Keputusan Raja Cassius
Keputusan Raja Cassius
Sayangnya, ia tidak dapat menduga apa yang sedang dipikirkan oleh Emma. Sementara itu, Emma sendiri berusaha keras memadamkan api kemarahan yang sekarang memenuhi dadanya. Ia membuang muka dan tidak melihat kearah Ratu Ygrit karena ia takut dirinya akan meledak dan membuat keributan.
Menahan diri agar tidak melompat dan memukul wajah menyebalkan wanita tua jahat itu sungguh memerlukan upaya yang sangat keras dan segenap kewarasan Emma.
Di antara kelima orang yang ada di ruang makan tersebut hanya Therius yang sudah sangat mengenal Emma karena mereka menghabiskan waktu 6 bulan secara terus-menerus bersama, ketika mereka melakukan perjalanan dari bumi menuju Akkadia.
Pemuda itu tidak tahu pasti apa yang mengganggu pikiran Emma, tetapi ia dapat menduga bahwa gadis itu sedang benar-benar marah. Walaupun di wajah Emma sama sekali tidak terlihat ekspresi kemarahan ataupun rasa benci, Therius dapat melihat kepalan tangan Emma yang mengencang.
Tanpa terlihat siapa pun, pemuda itu menyentuhkan tangannya ke lengan Ema untuk menenangkannya. Ia hendak memberi isyarat bahwa dia ada di situ dan ia akan mendukung Emma. Apa pun yang terjadi.
Saat Emma merasakan lengannya disentuh, ia mengerling ke arah Therius dan kemudian menarik nafas dalam-dalam. Setelah berhasil menguasai dirinya kembali, akhirnya ia kembali bicara kepada Raja Cassius.
"Yang Mulia, aku hanyalah seorang gadis muda yang tidak punya siapa-siapa. Aku juga tidak punya kekuatan. Bagaimana mungkin aku menjadi ancaman bagi kerajaan Akkadia yang begini besar dan berjaya?" tanya Emma dengan nada suara sungguh-sungguh. "Kalau Yang Mulia menganggap bahwa Akkadia perlu takut kepada orang seperti aku, maka masalahnya ada pada Anda sendiri, bukan aku. Seperti yang tadi sudah kukatakan, aku lebih senang membicarakan orang-orang yang masih hidup. Mungkin karena aku terbiasa hidup sendiri selama belasan tahun, maka pandangan hidupku menjadi sedikit berbeda dari orang kebanyakan."
Ratu Ygrit menyipitkan matanya dengan ekspresi hendak mengatakan sesuatu lagi tetapi Raja Cassius mengangkat tangannya memberi tanda agar tidak ada seorangpun yang berbicara. Walaupun ia masih terlihat kesal, akhirnya Ratu Ygrit mundur dan kembali duduk di kursinya.
Yldwyn menyentuh bahu sang ratu dengan lembut dan tersenyum menenangkan. Wajahnya yang cantik dan dipenuhi senyum manis segera saja berhasil melunakkan kemarahan Ratu Ygrit terhadap Emma barusan.
Sebenarnya Emma sama sekali tidak punya masalah dengan Yldwyn, Namun, saat ia mengingat perlakuan jahat Ratu Ygrit kepadanya dan keluarganya dilakukan demi mendorong agar Yldwyn dapat menikah dengan Therius, Emma menjadi marah.
Apalagi kalau dugaannya benar bahwa Ratu Ygritlah yang bertanggung jawab atas eksekusi ayahnya minggu lalu...
Emma tidak akan memaafkannya.
Melihat suasana menjadi tegang, Therius kemudian angkat bicara. Ia ingin membantu Emma meyakinkan Raja Cassius untuk mengizinkannya pergi meninggalkan Akkadia.
"Kakek, menurutku kalau Kakek merasa tidak dapat mempercayai Emma, aku bisa memberikan solusi lain untuk membuat hati kakek lebih tenang," kata Therius dengan tegas. "Aku dapat menjadi jaminan atas Emma. Aku akan menjamin bahwa ia tidak akan melarikan diri seperti Putri Arreya. Kalau aku tidak berhasil menahan Emma untuk kembali ke Akkadia seperti yang Kakek inginkan maka aku rela kehilangan posisiku sebagai Pangeran Putra Mahkota."
