Makan Malam Bersama
Makan Malam Bersama
"Kau berutang satu permintaan kepadaku," kata Emma sambil menatap pria itu lekat-lekat. "Aku tidak meminta uang atau barang mahal... aku hanya memintamu membantuku bertemu ibuku."
Xion menelan ludah. Entah kenapa kini ia merasa dijebak sama seperti saat Therius terpaksa mengabulkan permintaan Emma untuk membiarkannya menang dari Therius dalam pertarungan mereka lima tahun lagi.
Sebenarnya, Emma tidak berbuat curang. Ia hanya menagih janji Xion dan Therius saat itu yang akan mengabulkan satu permintaannya jika ia memang balapan dari mereka. Kedua pemuda itu biasa melakukannya untuk bersenang-senang dan tidak pernah ada yang mengajukan permintaan serius seperti Emma ini sebelumnya.
Mereka juga merasa sedikit tertipu karena Emma menyembunyikan kemampuannya sebagai herbomancer. Namun, kalau ia mau jujur, Emma tidak curang. Ia hanya menggunakan segala cara untuk menang. Tidak ada dalam aturan mereka yang melarang Emma untuk melakukan segala cara.
"Apakah kau mau mundur dari janjimu untuk mengabulkan satu permintaanku?" tanya Emma.
Xion menarik napas panjang. "Aku tidak pernah ingkar janji."
"Kalau begitu... kau mau membantuku?" tanya Emma penuh harap.
Xion menoleh ke arah Therius dan kedua pasang mata mereka bertatapan. Therius menggeleng.
"Kau akan membahayakan nyawa kalian berdua. Jangan bertindah bodoh," kata sang pangeran dengan suara tegas. "Kau hanya seorang diri, tidak akan sanggup melindungi Emma sampai ke Thaesi. Kita berjanji memenuhi satu permintaannya, tetapi ingat... ia tidak boleh meminta nyawamu."
Emma juga ingat bahwa Therius dan Xion sudah menegaskan bahwa mereka akan memberikan apa pun yang Emma minta kecuali nyawa.
Dadanya kembali seolah ditindih benda berat.
Therius menatap Emma lekat-lekat. "Emma, kau tahu aku mencintaimu, tetapi aku tidak akan membiarkan diriku dikuasai oleh perasaanku kepadamu. Aku punya tanggung jawab besar kepada negeriku. Aku juga tidak akan membiarkanmu mengambil nyawa sahabatku. Kau punya waktu dua hari untuk memikirkan penawaran kakekku. Aku tidak akan dapat melindungimu kalau kau berkeras hendak pergi."
"Aku tidak butuh kau lindungi! Aku..." Emma terdiam. Ia sadar, walaupun ia terus membantah, namun pada kenyataannya, selama di Akkadia ia memang bergantung pada kebaikan hati Therius.
Tangannya bergetar karena marah saat ia memegang sendok yang dipakainya untuk makan. Kalau ia menurutkan perasaan hatinya, Emma sudah berlari pergi dari ruang makan, meninggalkan Therius dan Xion.
Namun, ia mengeraskan hati dan menggigit bibirnya menahan diri agar tidak meledak marah. Saat ini tubuhnya masih terlalu lemah. Ia justru harus makan dengan baik dan beristirahat, lalu berusaha pulih secepatnya.
Therius sungguh berharap ia dapat membaca pikiran Emma. Ia melihat ekspresi gadis itu yang tampak marah, tetapi herannya Emma sama sekali tidak mau bicara lagi. Seolah, ia memutuskan untuk melakukan sesuatu di belakang Therius.
Apa yang ingin kau lakukan, Emma? Therius hanya dapat bertanya di dalam hati.
Mereka melanjutkan makan dalam diam. Emma benar-benar memaksa dirinya agar dapat menghabiskan makanannya. Ia bertekad untuk segera pulih dan mencari cara untuk keluar dari istana Therius, atau setidaknya mencari cara untuk keluar.
