Jaga Dia, Jangan Tinggalkan! (2)
Jaga Dia, Jangan Tinggalkan! (2)
Selama Rong Zhan tidak menyakiti dirinya sendiri Sang Xia akan baik-baik saja.
Tapi Sang Xia tidak menyangka jika Rong Zhan akan menyerangnya lebih lagi. Penyiksaan Rong Zhan padanya tidak hanya sekadar menggigitnya, tapi...
"Kreek!"
Dengan suara sutera yang robek, pakaian Sang Xia secara kasar terkoyak dari belakang. Rong Zhan tampak gila dan seperti binatang buas yang baru saja mendapatkan mangsa.
Seketika, kaki Sang Xia dibuka terpisah.
Detik berikutnya, entah apa yang terjadi, yang pasti Sang Xia telah mengerang kesakitan sembari menggigit bibirnya kuat-kuat. Saat itu juga ia bisa merasakan bau darah di mulutnya.
Otak Sang Xia tampak kosong.
Sepertinya untuk sesaat, ia lupa di mana mereka berada.
Apakah mereka benar-benar berada di koridor yang gelap dan sunyi...
Ya, kenyataannya memang demikian.
Sekujur tubuh Sang Xia sudah menegang dan tak terbayangkan, tetapi rasa sakit yang tajam dari tubuhnya tidak punya waktu baginya untuk berpikir terlalu banyak, jadi ia menutup mulutnya dengan rapat.
Namun, detik berikutnya, tangan yang ia gunakan untuk menutup mulutnya sendiri tiba-tiba terlepas, dan seketika Sang Xia bernapas dengan keras, tetapi tangan itu seolah tidak bisa dijauhkan. Sebagai gantinya, jari Rong Zhan langsung menempel di bibirnya, tapi Sang Xia segera menjauhkan jari itu.
Rong Zhan tentu tidak akan membiarkan Sang Xia menggigit jarinya sendiri.
Dengan setiap gerakan kekerasan yang Rong Zhan lakukan di punggung, ia mencetak bekas gigitan yang lebih dalam di ibu jarinya.
Air mata Sang Xia mengalir keluar dengan semakin tak terkendali.
Kali ini, Sang ia benar-benar terpenjara dan tidak bisa melawan, tetapi ia sendiri juga enggan untuk memberontak. Tidak peduli seberapa menyakitkan dan sekejam apa tindakan Rong Zhan.
Di belakangnya, seorang pria sedang menggerogoti leher putihnya seperti binatang buas hingga meninggalkan jejak merah, dengan mata elang yang panjang dan sempit.
Di koridor gelap itu, dipenuhi dengan suara samar yang ditekan. Sepertinya ada seseorang yang saling tumpang tindih di tempat yang tak terlihat. Seorang wanita terus-menerus merintih dengan tubuh tertekan pada dinding...
**
Entah berapa lama waktu telah berlalu. Untungnya, tidak ada yang melewati koridor ini. Semua staf turun dengan lift. Hanya Sang Xia, satu-satunya orang yang sedang terburu-buru untuk pergi lewat sini. Alhasil, ia justru bertemu dengan Rong Zhan yang tiba-tiba jatuh sakit.
Bagi Rong Zhan, ini sebenarnya pukulan.
Penyakit itu datang secara tiba-tiba, tetapi ia tidak menyangka jika ditemukan oleh istrinya di sini. Semua yang ia miliki sebelumnya dan semua yang ia sembunyikan dari Sang Xia telah terungkap.
Sang Xia akan tahu jika ia memiliki halusinogen yang menyiksa orang meski tidak akan membuatnya mati. Sang Xia akan tahu bahwa ketika penyakitnya kambuh, selain menyiksa diri, kekerasan seksual adalah solusi lain, tetapi ia tidak bisa melakukannya setiap saat.
Waktu, tempat, kapan saja.
Ia tidak bisa mengendalikan faktor kekerasan dalam tubuhnya ketika halusinogen itu kambuh, bahkan meski ia tidak ingin menyakiti Sang Xia.
Warna kemerahan di kedalaman mata sipit Rong Zhan berangsur-angsur menghilang, menunjukkan bahwa ia telah kembali normal, tetapi ia masih tidak bisa berhenti, dan keinginan untuk tidak menyudahi ini semua
Sejujurnya, ia malu untuk menghadapi Sang Xia.
Teramat malu untuk menghadapinya.
Bahkan ia lebih takut jika Sang Xia memintanya untuk mengakui segalanya. Sebenarnya ia hanya tidak ingin membuat Sang Xia khawatir dan hanya menginginkan kehidupan yang sederhana dan bahagia, dan tidak ingin Sang Xia terlibat dalam hal-hal rumit yang menimpanya.
Kemudian, efek dari halusinogen itu benar-benar berkurang melalui kekerasan seksual yang baru saja dilakukan olehnya dan Rong Zhan seketika melihat bekas luka yang diciptakan olehnya. Saat ini, Sang Xia hampir tidak sadarkan diri. Sontak hatinya dipenuhi dengan rasa sakit. Ia bergegas memeluk Sang Xia erat-erat sembari berkata dengan suara serak di telinganya lagi dan lagi, "...Maaf, maafkan aku... Sayang... Aku mencintaimu."
Tanpa sadar Sang Xia menggenggam bajunya yang terkoyak, "... Aku... mau pulang..."