu. Keduanya lalu tersenyum simpul.
Ahh.. Putri Emma ternyata sangat perhatian kepada calon suaminya, pikir mereka. Wajah Therius tampak tersipu-sipu ketika ia mendengar Emma menegurnya dan memperhatikan berapa banyak wine yang ia minum. Ia merasa gadis itu sangat perhatian.
"Hanya sedikit lagi. Setelah ini aku akan berhenti," kata pemuda itu sambil tersenyum.
Emma hanya memutar matanya melihat sikap ketiga lelaki itu. Ia menegur Therius tentang asupan wine-nya bukan karena ia perhatian. Ia hanya tidak ingin pria itu mabuk dan kemudian menyatakan cinta lagi kepadanya.
Emma tidak bisa berjanji lain kali ia tidak akan memukul Therius kalau pemuda itu nekat menyatakan cinta kepadanya di depan orang lain. Ia takut nanti sandiwara mereka terbongkar.
"Baiklah. Kita akan berangkat pulang ke Akkadia besok. Hari ini semua awak akan memindahkan semua barang-barang dan orang kita dari The Coralia," kata Therius.
"Haoran, Atila, Anddara, dan Natan juga kan?" tanya Emma cepat.
Therius mengangguk. "The Dragonite punya dokter-dokternya sendiri, tetapi aku sudah meminta Jenderal Moria untuk memberi tempat bagi Atila dan Dokter Salas karena mereka adalah dokter pribadimu. Ia akan mengirim salah satu dokternya ke The Coralia untuk menggantikan Dokter Salas."
"Hmm... baguslah," kata Emma setuju. Ia lebih suka jika Natan yang merawat Haoran. Ia tak dapat mempercayai dokter lain.
Natan sudah terbukti bersedia mengorbankan nyawanya ketika tadi The Coralia terancam dibinasakan oleh kapal perang yang dibawa Heron. Emma sangat berterima kasih kepadanya dan akan terus mempercayakan Haoran kepada sang dokter.
"Heron sudah dibawa ke tempat tahanan di lantai dasar. Apakah Yang Mulia nanti mau bertemu dengannya?" tanya Jenderal Moria kemudian.
"Nanti saja. Kita biarkan ia dikurung di sana sebulan untuk merenungi kesalahannya. Aku akan menemuinya sebelum kita mendarat ke Akkadia," jawab Therius. "Bagaimana dengan para pengawalnya?"
"Izia masih dirawat di klinik dengan pengawalan ketat, demikian juga Mayn. Setelah sembuh mereka akan masuk penjara khusus dan nanti saat kita tiba di Akkadia mereka akan ditransfer kepada departemen kehakiman."
"Bagus."
Mereka berbincang-bincang membahas tentang rencana kepulangan mereka sebelum kemudian Jenderal Moria permisi minta diri untuk mengatur anak buahnya. Setelah pria itu pergi, Emma segera memukul bahu Therius.
"Hei! Kenapa aku dipukul?" tanya pria itu keheranan.
"Itu pukulan untukmu karena kau sengaja membiarkanku panik dan takut. Kau senang ya melihat aku stress dan ketakutan setengah mati membayangkan kapal The Coralia akan dihancurkan musuh dan semua orang di dalamnya termasuk Haoran akan mati??" sembur gadis itu dengan penuh emosi. "Kau TAHU bahwa Jenderal Moria akan datang membawa bantuan, tetapi kau sama sekali tidak memberitahuku. Kau anggap aku ini apa??"
Therius tertegun. Ia menyentuh bahunya yang tadi dipukul Emma. Pukulan itu sama sekali tidak terasa sakit. Malahan, ia malah senang karena Emma menyentuh tubuhnya. Ia tidak keberatan dipukul Emma lagi.
Karenanya ia hanya menggeleng dan tidak menjawab. Sikapnya itu membuat Emma sangat emosi dan kembali memukuli bahu pemuda itu, sementara Therius mencoba menyesap wine-nya sambil tersenyum geli.
Xion yang melihat pemandangan itu tampak menggeleng-geleng. Ia menuang kembali wine ke gelasnya dan minum banyak-banyak.
Benar-benar seperti anjing dan kucing, pikirnya. Ia senang melihat Emma melampiaskan kemarahannya kepada Therius, tetapi ia tidak mengira Therius malah terlihat senang diperlakukan seperti itu.
Apakah sahabatku ini seorang masokis? pikirnya keheranan. Setelah beberapa lama, Therius tiba-tiba menangkap tangan Emma yang melayang hendak memukul bahunya lagi dan menggenggam tangan gadis itu.
"Sayang... aku tidak tahu bahwa Jenderal Moria akan datang," jawabnya kemudian. Entah dari mana, tiba-tiba saja Therius ingin memanggil Emma dengan panggilan 'sayang'. Lagipula, bukankah semua orang di kapal ini tahu bahwa Emma adalah calon istrinya? Tentu mereka harus terlihat mesra untuk menghilangkan kecurigaan, bukan?
Emma tertegun mendengar kata-kata Therius dan sikapnya yang seperti itu. Ia hendak menarik tangannya lepas tetapi tidak bisa. Karenanya ia hanya bisa mengerucutkan bibirnya.
"Apa maksudmu?" tanya Emma kesal. "Bagaimana bisa kau tidak tahu? Bukankah Jenderal Moria setia kepadamu dan ia datang kemari karena kau mengirimkan permintaan bantuan kepadanya?"
"Tidak. Jenderal Moria itu seorang jenderal hebat, dan mata-matanya banyak. Ia mendapatkan informasi dari mata-matanya bahwa Heron sudah bergerak untuk menyerangku diam-diam dengan mengerahkan satu kapal perang. Karena itulah ia segera mengejar kemari dan berniat untuk menangkap basah Heron. Ia sengaja muncul di saat terakhir, karena kalau tidak, kami tidak akan punya bukti," kata Therius berbohong.
Ia tidak mau memberi tahu Emma bahwa Xionlah yang berjasa menyelamatkan mereka dengan kemampuannya sebagai Time Master, sang pengendali waktu. Tidak ada seorang pun yang boleh mengetahui rahasia sahabatnya.
"Oh..." Emma menjadi terdiam.
Ia menatap tangannya yang kini berada di genggaman Therius dan tiba-tiba tidak tahu bagaimana ia harus bersikap.
"Jadi... kau tidak boleh marah kepadaku," kata Therius lagi. "Aku tidak dengan sengaja membiarkanmu cemas dan ketakutan. Aku tak akan pernah melakukan itu kepadamu. Aku berjanji."
Therius sudah bertekad akan selalu melindungi Emma dan tidak akan membiarkannya takut dan sedih karena apa pun.
"Hmm.." Akhirnya Emma mengangguk canggung. "Lepaskan tanganku."
Therius menggeleng. "Kau adalah calon istriku. Bukankah kita harus menunjukkan kemesraan di depan orang lain agar mereka tidak mencurigai hubungan kita?"
Emma memutar matanya dan menarik lepas tangannya dengan sekuat tenaga. "Dalam mimpimu!"