Yared Dan Yldwyn
Yared Dan Yldwyn
'Emma... kau sudah berjanji untuk menjalankan peranmu sebagai tunanganku. Apakah kau ingin ingkar janji sekarang?' tanya Therius dengan menggunakan telemancy.
Kata-kata Therius itu seketika membuat Emma sadar bahwa ia memang telah berjanji untuk menjalankan peranan sebagai tunangan Pangeran Licht selama lima tahun ke depan.
Tetapi... ayahnya telah tiada. Untuk apa lagi Emma berpura-pura?
Emma menatap Therius cukup lama, saat ia mendengar kata-kata Therius melalui telemancy bahwa Emma harus bersikap sebagaimana seorang tunangan seperti rencana mereka semula, walaupun situasinya sudah berubah.
Pemuda itu balas menatap Emma, dan demikianlah keduanya berdiri diam di ujung jembatan, dengan wajah berhadapan dan mata saling menatap tajam.
'Perjanjian BATAL,' kata Emma sambil menatap Therius dengan penuh kemarahan. 'Kau bahkan tidak bisa melindungi ayahku. Bagaimana bisa aku mempercayakan hidupku kepadamu dan memegang perjanjian di antara kita. Situasi sudah berubah. Aku tidak akan berpura-pura lagi untukmu.'
Therius terdiam. Ia tidak mengira Emma akan langsung secara terbuka membatalkan perjanjian di antara mereka.
'Aku minta maaf atas apa yang terjadi kepada ayahmu,' kata Therius. 'Aku lengah karena ada orangku yang berkhianat. Aku berjanji akan menangkap orang yang bertanggung jawab atas kematian ayahmu dan menyerahkannya kepadamu. Kau dapat membalaskan dendam sesukamu. Tetapi untuk itu aku harus menjadi raja. Kalau kau membantuku.. aku juga akan membantumu.'
Emma ingin sekali menyalahkan Therius atas kematian ayahnya. Namun, ia sadar bahwa bahkan Therius sendiri merasa terpukul atas kematian Kaoshin. Kematian ayah Emma mengakibatkan situasi di Akkadia dengan negara-negara jajahannya kembali menjadi tegang dan perang bahkan sudah pecah.
Lalu.. apakah Emma ingin membalas dendam atas kematian ayahnya? Haruskah ia tetap berpura-pura menjadi tunangan Therius demi membantu pemuda itu naik takhta agar nanti ia dapat menghukum sepupunya demi Emma?
Emma mengerucutkan bibirnya dan mendengus.
"Akan kupikirkan," katanya lalu membalikkan badannya berjalan masuk ke dalam istana. Therius terpaksa mengikuti langkah-langkah gadis itu. Atila yang keheranan melihat kedua orang itu saling tatap cukup lama dengan ekspresi yang berubah-ubah hanya bisa menebak-nebak apa yang terjadi sebenarnya.
Beberapa orang pelayan dengan pakaian yang sangat rapi segera menyambut kedatangan Emma dan mendampinginya untuk berjalan menuju ke ruang perjamuan, tempat raja menerima tamu-tamu untuk acara makan malam ini.
Dengan penuh hormat, seorang pelayan menjelaskan bahwa di istana ini ada dua ruang makan. Satu yang berukuran sangat besar dan digunakan untuk mengadakan jamuan dengan orang-orang penting, dan satu ruang makan lagi berkapasitas hanya untuk 20 orang. Di sinilah Raja Cassius akan menerima mereka untuk makan bersama.
"Selamat datang, Yang Mulia," Dua orang pelayan membungkuk dalam-dalam di depan pintu ke arah Emma dan Therius yang baru tiba. "Raja Cassius akan datang sebentar lagi."
Mereka mempersilakan Emma duduk di salah satu kursi kehormatan sambil menunggu kehadiran Tuan rumah. Therius segera duduk dengan anggun di samping gadis itu.
Keduanya diam, tidak saling bicara. Di ruangan makan kecil yang ditata dengan sangat indah itu, hanya ada mereka berdua. Emma menjadi bertanya-tanya apakah makan malam ini hanya akan dihadiri oleh dirinya, Therius dan Raja Cassius, ataukah ada orang lain.
Emma lalu memutuskan untuk bertanya detailnya kepada Therius menggunakan telemancy, tetapi.. oh, mengapa ia sama sekali tidak dapat bicara kepada Therius dengan menggunakan telemancy?
