Telepati, Bukankah Itu Dia
Telepati, Bukankah Itu Dia
Karena sejak memasuki gurun pasir, Sang Xia terus memakai kacamata hitam dan syal seperti yang dimiliki seorang wanita Arab. Jadi, sulit baginya untuk mengenalinya.
Malam harinya.
Keduanya beristirahat, dan Sang Xia memberinya air dan biskuit. Sebenarnya, saat ini makanan persediaan yang dibawa Sang Xia lebih dari cukup, tapi tidak ada yang bisa memprediksi apakah akan ada kecelakaan nanti, jadi ada baiknya menyimpan lebih banyak.
Lalu, pemuda itu bertanya siapa yang dia cari.
Sejujurnya, Sang Xia tidak mau berkomunikasi dengannya, tetapi ketika dia mendengar pemuda itu mengatakan ini, dia perlahan berkata, "Suamiku, ayah dari anakku."
Begitu dia mengatakan ini, pemuda itu tidak bisa berkata-kata. Setelah cukup lama terdiam, dia akhirnya berkata, "Aku harap…... kamu dapat menemukannya."
Sang Xia tidak bisa mengucapkan sepatah katapaun.
Dia hanya menatapnya samar di kursi belakang, "Kuharap kamu juga bisa keluar hidup-hidup dari sini."
Pemuda itu tidak berbicara lagi, tetapi kemudian dia membungkuk di depan setir, dan bahunya tampak gemetar. Dia dipenuhi dengan kesedihan dan suaranya parau, "Seandainya dia masih hidup, sekarang…..."
"Aku turut berduka atas kehilanganmu."
Sang Xia tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia tidak berbicara terlalu banyak karena sejujurnya dia tidak pandai menghibur orang lain. Selain itu, dia tidak ingin membuang energi dan air liur untuk menghabiskan kekuatan fisiknya saat ini.
Dia hanya mampu memahami kesedihan pemuda itu dalam diam.
Tapi dalam hati, dia juga merasa sedih.
Sudah tiga hari…..
Sang Xia menengadah ke langit malam.
Rong Zhan, Rong Zhan...
Setelah dia meninggalkan tenda, Keke menelponnya dirinya lebih dari sekali. Kemudian, karena takut menunda informasi penting, dia tidak mematikan teleponnya. Tentu saja, dia mengatakan padanya untuk tidak menghubunginya jika itu bukan informasi tentang Rong Zhan.
Dan sampai sekarang belum ada lagi informasi tentang pria itu...
Jika Sang Xia menemukannya, meski dalam keadaan mati sekalipun, Sang Xia akan tetap rela.
Setidaknya, Rong Zhan tidak tersesat dan hidup sendirian.
Namun, saat Sang Xia memikirkannya, dia merasakan sakit di perutnya.
Dia cepat-cepat menutupi perut. Sekarang ini, bayinya sudah berumur tiga bulan, organ-organ tubuhnya sudah tumbuh dengan baik, jantungnya juga sudah ada, dan dia mulai berdetak.
Entah karena apa, yang jelas Sang Xia merasakan ada sesuatu yang salah pada perutnya saat ini. Sembari mengatur napas, dia mencoba untuk menenangkan diri. Apakah dia baru saja mengatakan sesuatu yang salah?
Dia hanya bisa berdoa pada Tuhan agar bisa menemukannya dengan cepat.
Di hari ketiga.
Ternyata keajaiban terjadi pada hari ini.
Itu adalah malam hari ketiga. Sang Xia dan pemuda bernama Xu Mo itu sudah tidak asing lagi. Mereka menjalin pertemanan selama di jalan. Bagaimanapun, dia adalah pria muda. Dia bisa melakukan semua pekerjaan kasar, seperti mengemudi. Jadi, Sang Xia tidak perlu bekerja terlalu keras.
Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam, dan saat ini, mereka ada di bagian selatan.
Karena sedang mencari orang, mereka tidak mengemudi dalam jalur lurus. Sebaliknya, mereka mencari tempat di mana orang bisa muncul sejauh mungkin.
Perlahan-lahan, langit berwarna oranye dan merah.
Xu Mo mengendarai mobil dengan hati-hati, sementara Sang Xia terus memperhatikan sekelilingnya. Tak lama, dia melihat padang pasir di kejauhan, dan terlihat ada banyak genangan darah di sana.
Dia segera menahan napas, "Xu Mo, arahkan mobil ke sana."
Tentu saja Xu Mo juga melihat darah di gurun dari kejauhan, tapi dia tidak seberani Sang Xia. Wajahnya ketakutan dan pucat, "Tunggu, tunggu, ada begitu banyak darah di sana. Itu tidak mungkin darahnya. Apakah dia membunuh orang atau tidak?"
"Aku bilang kesana ya kesana. Jika kamu berbicara omong kosong lagi, keluar dari mobil dan aku akan pergi sendiri!"
Entah kenapa, Sang Xia punya firasat dengan adanya beberapa kelainan di bagian perutnya. Sepertinya dia merasakan sesuatu. Jantung si kecil di perutnya berdebar-debar, kuat, dan sangat bertenaga.