Semua orang di ruangan itu tersentak mendengar kata-kata Therius yang sama sekali tidak terduga ini.
"Pangeran Licht..." Kali ini bahkan Yldwyn yang sedari tadi diam dan berusaha tidak ikut campur tidak dapat menahan diri.
Therius tidak menghiraukan pandangan prihatin gadis cantik itu. Ia melanjutkan ucapannya. "Kalau aku tidak dapat mengatur calon istriku sendiri dan memastikan ia menurut kepada perintah Raja Akkadia, maka kakek dapat menganggap bahwa aku tidak pantas untuk menjadi raja."
Emma, yang sangat terkejut mendengar kata-kata Therius, menoleh dengan sepasang mata membulat. Ia sangat sulit mempercayai pendengarannya sendiri.
Apakah Therius bersungguh-sungguh dengan perkataannya barusan ataukah ia hanya menggertak saja? Emma tahu betapa Therous sangat ingin menjadi raja Akkadia. Hal itu terlihat dari berbagai upaya yang ia lakukan untuk mengamankan kedudukannya dan betapa ia bertahan menghadapi berbagai intrik politik di istana selama bertahun-tahun, juga rongrongan kedua sepupunya untuk tahta kerajaan Akkadia.
Namun, hari ini ia bisa dengan begitu mudah menyerahkan posisinya sebagai calon Raja Akkadia hanya demi Emma. Sang gadis tidak tahu bagaimana ia harus menanggapi situasi ini. Dalam hatinya Emma merasa ia tidak mau berutang budi kepada Therius. Kalau sampai pemuda itu benar-benar kehilangan takhta karena dirinya.. Emma tidak dapat membayangkan akan seperti apa jadinya.
"Apa yang kau lakukan? Kau gila ya?" Emma menggumam pelan sambil melirik Therius. Pemuda itu sama sekali tidak menoleh kepadanya. Ia memfokuskan pandangannya kepada Raja Cassius dengan sungguh-sungguh.
"Aku dan Emma sudah mengatakan kepada kakek bahwa kami saling menyukai bahkan mungkin ke depan kami akan dapat saling mencintai. Kami berdua juga tahu bahwa menikah akan menjadi solusi terbaik bagi Akkadia dan Thaesi. Aku percaya kepada calon istriku sehingga aku bersedia menjaminnya dengan hidupku. Saat ini, Emma sangat perlu bertemu dengan ibunya. Aku akan mengantar Emma ke Thaesi dan membawanya kembali kemari. Kalau aku tidak berhasil maka seperti janjiku tadi, kakek boleh mencabut kedudukanku sebagai calon raja."
"Pangeran Licht.. kau bilang apa?" tanya Ratu Ygrit dengan kesal. Ia menoleh kepada suaminya sambil tangan kanannya menekan dada seolah menahan kemarahannya agar tidak meledak. Napasnya tampak sesak dan suaranya dipenuhi keputusasaan. "Cassius, cucumu ini sudah dipengaruhi oleh anak perempuan Arreya. aku sungguh-sungguh melihat wanita keji itu ada dalam diri putrinya. Sekarang, sama seperti ia telah menipu dan mempermainkan hati anak kita Darius, Emma juga telah menipu dan mempermainkan Pangeran Licht. Aku tidak terima Jika ia dibebaskan melakukan apa saja sesukanya."
Therius menatap neneknya dengan wajah membeku. "Nenek, kumohon jangan menghinaku. Kalian menganggap aku begitu polos dan lugu sehingga aku akan dapat ditipu seorang wanita?"
Ratu Ygrit terdiam. Therius sangat jarang marah dan sikapnya kali ini tampak berbeda dari biasanya. Pemuda itu tampak mulai kesal. Karenanya sang ratu tidak berkata apa-apa lagi.
