Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Menunggu Therius



Menunggu Therius

Emma sudah mempelajari tentang sejarah Akkadia dan mengetahui bahwa dalam perang, tidak ada negara yang akan menggunakan senjata pemusnah massal karena mereka tidak ingin menghancurkan planet mereka.     

Senjata yang setara senjata nuklir telah dilarang sejak lima ratus tahun yang lalu di seluruh Akkadia dan dimusnahkan sehingga manusia di planet ini tidak perlu kuatir akan adanya efek radiasi dan kehancuran massal yang diakibatkan oleh senjata pemusnah massal tersebut.     

Perang antara negara akan dilakukan seperti perang konvensional berupa pertempuran terbuka di medan perang antara pasukan dan kendaraan tempur masing-masing.     

Satu hal yang menjadi kelebihan di Akkadia adalah kehadiran manusia-manusia istimewa yang memiliki kekuatan ajaib dan dapat menyusup di antara pasukan musuh untuk membuat kekacauan.     

Seorang telemancer tingkat tinggi dapat masuk ke antara pasukan musuh dan mengontrol mereka semua untuk saling membunuh atau membunuh dirinya sendiri.     

Seorang electromancer dapat merusak semua peralatan listrik lawan dan membuat mereka tidak berdaya. Seorang pyromancer dapat menyebabkan kebakaran hebat yang membumihanguskan markas musuh, dan masih banyak lagi.     

Orang-orang seperti inilah yang dianggap sebagai senjata rahasia dari setiap negara dan dapat menentukan hasil dalam suatu pertempuran. Emma dapat membayangkan betapa tangguh ibunya dalam pertempuran semacam ini. Arreya akan dapat menggunakan lima kekuatannya sekaligus dan menghancurkan kekuatan musuh.     

Itu juga yang membuat wanita itu menjadi sangat terkenal dan dikagumi banyak orang. Ahh... Emma ingin sekali memiliki setengah saja kekuatan ibunya, agar ia dapat berbuat lebih banyak untuk menyelamatkan dirinya dan melindungi orang-orang yang disayanginya.     

Emma sering merasa tidak berguna karena kekuatannya yang banyak belum dapat ia gunakan secara maksimal karena ia tidak terlatih.     

"Apakah menurutmu... kehadiranku masih bisa mencegah perang?" tanya Emma dengan suara pelan. Ia menatap Xion lekat-lekat.     

Emma tahu Xion adalah seorang laki-laki yang jujur. Walaupun ia adalah sahabat Therius, pemuda itu pasti akan berkata jujur kepadanya dan menyampaikan apa yang menurutnya benar. Xion tidak pernah peduli dengan politik dan ia tidak memiliki agenda tertentu terhadap Emma.     

Emma ingin tahu apakah masih ada harapan baginya untuk menjadi pendamai seperti yang diinginkan Therius. Kalau tidak...     

Maka Emma tidak punya alasan lagi untuk tetap tinggal di Akkadia. Ia akan kabur membawa Haoran bersamanya dan mencari cara untuk pergi ke Thaesi, Walaupun harus mati, ia akan nekad melakukannya.     

"Kurasa masih bisa," kata Xion dengan sungguh-sungguh. "Itulah yang sedang diusahakan Therius sekarang. Ia pergi ke istana kakeknya, meminta izin untuk membawamu ke Thaesi menemui ibumu untuk membicarakan perdamaian. Kuharap ia akan pulang membawa kabar baik nanti malam."     

"Benarkah?" Wajah Emma seketika diliputi kebahagiaan saat ia mendengar Therius berniat membawanya menemui ibunya. Dadanya seketika dipenuhi kerinduan akan ibunya yang cantik, yang telah belasan tahun tidak ditemuinya.     

Apakah ibunya masih tampak seperti dulu? Ia ingin sekali bertemu...     

"Perjalanan ke Thaesi agak jauh, jadi sebaiknya kau makan yang banyak dan beristirahat agar kau tidak jatuh sakit dalam perjalanan ke sana," nasihat Xion. Ia mulai menikmati makanan yang dihidangkan. Karena melihat Emma masih termangu, ia mengambilkan beberapa makanan dan menaruhnya di depan Emma agar gadis itu makan. "Ayo, kalau kau sakit, kau tidak akan bisa bertemu ibumu."     

Emma mengangguk paham. Xion benar. Saat ini, ia harus merawat dirinya baik-baik dan segera memulihkan diri agar ia dapat bertemu ibunya.     

