Kecurigaan Emma
Kecurigaan Emma
Ia dapat mengerti, rasa malu yang diderita keluarga kerajaan menjadi jauh lebih besar karena sang penganti pria ditinggalkan di malam sebelum pernikahan.
Ini adalah sesuatu yang sebenarnya ingin sekali ia tanyakan kepada ibunya jika mereka nanti bertemu. Mengapa... ibunya tidak menyudahi saja pertunangannya dengan Pangeran Darius sebelum kemudian menikah dengan ayahnya?
"Aku yakin ibu dan ayah pasti memiliki alasan mereka sendiri," kata Emma kepada Raja Cassius.
Sang raja hanya tersenyum melihat upaya Emma membela orang tuanya. Laki-laki tua itu tampak benar-benar sudah memaafkan Arreya dan tidak lagi menyimpan dendam. Perkembangan ini membuat Emma merasa agak lega.
Sepertinya ada harapan kalau ia ingin meminta agar ia diizinkan pergi ke Thaesi dan bertemu ibunya.
Sebaliknya dengan Ratu Ygrit. Wajahnya tampak ketus dan ia mendengus ketika mendengar Emma membela ibunya.
"Arreya benar-benar bersikap seperti wanita tidak tahu malu saat ia meninggalkan tunangannya untuk melarikan diri dengan laki-laki lain. Aku takut anaknya menuruni sifat ibunya," tukas Ratu Ygrit sambil menatap Emma tajam.
"Nenek! Kumohon jangan berkata seperti itu tentang calon istriku," kata Therius dengan lembut tetapi tegas. "Kita tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Lagipula... peristiwa itu sudah lama sekali berlalu. Emma bukan Putri Arreya. Aku percaya kepadanya."
Emma berterima kasih karena Therius membelanya di depan neneknya, tetapi dalam hati gadis itu sendiri sebenarnya ia tidak peduli dengan pendapat Ratu Ygrit tentang dirinya. Ia tidak sungguh-sungguh ingin menikah dengan Therius sehingga ia merasa tidak perlu berbaik-baik kepada sang ratu untuk membuatnya merestui Emma menjadi istri Therius.
Berbeda halnya dengan dulu ia bersikap baik dan penuh hormat kepada ibu Haoran. Emma memang mencintai Haoran dan ingin menikah dengannya. Tentu saja ia akan mencoba berbaik-baik dan mengambil hati sang ibunda.
"Calon istri katamu?" Ratu Ygrit mendengus. "Sampai setahun yang lalu Yldwyn-lah calon istrimu. Sekarang tiba-tiba saja kau datang membawa anak pemberontak kemari dan mengakuinya sebagai calon istri. Sungguh sulit dipercaya!"
Yared seketika batuk-batuk dan wajah Yldwyn tampak memerah karena malu. Tampak jelas bahwa ia memang menyukai Therius dan berharap menikah dengannya, tetapi menyatakan fakta itu secara terbuka di saat sang pangeran baru saja membawa gadis lain dan bahkan membeIanya di depan ratu, tentu membuat Yldwyn merasa malu.
Gadis itu menyentuh bahu Ratu Ygrit dan menatapnya dengan pandangan memohon. Namun sang ratu rupanya sudah sangat kesal dan tidak mau menahan diri dengan kata-katanya.
"Yldwyn, kau tidak usah terus membela cucuku itu. Ia telah mengecewakan aku sebagai neneknya." Sang ratu menggeleng-geleng dan meneguk wine di gelasnya sampai habis. Wajahnya tampak sangat tidak senang.
"Nenek..." Therius hendak mengatakan sesuatu, tetapi Emma memegang lengannya dan menggeleng. Ia tidak ingin Therius mengucapkan hal-hal yang tidak perlu.
Di kerajaan ini, pendapat yang paling penting hanyalah pendapat raja, bukan istrinya. Sehingga, menurut Emma, Therius tidak perlu membuang waktu dan energi membantah neneknya. Lagipula, ia hanya akan menjadi cucu durhaka karena membantah kata-kata orang yang lebih tua.
Therius tertegun saat menyadari Emma memegang lengannya. Ia mengerti bahwa gadis itu tidak menginginkannya untuk bicara lagi. Karena itu ia hanya bisa mengangguk dan berbisik pelan ke telinga gadis itu.
