TAKDIR CINTA SANG RAJA IBLIS

Teka-Teki -Part 6



Teka-Teki -Part 6

"Apakah ini akan baik-baik saja?"     

Cheng Wan Nian bertanya kepada Li Zheng Xi, yang saat ini keduanya sedang saling berpelukan di atas sebuah batu yang ada di tengah hutan. Sudah hampir dua hari keduanya menghilang, menghilang begitu saja karena hanya sibuk melakukan hal yang sebenarnya tidak patut untuk dilakukan.     

"Sudah dua malam kita berada di sini. Apakah Yang Mulia Raja tidak apa-apa?"     

"Kau sedang dihukum dengan naga agung, dan aku telah menjagamu di sini. Aku rasa semuanya akan baik-baik saja," kata Li Zheng Xi. Cheng Wan Nian kembali mengangguk, kemudian dia meraba dada bidang Li Zheng Xi yang terbuka.     

"Penasihat Li, aku benar-benar tak menyangka jika kau benar-benar luar biasa. Kau tak kalah dengan Yang Mulia Raja jika di atas ranjang. Aku menyukainya."     

"Tapi kurasa kita berada di atas batu."     

"Maka gunakan sihirmu untuk membuat ranjang yang hangat untuk kita."     

"Kau mau bermalam semalam lagi di sini?" tanya Li Zheng Xi. Cheng Wan Nian kini kembali menindih Li Zheng Xi, kemudian dia melumat bibir penuh Li Zheng Xi.     

"Aku masih belum puas denganmu, Penasihat Li. Setelah ini kita akan kembali ke istana. Dan kita akan sulit untuk melakukannya."     

"Kita bisa melakukannya di tempatku. Semuanya akan mudah, Selir Cheng."     

Cheng Wan Nian lantas menaruh dadanya di wajah Li Zheng Xi, seolah menyuruh Li Zheng Xi untuk membuai dadanya dengan mulutnya. Setelah keinginannya itu dilakukan Li Zheng Xi, Cheng Wan Nian kembali mengerang penuh kenikmatan. Dia langsung memasukkan milik Li Zheng Xi kepadanya, kemudian dia mulai bergerak naik turun. Li Zheng Xi tak pernah bisa menyangka jika dia bisa melakukan ini kepada Selir dari rajanya sendiri. Namun bagaimana lagi, nafsunya sudah membuncah bahkan membuatnya untuk tak peduli dengans semuanya. Dengan cepat Li Zheng Xi membalik keadaan, dia langsung memainkan dengan ritme yang sangat keras dan cepat. Cheng Wan Nian terus merancu, meremas punggung Li Zheng Xi dengan kuat.     

"Penasihat Li, aku… hm… aku…"     

"Ayo kita keluar bersama, Selir Cheng. Ayolah,"     

"Aku menginginkanmu,"     

"Aku juga,"     

Keduanya pun kembali berciuman dengan begitu panas, melumat bibir masing-masing dan berbagi lidah, memainkan lidah kemudian menyesap bibir penuh dengan begitu nikmat dan menuntut. Tak lama setelah itu, keduanay memutuskan untuk menyudahi tiga malam panjang mereka.     

Cheng Wan Nian tampak tersenyum sambil mengedipkan matanya kepada Li Zheng Xi. Ya, Penasihat Raja itu sudah berada di genggamannya. Dan dia akan semakin mudah untuk membuat rajanya itu tidak bisa berkutik lagi sekarang.     

"Penasihat Li, beritahu aku apa pun yang dilakukan oleh Yang Mulia Raja. Aku ingin tahu apa yang dia lakukan di belakangku," perintahnya kemudian.     

"Lantas bayaran apa yang aku terima jika aku melakukan hal itu, Selir Cheng?"     

"Kau bisa menikmati tubuhku kapan pun kau mau, Sayang. Kita akan bercinta lagi habis-habisan sampai kau puas," kata Cheng Wan Nian. Dia meraba dada Li Zheng Xi, perut, bahkan sampai turun kebawa dan dia tersenyum penuh arti.     

"Aku akan melakukan apa pun untukmu, Selir Cheng. Apa pun itu," lirih Li Zheng Xi. Melumat bibir Cheng Wan Nian sekilas, kemudian dia berjalan pergi lebih dahulu.     