Emma masih shock karena Therius mengatakan hal yang dianggapnya bodoh itu. Emma tidak berniat memenuhi janjinya untuk pulang ke Akkadia setelah ia keluar dari kerajaan ini. Ia akan pulang ke Thaesi atau melarikan diri ke tempat lain yang tidak dapat ditemukan siapa pun.
Ia sudah tidak mau dijadikan sandera dan jaminan oleh siapa pun.
Namun, kalau Therius menjanjikan bahwa ia akan menyerahkan jabatannya sebagai calon raja kepada Yared jika ia tidak berhasil membawa Emma pulang, bukankah itu artinya Therius akan gagal menjadi raja dan itu akan menjadi kesalahan Emma?
Emma sama sekali tidak ingin dibebani tanggung jawab sebesar itu!
Raja Cassius menatap Therius dan Emma bergantian. Perasaannya sulit ditebak. Untuk beberapa lama Emma menahan napas. Ia sungguh berharap dapat menggunakan telemancy di istana sehingga ia dapat membaca pikiran sang raja.
"Aku sudah mendengar semuanya," kata Raja Cassius akhirnya. "Kurasa aku harus mempercayai Licht dalam hal ini."
Emma menghembuskan napas lega. Ratu Ygrit mendelik marah, tetapi ia tidak berkata apa-apa. Yldwyn menunduk, berusaha menyembunyikan perasaan kecewa. Sementara Yared tersenyum misterius.
Mungkin, di dalam hatinya ia merasa mendapatkan kesempatan untuk membuat Therius kehilangan takhta. Kalau Therius tidak berhasil membawa Emma kembali ke Akkadia, maka Yaredlah yang akan menjadi raja.
Ini sungguh kesempatan yang sangat berharga.
Emma menoleh ke arah Therius dan menatapnya dengan pandangan penuh terima kasih.
***
"Kau tidak akan mengatakan apa pun?" tanya Therius setelah mereka turun dari kereta kuda pegasus yang membawa mereka pulang ke istana pangeran putra mahkota. Emma tahu Therius memaksudkan pertolongan Therius saat makan malam bersama raja tadi.
Kalau Therius tidak berusaha keras meyakinkan kakeknya untuk mengizinkan Emma pergi ke Thaesi, maka upaya Emm akan sia-sia saja. Emma mengangguk pelan dan mengatakan. "Terima kasih."
"Aku percaya kepadamu," kata Therius.
"Hmm.." Emma tidak mau menanggapi lebih lanjut karena ia takut Therius justru akan curiga bahwa Emma tidak berniat untuk memegang janjinya. Gadis itu mengerutkan kening dan menyentuh bahu Therius. Ia hendak menanyakan mengapa Ratu Ygrit tampaknya sangat ingin menjodohkan sang pangeran dengan Putri Yldwyn. "Kenapa Nenekmu sepertinya sangat ingin kau menikah dengan putri berambut biru tadi?"
"Yldwyn maksudmu?" tanya Therius.
"Ya, itu. Aku tidak peduli siapa namanya," jawab Emma ketus.
"Yldwyn dan Nenekku sama-sama berasal dari Terren. Bisa dibilang, nenek Yldwyn dan nenekku masih memiliki hubungan darah dan mereka sangat dekat," Therius menjelaskan. "Kedekatan Ydlwyn dan nenekku sekarang mirip dengan kedekatan ibumu dengan kakekku dulu."
"Oh..." Barulah Emma mengerti apa yang terjadi. Seketika langkahnya terhenti.
"Apa yang kau pikirkan?" tanya Therius keheranan.
"Kurasa aku tahu siapa yang mengkhianatimu dan menjadi dalang eksekusi ayahku..." kata Emma dengan suara getir. Ia tidak lagi menyembunyikan kebencian yang memenuhi dadanya saat mengingat wajah culas Ratu Ygrit.
Therius menghela napas panjang. Ia tidak terlihat terkejut mendengar kata-kata Emma. Sebenarnya, tadi saat neneknya berkali-kali menyebut tentang eksekusi Kaoshin dan memancing kemarahan Emma, ia pun memiliki dugaan serupa.
"Maksudmu.. Nenekku?" tanya pemuda itu dengan suara lelah. "Aku pikir juga begitu."