"Tolong maafkan nenekku, ya. Ia memang paling membenci ibumu di antara semua anggota keluargaku. Paman Darius adalah anak kesayangannya," kata Therius. "Kuharap kau tidak mengambilnya ke hati."
Emma mengangguk tanpa kentara. Ia lalu tersenyum tipis ke arah Raja Cassius, sama sekali tidak mempedulikan Ratu Ygrit.
"Yang Mulia. Pangeran Licht sudah menceritakan semuanya kepadaku. Mengenai perjodohan yang Anda inginkan untuk menjadi jembatan pendamai antara Akkadia dan Thaesi, yang kemudian akan berakibat pada perdamaian dengan seluruh koloni.. menurutku itu adalah ide mulia. Kita bisa mencegah perang," kata Emma kepada sang raja. Sikapnya sangat tenang dan tertata baik. Emma sudah melatih perkataannya ini di kamar cukup lama, dan belajar menyembunyikan perasaannya di balik sikap datar.
"Kau juga berpikir begitu?" tanya Raja Cassius kepada Emma. "Maka tentu kau dan Licht setuju untuk menikah?"
Emma menggeleng. "Aku tidak dapat menikah tanpa restu orang tuaku. Apalagi di saat sekarang ini, ibuku sedang berduka. Kurasa menikah saat kuburan ayahku masih merah adalah tindakan yang tidak bijak. Semua orang akan tahu bahwa pernikahan ini dipaksakan."
Therius mengangguk membenarkan perkataan Emma. Ia juga menambahkan, "Aku sudah menyampaikan itu semua kepada Kakek, kan? Sekarang kakek mendengarnya sendiri dari Emma. Kurasa menikah secepatnya adalah rencana yang gegabah. Lagipula Emma masih terlalu muda."
Kata-kata Therius yang seolah menguatkan argumen Emma membuat gadis itu tertegun. Ia tidak mengira Therius bersikap seperti itu dan bahkan sudah menyampaikan argumen yang sama kepada kakeknya tentang alasan mengapa sebaiknya ia dan Emma tidak dipaksa menikah secepatnya.
Emma menoleh ke arah Therius dan tersenyum sedikit. Kali ini Therius seolah mendapatkan satu poin tambahan di matanya. Tadinya Emma curiga bahwa permintaan Raja Cassius agar ia dan Therius segera menikah hanyalah trik sang pangeran untuk memaksa Emma menikah dengannya.
Namun ternyata, Therius sendiri sudah berusaha meyakinkan kakeknya bahwa sebaiknya pernikahannya dengan Emma ditunda. Ia bahkan menambahkan alasan bahwa Emma masih terlalu muda untuk menikah.
"Umurmu berapa tahun?" tanya Raja Cassius kemudian kepada Emma.
"Enam bulan lagi aku berumur 19 tahun," kata Emma. "Di tempat asalku, wanita tidak menikah hingga usianya 30-an. Therius benar saat mengatakan aku masih terlalu muda untuk menikah. Aku takut nantinya aku hanya akan menyusahkannya. Kurasa ia sudah terlalu sibuk untuk direpotkan dengan seorang istri yang kurang dapat bersikap dewasa."
Karena Therius sudah mengeluarkan alasan itu, maka Emma pun memutuskan untuk mengatakan hal serupa. Ia ingin menunda pernikahan dengan pemuda itu selama mungkin. Ia harus dapat berbaik-baik di depan Raja Cassius demi mendapatkan izinnya untuk keluar dari Akkadia secara aman dan kemudian pergi ke Thaesi.
Akhirnya Raja Cassius mengangguk. "Memang masih terlalu muda."
"Karena itu, Yang Mulia, aku mohon, biarkan aku pergi menemui ibuku... Pangeran Licht bisa ikut untuk meminta restu dari ibuku sekaligus memastikan bahwa aku akan kembali ke Akkadia. Kalau semua berjalan baik, kami dapat menikah ketika kami berdua telah siap. Aku sangat menyukai Pangeran Licht dan ingin menikah dengannya. Aku tidak mungkin melanggar janjiku." Emma menatap Raja Cassius dengan sungguh-sungguh. "Kalau Yang Mulia takut aku akan melarikan diri, Anda bisa memberiku pengawalan ketat untuk memastikan bahwa aku tidak akan menghilang."