Apakah Emma sudah kehilangan kemampuannya?
"Therius... ada yang aneh," kata Emma dengan suara berbisik kepada pemuda yang duduk di sampingnya itu.
"Ada apa?" tanya Therius.
"Aku tidak bisa membaca pikiran orang lain..." kata Emma. "Apakah telah terjadi sesuatu kepadaku karena aku sakit?"
Therius menggeleng. "Kau memang tidak akan bisa menggunakan telemancy ataupun kekuatan ajaib lainnya. Istana ini sengaja dilindungi oleh anti kekuatan sihir. ini sengaja dilakukan untuk mencegah adanya mage yang ingin menyerang atau mencelakakan kakekku."
"Oh... Emma mengangguk mengerti. "Pantas saja."
Dalam hatinya, Emma merasa kesal karena ia tidak dapat membaca pikiran Raja Cassius dan mencari tahu apa yang dipikirkan oleh raja Akkadia itu tentang dirinya.
Mereka kembali saling terdiam. Tidak lama kemudian masuklah seorang pemuda berpakaian kebesaran bangsawan dengan warna beraksen putih. Ia mengambil kursi di seberang Therius dan menatap pemuda itu cukup lama dengan seringai di wajahnya.
Entah kenapa Emma langsung merasa tidak suka kepada laki-laki itu.
"Hai, Licht. Akhirnya kau pulang juga," sapa pemuda yang baru datang ini kepada Therius. Dari sikapnya yang akrab dan tidak perlu formal, Emma dapat menduga lelaki yang baru datang ini adalah sepupu Therius.
Kalau begitu... ini pasti Pangeran Yared yang bertanggung jawab atas kematian ayahnya!
Emma menatap lelaki itu dengan mata menyala-nyala penuh dendam. Awas kau... aku akan membuatmu membayar kematian ayahku...
Aku akan membuatmu menyesal sudah dilahirkan ke dunia ini!
"Yared," balas Therius dengan suara dingin. "Kau jangan berpura-pura ramah. Aku sudah tahu apa yang kau lakukan."
Yared hanya memutar matanya dan tersenyum manis. Pemuda ini sama sekali tidak tampan seperti Therius, tetapi ia tampak sangat pandai memilih pakaian yang membuatnya terlihat menarik dan sikapnya yang riang membuat orang-orang langsung suka kepadanya. Wajahnya tirus dan sepasang matanya yang berwarna cokelat tampak bersinar penuh kecerdasan. Bibirnya selalu tampak tersenyum.
Justru orang seperti inilah yang paling berbahaya. Mereka tampak ramah dan baik, selalu berkata-kata manis, tetapi di belakang mereka akan menjatuhkanmu dengan licik. Emma sama sekali tidak menyukai Yared.
"Sepupuku, kau terlalu kaku. Apakah kau tidak akan memperkenalkan gadis cantik yang datang bersamamu ini?" komentar Yared masih dengan senyum lebarnya.
"Kau tidak perlu mengenalnya. Siapa dia... bukan urusanmu," balas Therius. Ia sangat sebal melihat sepupunya sangat pandai berpura-pura.
Heh, brengsek! Kau tahu pasti siapa gadis ini... ayahnya baru kau bunuh seminggu yang lalu. Beraninya kau tersenyum di depannya sekarang seolah tidak terjadi apa-apa.
Namun demikian, hanya ekspresi datar dan acuh tak acuh yang tampak di wajah Therius. Ia tak pernah membiarkan orang lain membaca isi hatinya dari ekspresi wajahnya. Hanya di antara Emma dan Xion ia merasa cukup nyaman dan membiarkan isi hatinya terbaca lewat sikap dan perasaannya.
"Ahh... aku bukan orang sepertimu yang terlalu tinggi hati dan bisa berlaku sesukanya. Aku adalah lelaki sopan yang tahu menghargai wanita." Yared bangkit dari kursinya dan berjalan menghampiri Emma. Ia hendak mengulurkan tangannya ke arah Emma, tetapi tiba-tiba saja sebuah kursi telah didorong kuat menghalangi langkahnya.