Ia dapat membayangkan tentu ibunya sekarang sedang mengalami duka yang mendalam karena kematian ayahnya. Ia mengerti bagaimana rasanya kehilangan orang yang sangat dicintai secara tiba-tiba.     

Ketika Haoran jatuh sakit dan hingga kini masih terbaring koma, Emma juga merasakan hancur hati yang sangat mendalam. Ia tahu betapa ibunya sangat mencintai ayahnya... Ia ingin ada di samping Arreya dan berbagi duka bersamanya.     

Mereka akhirnya makan dengan tenang. Setelah selesai makan siang, Emma merasakan kekuatannya pulih sedikit demi sedikit. Ia hendak menjelajahi tempat itu dan mengetahui daerah sekelilingnya, tetapi ketika ia mengatakan hal itu, Xion mencegahnya.     

"Jangan dulu. Kau masih lemah, sebaiknya kau beristirahat lagi," kata Xion. "Therius berpesan kepadaku untuk menjagamu sampai ia pulang nanti malam. Aku tak dapat membiarkanmu keluar."     

"Tapi aku baik-baik saja," kata Emma berusaha berkeras. Namun, Xion juga dapat bersikap keras kalau ia mau. Pemuda itu menggeleng dengan tegas.     

"Tidak bisa. Kau harus beristirahat lagi. Kalau kau ingin menemui ibumu, kau harus benar-benar sembuh. Kondisi tubuhmu drop karena kau mengalami stress yang sangat tinggi. Setidaknya itulah yang tadi dikatakan Atila," kata pemuda itu. "Kau perlu istirahat yang sangat banyak dan menenangkan diri."     

"Ah, di mana Atila sekarang?" tanya Emma kemudian. Ia baru teringat kepada 'asisten pribadinya' itu.     

"Dia sekarang pulang ke rumahnya dan beristirahat. Nanti malam ia akan datang ke sini lagi dan merawatmu."     

Emma mengangguk. "Baiklah kalau begitu. Hmm.. kau juga sepertinya perlu istirahat."     

"Aku tidak apa-apa," kata Xion.     

Ia tampak kusut dan lelah karena memikirkan nasib Emma. Ia merasa sangat kasihan kepada gadis itu. Tentu kelelahan yang ia rasakan tidak ada apa-apanya dengan apa yang dirasakan oleh Emma. Karenanya Xion sama sekali tidak mengeluh.     

Emma memutuskan untuk menuruti perkataan Xion dan beristirahat di kamarnya. Ia memang belum pernah merasa demikian lelah seumur hidupnya.     

***     

Therius pulang ke istananya saat makan malam tiba. Kira memberi tahu Emma tentang kedatangan Therius dan gadis itu segera bersiap-siap untuk menemuinya.     

Seharian tadi ia telah berusaha untuk menenangkan diri, tetapi pikirannya terus sibuk memikirkan apa yang terjadi di luar sana. Baik Xion maupun para pelayannya tidak ada yang mau memberitahunya kabar yang terjadi di luar, karena itulah Emma sangat menantikan kedatangan Therius untuk menanyakan perkembangan yang sedang terjadi.     

Baru saja Emma hendak keluar dari kamarnya, pintu kamar telah dibuka dan masuklah pemuda yang ditunggu-tunggunya itu.     

Therius tampak sangat gagah dengan pakaian kebesaran seorang pangeran. Emma ingat ia pernah melihat pemuda itu mengenakan pakaian yang mirip seperti ini ketika mereka bertemu di penthouse di Singapura. Waktu itu Xion menggoda Therius dan mengatakan bahwa pemuda itu sengaja mengenakan pakaian terbaiknya untuk bertemu Emma.     

"Hei, bagaimana keadaanmu? Apakah kau sudah baikan?" tanya Therius saat ia melihat Emma berjalan ke arahnya.     

Emma berhenti di depan pemuda itu dan menatap mata Therius dengan berbagai perasaan yang bergejolak. Ia ingin memukul Therius karena telah menyembunyikan kebenaran darinya dan membuat Xion membawanya keluar anjungan di The Dragonite saat mereka menerima kabar kematian Kaoshin.     

Namun, ia takut kalau ia memprovokasi Therius, pemuda itu akan marah dan kemudian membatalkan semua perjanjian mereka. Walaupun ia tahu Therius mencintainya, Emma mengerti bahwa Therius adalah laki-laki biasa yang juga punya batas kesabaran.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.