"Aku tidak percaya kepadanya," tukas Ratu Ygrit tiba-tiba. "Yang Mulia... kuharap Anda tidak terpengaruh oleh mulut manis gadis ini. Ia sama seperti ibunya, pandai mengambil hati. Tetapi di belakang kita, ia akan menikam kita diam-diam. Mana mungkin ia bisa dengan tulus bersikap baik kepada kita setelah Yang Mulia mengeksekusi ayahnya. Ini semua pasti hanya pura-pura."
Emma sangat sebal mendengar suara Ratu Ygrit. Entah kenapa wanita tua ini bersikap demikian nyinyir kepadanya. Ia menyipitkan matanya dan melihat Ratu Ygrit dan Yldwyn berganti-ganti.
Entah kenapa instingnya mengatakan bahwa Ratu Ygrit akan terus berusaha membuat Emma merasa tidak nyaman berada di Akkadia, karena ia ingin Yldwyn-lah yang menikah dengan Therius.
Emma sendiri memang sudah tidak berniat memegang janjinya. Nanti begitu ada kesempatan, tentu ia tidak akan kembali ke Akkadia melainkan akan tinggal bersama keluarga kandungnya.
Sementara ia pergi ke Thaesi bersama Therius dan rombongannya, ia akan meminta Xion untuk diam-diam melarikan Haoran dari Akkadia. Detailnya akan ia pikirkan nanti. Bagaimanapun Xion masih berutang satu permintaan kepadanya.
Yang penting sekarang... Emma harus bisa meyakinkan Raja Cassius untuk membiarkannya pergi, kalau perlu membuatnya kembali teringat bahwa ia pernah menganggap Arreya sebagai anaknya sendiri.
"Yang Mulia... bagaimana pendapat Anda?" Emma mengulangi pertanyaannya kepada Raja Cassius, berusaha menahan amarahnya agar tidak meledak terhadap ratu tua yang menyebalkan itu.
Raja Cassius menatap Emma lekat-lekat. "Bagaimana pendapatmu tentang kematian ayahmu? Kau belum mengatakan apa-apa sedari tadi tentang hal itu."
Emma mengepalkan tinjunya di bawah meja. Hanya Therius yang dapat melihatnya dari samping. Gadis itu sama sekali tidak tersenyum saat ia menjawab pertanyaan sang raja.
"Ayahku sudah mati. Apa pun yang kulakukan tidak akan membuatnya hidup kembali. Aku lebih menyukai pembicaraan tentang orang-orang yang masih hidup," jawabannya membuat suasana di ruang makan menjadi hening.
"Tipuan apa yang sedang kau mainkan?" Ratu Ygrit tidak dapat lagi menahan diri. Ia berdiri dan menunjuk Emma. "Ayahmu baru saja mati dieksekusi, tetapi kau bahkan tidak membahas tentang kematiannya. Kau berpura-pura bersikap seolah kau tidak merasa dendam atas kematian ayahmu. Kepura-puraanmu itu membuatmu sangat tidak dapat dipercaya dan aku yakin kau hanya akan menjadi musuh dalam selimut. Kalau benar kau tidak mendendam atas kematian Jenderal Kaoshin Stardust, maka kau ini adalah anak durhaka."
Emma menyipitkan matanya dan menatap Ratu Ygrit yang menurutnya berusaha terlalu keras untuk membuat Emma meledak karena marah dengan menyinggung-nyinggung tentang eksekusi Kaoshin.
Apakah...
Dadanya bergolak oleh amarah saat ia memikirkan kemungkinan ini.
Apakah, Ratu Ygrit yang bertanggung jawab di balik eksekusi Kaoshin Stardust? Hanya Raja Cassius dan sang ratu yang mengetahui tentang misi Therius ke bumi untuk mencari dan membawa Emma pulang. Ratu Ygrit terlihat jelas memiliki agenda ingin menjodohkan Yldwyn dengan Therius.
Mungkin, pengkhianat itu bukanlah salah satu dari orangnya Therius yang memberi tahu Heron tentang rencana sang pangeran. Melainkan Ratu Ygrit sendiri.
Dan ketika Heron gagal mencegah Therius membawa Emma, mereka pun melaksanakan rencana B... yaitu membunuh Kaoshin.