Akhirnya Terucap Kata “Aku Mencintaimu” (6)
Akhirnya Terucap Kata “Aku Mencintaimu” (6)
Namun, dengan ledakan keras lainnya yang tidak jauh tepat di belakangnya, gelombang panas serasa menghantamnya!
Benturan besar itu mengakibatkan ia menabrak tebing dan dinding batu yang keras, juga kasar.
Sontak, seteguk darah amis sekaligus manis tiba-tiba dimuntahkan dari mulutnya, yang juga mewarnai dinding batu di sana. Tak lama berselang, pandangannya semakin mengabur, sampai akhirnya ia tidak sadarkan diri. Meski samar-samar, tampaknya ia masih mendengar seseorang meneriakkan namanya seperti orang gila, dan suara itu begitu familiar. Sejujurnya, betapa ia ingin membuka mata untuk melihat orang itu…
Tapi tidak bisa.
Kelopak matanya terasa sangat berat.
Bahkan setiap sel dalam tubuhnya serasa remuk redam, sakit dan mati rasa, seolah-olah telah dicabut dari tubuhnya.
"...Bo… Jing…"
Bibirnya yang berdarah perlahan memuntahkan satu nama itu sebelum ia benar-benar terperosok ke dalam kegelapan.
...
Tak terelakkan lagi, kecelakaan mendadak seperti itu tentu mengejutkan semua orang dan menyebabkan kekacauan di lintasan.
Orang yang tak terhitung jumlahnya langsung mengarahkan pandangan mereka ke mobil yang menabrak dinding tebing di depan. Detik setelahnya, api yang mengamuk itu tampak berkumpul dengan liar, juga sosok hitam kurus yang tergeletak di bawah dinding tebing tidak jauh dari sana... Melihat sejumlah besar darah yang tergenang di tanah…
Seorang pria jangkung mulai berjalan menuju sosok langsing itu selangkah demi selangkah.
Setelah melihat sosok yang terbaring lemah itu, kakinya seketika melunak dan tiba-tiba ia berlutut.
Terlihat juga tangannya yang gemetar, kemudian dengan lembut mengangkat sosok kurus itu…
Sampai akhirnya, ia membenamkan wajahnya di lekukan leher wanita itu, bahunya bergetar samar, dan punggungnya tampak membungkuk dalam…
Sementara rambut panjang wanita itu tergerai dan bergoyang lembut akibat tiupan angin, yang mampu mengaduk cahaya lembut senja.
Tampaknya suasana saat itu seolah semakin membuat tragedi yang baru saja terjadi semakin dramatis. Di saat yang sama, senja di langit berangsur-angsur menyembunyikan dirinya dan berhasil menyengat mata semua orang.
Untungnya, tidak ada orang lain yang terkena dampak kecuali seseorang yang terluka ringan saat menghindar.
Sedangkan Josh sendiri—
Lengannya terkulai lemah, seperti seseorang yang telah kehilangan napas.
Tanpa membuang waktu lagi, seseorang segera memanggil polisi, sementara yang lain memanggil ambulans.
Tak pelak lagi, adegan itu benar-benar kacau. Tepat ketika seseorang ingin bergegas mendekat, ia langsung dihentikan oleh penyelenggara.
Sedangkan Barton di sana juga bergegas keluar dari mobil segera setelah ia berhenti.
Kecelakaan itu terjadi hanya dalam beberapa menit dan ia menyaksikan semuanya dengan mata kepalanya sendiri. Apalagi, saat melihat mobil Josh menghindari seseorang dan akhirnya menabrak dinding batu tebing, Barton benar-benar linglung. Dalam hati ia hanya mampu bertanya-tanya kenapa rem mobilnya tidak berfungsi.
Kini, Barton langsung turun dari mobil dan bergegas di depan mereka dengan dada naik turun seperti binatang buas.
...
Untuk sesaat, Bo Jing hanya merasa jantungnya seolah berhenti berdetak, juga seperti tertusuk ribuan pisau tajam di saat yang bersamaan. Begitu melihat mobil Josh lepas kendali, otaknya berasa dikosongkan dalam sekejap. Padahal ia bisa menyelamatkan orang lain, tetapi ia tidak bisa menyelamatkan istrinya sendiri.
Hingga akhirnya ia melihat Josh menjadi seperti ini.
Dan sekarang, Bo Jing hanya berlutut di sana, memeluknya erat-erat dengan tangannya, sembari mengubur kepalanya dalam-dalam di leher Josh. Tak terasa sentuhan panas juga mengalir dari sudut matanya yang memerah. Kali ini, tangannya semakin gemetar, ketakutan yang tak terkendali telah menyelimutinya, dan rasa kehilangan yang kuat menghantuinya tanpa henti, yang membuatnya tidak bisa melepaskan diri dari rasa sakit.
"Josh… Josh… jangan seperti ini…"
Darah segar masih melumuri wajahnya, sementara Bo Jing hanya mampu menatapnya sembari terus menerus menggosok tangannya dengan lembut.
Tubuh Josh benar-benar rapuh seperti bulu.
Seolah tidak ada beban, bahkan Bo Jing pun tidak berani mengulurkan tangannya untuk merasakan napasnya.
Sungguh, ia sangat ketakutan.