Emma sama sekali tidak terpengaruh oleh konflik kedua sepupu itu. Ia diam tidak bergerak di tempatnya, bahkan memandang Yared maupun Therius tidak ia lakukan. Ketika terjadi insiden kursi didorong ke sampingnya untuk menghalangi Yared mendekat, Emma bahkan tidak mengedipkan mata.
Sikapnya itu membuat Yared tertegun. Ia bahkan tidak terlalu terkejut melihat kursi yang tiba-tiba didorong Therius ke depannya. Ia lebih terkejut melihat gadis cantik yang baru datang ini tampak begitu dingin dan tak terjangkau.
Bukankah ini Emma Stardust, putri Kaoshin Stardust dan Arreya? Kalau benar, maka umurnya sekarang belum genap 19 tahun. Mengapa sikapnya tidak seperti gadis seumurnya?
Ah.. sangat mengesankan... pikir Yared. Ia menatap Emma agak lama dan kemudian menaruh tangannya di dada.
"Tuan Putri Emma Stardust, namaku Yared Kohara. Aku adalah saudara sepupu Licht, temanmu ini... Maaf aku berlaku tidak sopan dan tidak dapat menyampaikan hormatku secara langsung. Sepupuku tidak punya tata krama." Senyum di wajah Yared menghilang, digantikan ekspresi duka. "Aku turut sedih atas apa yang menimpa ayahmu."
Suaranya hampir terdengar tulus. Emma tetap bergeming di tempatnya. Ia menganggap kedua pemuda itu tidak ada, bagaikan udara.
Satu-satunya alasan ia datang kemari adalah bicara dengan Raja Cassius. Ia tidak perlu mempedulikan hal lain yang tidak penting. Kalau ia menoleh ke arah Yared, ia takut emosinya akan memuncak dan ia tidak dapat menahan diri lalu menghajar Yared.
Walaupun sihir di istana ini tidak dapat digunakan, Emma masih dapat menggunakan tangan dan kakinya untuk mencakar dan menendang Yared.
"Yang Mulia Raja Cassius dan Ratu Igryt telah tiba!"
Suasana canggung akibat sikap Emma yang tidak mempedulikan bentuk perhatian Yared segera teralihkan ketika pelayan istana mengumumkan kehadiran Raja Cassius dan istrinya.
Barulah Emma menoleh dan menatap ke arah pintu masuk dengan mata disipitkan. Ia ingin melihat sendiri seperti apa raja jahat yang telah memerintahkan eksekusi ayahnya tersebut. Tanpa sadar, tangannya mengepal kuat ke samping saat sepasang mata indahnya menangkap sosok tiga orang datang masuk ke dalam ruangan.
Raja Cassius adalah seorang raja yang tampak mengesankan walaupun usianya sudah di atas 75 tahun. Wajahnya tidak terlalu banyak memiliki kerutan dan tubuhnya masih tegap. Hanya saja langkahnya terkesan agak lambat, menurut dugaan Emma karena sang raja masih sakit.
Di sebelahnya tampak berjalan seorang wanita berwibawa dengan rambut panjang berwarna keperakan. Wajahnya masih menyisakan kecantikan di masa mudanya. Sepasang matanya tampak begitu serupa dengan mata Therius. Wanita ini pasti Ratu Ygrit, pikir Emma.
Di samping sang ratu ada seorang gadis muda yang sangat cantik denga rambut panjang berwarna kebiruan yang ditata sangat indah dengan berbagai aksesori dan batu mulia yang membuatnya terlihat berkilauan.
Emma tidak dapat menduga siapa gerangan wanita muda yang datang bersama raja dan ratu. Wajahnya cantik, berbentuk oval dengan sepasang mata besar yang terlihat sendu dan tirai bulu mata lebat yang membuat perhatian orang-orang akan langsung teralihkan. Hidungnya tinggi dan bibirnya mungil, terlihat sangat imut.
Sambil berjalan, gadis itu tampak mengobrolkan sesuatu dengan ratu Ygrit dan mereka tampak saling tersenyum. Kelihatannya akrab sekali.
"Selamat malam, Kakek dan Nenek. Terima kasih sudah mengundangku untuk makan malam di sini," sapa Yared dengan penuh semangat. Ia berjalan ke arah mereka dan mengulurkan tangannya untuk memeluk sang ratu. Ketika melihat gadis di samping neneknya, senyumnya terkembang semakin lebar. "Putri Yldwyn... senang bertemu denganmu."