"Aku sudah selesai," kata gadis itu setelah meneguk minumannya hingga dan menghabiskan makanan di piringnya. Ia bangkit dari kursinya dan mengangkat tangannya ketika melihat Therius juga hendak berdiri. "Tak perlu mengikutiku. Aku tidak mau bicara lagi denganmu."
Ia lalu berjalan pergi keluar ruang makan dan sama sekali tidak menoleh. Therius dan Xion hanya memandang punggungnya yang segera menghilang di balik pintu.
"Kasihan Emma," gumam Xion dengan suara rendah. "Ia sudah banyak menderita."
Therius diam, tidak menanggapi kata-kata Xion. Ia tahu Emma sudah banyak menderita. Seharusnya... kalau semua berjalan sesuai rencananya, Emma akan dapat segera bertemu orang tuanya.
Sayangnya... ada faktor yang tidak diduganya yang mengacaukan semuanya. Yared berhasil memikirkan cara licik untuk membuat perdamaian antara Akkadia dan Thaesin menjadi mustahil. Therius tahu, dengan kematian Kaoshin, akan sangat sulit baginya untuk melunakkan hati Putri Arreya.
Jangankan Arreya, Emma juga merasa sangat terluka atas kematian ayahnya. Stress dan rasa duka yang dialami gadis itu begitu parah sehingga tubuhnya langsung menjadi drop seperti sekarang.
Therius benar-benar belum pernah semarah ini kepada siapa pun sebelumnya. Ia mengingat baik-baik utang darah ini yang harus dibayar Yared kepadanya karena telah membunuh ayah Emma, yang berarti calon mertuanya.
Yared akan membayar ini dengan sangat mahal. Therius akan memastikan hal itu.
***
Keesokan harinya Emma bertemu Therius dan Xion kembali di saat sarapan. Therius sengaja menunda kepergiannya ke istana raja agar ia dapat bertemu Emma.
"Emma... raja kembali memanggilku ke istana. Aku akan pergi seharian dan kembali saat makan malam. Kau beristirahat saja di rumah dan pulihkan kondisimu. Xion masih akan menemanimu di sini dan membantumu."
Emma tampak diam selama beberapa saat. Ia tampak memikirkan sesuatu. Setelah menarik napas panjang, ia lalu menoleh ke arah Therius dan menatapnya dengan sungguh-sungguh.
"Bawa aku bertemu kakekmu," kata gadis itu dengan tegas.
"Uh? Apa tadi kau bilang?" Therius tidak mempercayai pendengarannya sendiri. "Kau ingin bertemu Kakekku?"
"Benar," kata Emma. Wajahnya tampak dipenuhi tekad. "Setelah aku bertemu dengannya, aku akan memutuskan apakah aku akan menikah denganmu atau tidak."
Therius tertegun mendengar kata-kata Emma. Apakah gadis ini benar-benar serius? Bukankah tadi malam Emma masih menolak dengan keras syarat dari Raja Cassius?
Apakah ia memang sudah memikirkannya?
"Aku tidak bisa begitu saja membawamu," kata Therius. "Aku akan pergi ke istana raja dan menanyakan kepada kakekku apakah kau dapat bertemu dengannya. Kalau ia mengizinkannya, aku akan mengirimkan orangku untuk menjemputmu."
"Baiklah. Aku tunggu."
"Hmm.. apakah kau sudah baikan?" tanya Therius lagi. Nada suaranya penuh perhatian.
"Aku tidak akan pernah merasa baikan," kata Emma dengan dingin. Ia lalu menunduk dan memfokuskan perhatiannya pada makanan yang terhidang di depannya.
Therius tidak mendesak. Ia juga melanjutkan sarapannya dengan tenang, sambil dalam hatinya bertanya-tanya apa yang sebenarnya diinginkan Emma dengan menemui kakeknya.
***
"Yang Mulia, ada utusan dari Pangeran Licht yang mengatakan Anda ditunggu di istana Raja untuk makan malam bersama nanti sore. Pangeran Licht sangat sibuk sehingga ia tidak dapat pulang kemari menjemput Nona."
