Mewujudkan Impian, Pernikahan (13)
Mewujudkan Impian, Pernikahan (13)
Harus diakui, memang banyak hal telah berlalu begitu lama dan hati Sang Xia benar-benar sudah mati rasa untuknya. Karena itulah ia tidak akan merasakan apa-apa ketika bertemu orang-orang yang dikenalnya dulu. Mungkin hanya sekadar bertegur sapa bukanlah suatu hal yang salah.
Sebab, sebaliknya, orang yang masih peduli dan bahkan belum mampu beranjak dari masa lalu justru yang akan melarikan diri.
Ketika seseorang telah melepaskan apa yang sudah berlalu, biasanya apa pun yang menyangkut tentang itu bukan lagi menjadi persoalan.
Hanya saja.
Jika dari sisi Sang Xia sendiri telah benar-benar melepaskan semuanya, bagaimana dengan… Bo Yi?
"Lama tidak bertemu."
"Yah, lama tidak bertemu." Bo Yi yang hanya berdiri di sana tampak memegang gelas anggur. Saat ini, ia terlihat sedikit terasing. Meski begitu, ia tetap menatap Sang Xia dengan tenang. Melalui pertemuan yang seperti ini, sejujurnya Sang Xia tidak bisa melihat ekspresi aneh di wajahnya yang jernih dan tampan selama sesaat.
Mungkin saja Bo Yi telah belajar beradaptasi dengan semuanya selama bertahun-tahun.
"Bagaimana kabarmu sekarang... Bo Yi?"
Awalnya, Sang Xia ingin bertanya tentang kondisi penyakitnya, tetapi tepat ketika kalimat itu akan muncul, ia baru menyadari bahwa yang diidap Bo Yi bukanlah penyakit, melainkan kondisi kepribadian ganda. Ya, apa yang dialaminya memang tidak bisa disembuhkan, jadi ia hanya bisa mengendalikannya sebaik mungkin.
"Masih sama." Jawab Bo Yi dengan senyum tersungging yang menyiratkan keterasingan tak terduga.
Sampai di titik ini, sepertinya tidak ada lagi yang bisa dikatakan di antara keduanya. Apalagi, Bo Yi hanya mengatakan beberapa patah kata saja dan tidak ingin berbicara lebih banyak. Jadi secara alami, Sang Xia pun tidak perlu bertanya lagi.
Mau tak mau, ia beralih menatap adiknya yang tidak jauh dari matanya. Tepat begitu Sang Xia hendak mengatakan sesuatu, ia mendengar Bo Yi mengambil inisiatif untuk bertanya, "Xiaxia, kamu dan dia, kalian berdua sangat baik, kan?"
Meski mereka baru saja mengadakan pernikahan akbar dan Bo Yi telah melihat segala sesuatu dengan mata kepalanya sendiri, tapi ia masih ingin bertanya pada Sang Xia secara pribadi tentang hubungan mereka berdua.
Dan setelah mendengar pertanyaan itu, Sang Xia tersenyum sembari mengangguk tanpa ragu, "Yah, bagaimana denganmu?"
Kali ini, Sang Xia tidak ingin membahas lebih banyak tentang keadaan emosinya, karena ia tidak tahu keadaan emosi Bo Yi saat ini. Ia juga takut kalau saja tidak pantas untuk membahas lebih banyak tentang itu.
Alhasil, pertanyaan retoris seperti apa yang baru saja ia lontarkan merupakan pertanyaan biasa.
Tapi tiba-tiba, Bo Yi berhenti sejenak, sebelum akhirnya mengangguk dengan lembut, "Sangat baik, dia sangat baik, dan kami juga sangat baik."
Awalnya, Sang Xia tampak tertegun, tapi kemudian ia segera mengangkat alisnya dengan menunjukkan ekspresi sedikit terkejut, "Benarkah? Bo Yi, kamu..."
Untuk sesaat, Sang Xia tidak tahu harus berkata apa. Tetapi sungguh, ia sangat bahagia untuknya. Sudah sejak lama ia berharap ketika mereka berpisah, keduanya dapat menemukan kebahagiaan masing-masing.
Akhirnya, Sang Xia hanya berinisiatif untuk bersulang anggur dengannya, baru kemudian berkata dengan gembira, "Syukurlah. Kamu memiliki kesempatan untuk sering datang kemari dan memperkenalkannya pada kami."
Begitu Bo Yi melihat Sang Xia tersenyum sangat bahagia, wajahnya penuh berkah, bahkan matanya sedikit berbinar, samar-samar ia mengucapkan satu patah kata, "Oke."
Sementara di sisi lain, Rong Zhan yang sedang menyapa para tetua tampak memicingkan mata begitu melihat pemandangan istrinya yang tertawa bersama pria lain dari jarak dekat. Bagaimanapun, pria itu adalah mantan pacarnya.
Kemudian, ia mulai melangkahkan kakinya untuk mendekat.
Saat tawa Sang Xia masih belum juga reda, tiba-tiba pinggang belakangnya tertekuk dan menabrak lengan seseorang.
"Apa yang sedang kalian bicarakan hingga tertawa begitu bahagia?" Suara malas sekaligus menawan milik Rong Zhan terdengar setelahnya.
"Bo Yi bilang dia sudah memiliki belahan jiwanya. Dia sangat baik dan hubungan mereka juga sangat baik."
Begitu Sang Xia mengatakan ini, Rong Zhan segera mengangkat alisnya, "Oh? Belahan jiwa?"
Dengan tajam, Rong Zhan menatap Bo Yi, yang matanya tampak begitu jernih dan mulut yang terkatup.
Seketika itu juga Rong Zhan mengerti.
Meskipun hubungannya dengan Bo Yi sudah lama kembali normal, tapi——