Cheng Wan Nian tampak memejamkan matanya, tubuhnya terlanjur kotor. Tapi dia tak menyesali sama sekali. Jika ayahnya bisa membuat kekuasaan tunduk di bawah kakinya dengan harta dan kekuatan. Maka dia juga bisa dengan mengggunakan tubuhnya. Dia akan menjerat sosok-sosok terdekat Raja agar kedudukannya tidak digeser oleh siapa pun lagi. Terutama sosok itu adalah Liu Anqier.     

Cheng Wan Nian kembali memejamnkan matanya, dia meraba dadanya sendiri kemudian meremasnya. Dia tersenyum saat dia masih mengingat gairah itu saat tangan Li Zheng Xi melakukannya kepadanya.     

"Penasihat Li, kau benar-benar nikmat dan istimewa," lirihnya.     

Sementara di tempat lain, Liu Anqier agaknya tak bisa bernapas. Dadanya menjadi sangat sesak dan dadanya terasa begitu kencang dan sakit. Bahkan, dia sampai merasa demam karena rasa sakit yang luar biasa itu. Dia tak tahu kenapa ini bisa terjadi. Namun Liu Anqier yakin jika hal ini karena ramuan kemarin. Ramuan yang telah diberikan kepada Lee Huanran dengan jumlah yang banyak.     

"Dayang Liu?" Liu Anqier menoleh, saat melihat Jiang Kang Hua menarik tangannya dan dia diajak di salah satu sisi dapur istana yang sepi. Jiang kang Hua mengerutkan keningnya, dia melihat kedua pipi Liu Anqier bahkan ujung hidungnya tampak merah. "Kau baik-baik saja?" tanya Jiang Kang Hua kemudian. Dia nemepelkan punggung tangannya pada kening Liu Anqier, dan ternyata gadis kecil di depannya ini sedang demam. "Kau demam, Dayang Liu! Kau sakit!" pekiknya kemudian.     

"Tidak… tidak… itu bukan seperti itu, Panglima Jiang. Sepertinya, Dayang Lee telah melakukan hal yang keliru."     

"Maksudmu?"     

"Dia memberiku sebuah ramuan, dan sekarang membuatku sakit dan demam seperti ini. Sepertinya dia terlalu banyak memberiku ramuan itu,"     

"Hah? Ramuan? Apa? Mana yang sakit biar aku obati?"     

"Jangan!" teriak Liu Anqier yang berhasil membuat Jiang Kang Hua kaget bukan main. Bahkan kini Liu Anqier langsung memeluk dirinya sendiri.     

"Apa yang kau lakukan? Aku hanya ingin mengobatimu tapi kau bersikap seolah aku ingin memperkosamu! Kau benar-benar menyakiti harga diriku, Dayang Liu!"     

"Karena kau tak perlu melakukannya, Panglima Jiang?"     

"Bukankah kau sakit?"     

"Tapi sakitnya di tempat yang aneh,"     

"Di tempat yang aneh mana?"     

"Dadaku yang sakit!" sentak Liu Anqier kesal. Mendengar itu, Jiang Kang Hua langsung diam. Wajahnya memerah kemudian dia menggaruk tengkuknya yang tak gatal.     

"Kenapa kau tak bilang dari tadi…," katanya. Liu Anqier mencibir, tapi dia tak membalas ucapan dari Jiang Kang Hua. "Memangnya ramuan apa yang diberikan oleh Dayang Lee sampai kau kesakitan?"     

"Entahlah, katanya ramuan itu dari telur ikan legendaris dan beberapa anggrek purnama di sini."     

Mendengar hal itu, wajah Jiang Kang Hua jembali memerah. Bagaimana tidak, konon katanya ramuan itu dipercaya untuk mempercepat membesarkan dada wanita. Bahkan saking manjurnya ramuan itu, banyak wanita yang menggunakannya dan itu dalam jumlah kecil saja. Jika jumlahnya kebanyakan, Jiang Kang Hua tidak tahu lagi apa yang akan terjadi kepada Liu Anqier setelah ini.     

"Lagi pula, kenapa kau mau saja? Dadamu sudah sebesar buah semangka, kau mau memompanya sebesar apa lagi? Apa kau tak takut bisa meletus atau merasa kebesaran dengan dada besarmu itu? Aku membayangkan, setelah ini dadamu pasti akan sebesar batu yang ada di ujung bukit rintihan itu. Benar-benar besar bahkan sampai kau tak bisa mengenakan pakaianmu!"     

"Panglima Jiang, kenapa kau fulgar sekali!"     

"Itu fakta, aku tidak berbohong!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.