Kira datang memberikan laporan bahwa Raja Cassius mengundang Emma untuk makan malam di istana. Saat itu Emma sedang duduk merenung di jendela kamarnya. Ia mengangkat wajahnya dan mendengarkan laporan Kira dengan penuh perhatian.
"Begitu ya?" Emma mengangguk pelan. Ia kembali melayangkan pandangannya ke jendela dan menatap taman luas yang dipenuhi bunga warna-warni. Istana Pangeran Putra Mahkota ini sangat indah dan megah, tetapi entah kenapa, Emma tidak dapat mengagumi pesonanya. Ia merasa terkekang di sini.
"Dokter Atila juga barusan datang dan hendak memeriksa kondisi Yang Mulia," Kira menambahkan.
"Persilakan Atila masuk," kata Emma.
"Baik, Yang Mulia."
Beberapa menit kemudian asisten pribadi Emma yang juga merupakan seorang dokter itu telah melangkah masuk ke dalam kamar Emma. Ketika pandangannya tertumbuk pada Emma yang sedang duduk di pinggir jendela dengan ekspresi berduka, wanita itu tampak menggeleng dengan prihatin.
"Yang Mulia.. aku turut berduka untuk Jenderal Kaoshin Stardust," kata Atila dengan penuh simpati.
"Terima kasih, Atila," jawab Emma pendek. Ia berjalan menuju ke tempat tidurnya dan duduk di tepi ranjang, memberi tanda kepada Atila agar mendekat. "Atila, aku akan makan malan di istana malam ini dan bertemu Raja Cassius. Aku ingin kau ikut bersamaku."
"Baik, Yang Mulia," jawab Atila dengan patuh tanpa berani bertanya apa-apa. "Apakah Yang Mulia sudah merasa baikan? Kemarin saat aku memeriksa kondisi Anda, tubuh Anda sangat lemah."
"Aku sudah agak baikan, tetapi aku tetap membutuhkanmu di istana raja seandainya aku kembali sakit," kata Emma.
"Tentu saja, Yang Mulia. Saya akan selalu mendampingi Anda," kata Atila sungguh-sungguh.
"Terima kasih."
Sekitar pukul 5 sore, Kira dan Ola membantu Emma untuk bersiap-siap untuk acara makan malam di istana raja. Mereka memilihkan gaun cantik berwarna ungu dengan potongan anggun untuk dipakai gadis itu.
Emma kemudian mengetahui bahwa ungu adalah warna berkabung di Akkadia. Ia mengucapkan terima kasih kepada para pelayannya yang bersikap penuh pengertian dan memilihkan pakaian yang sesuai dengan kondisinya yang sedang berduka atas kematian ayahnya.
Selama dua hari terakhir, Emma sudah mengeraskan hatinya dan tidak mau menangis lagi. Ia merasa air matanya hanya akan tumpah sia-sia dan membuat tubuhnya menjadi lemah. Ia lalu berusaha melupakan hal-hal buruk yang terjadi dan memfokuskan perhatiannya pada hal-hal yang baik. Ia tidak boleh lemah dan menjadi terpuruk.
Ada banyak hal yang harus ia syukuri. Saat ini, Haoran masih hidup dan ada bersamanya di Akkadia. Emma hanya perlu bertahan agar ia dan Haoran tetap selamat sampai ia dapat menemukan Leon, sahabat ayahnya dan meminta Leon untuk menyembuhkan Haoran.
Ia juga harus bersyukur karena ibunya masih hidup. Walaupun saat ini Arreya pasti sedang berduka, setidaknya ibunya itu masih ada dan mereka juga telah berhasil mencuri mayat ayahnya.
Yang penting Kaoshin kini sudah berada dekat dengan keluarganya, walaupun hanya tubuhnya saja. Mereka pasti akan menguburnya di Thaesi dan Arreya akan dapat mengunjungi makamnya kapan pun.