Teka-Teki -Part 5
Teka-Teki -Part 5
Li Qian Long kini kembali menghela napas panjang, mimik wajahnya yang biasanya tersenyum kini tampak murung. Kemudian dia memandang Raja Langit lagi.
"Entah kenapa. Tapi selama ini takdir gadis malang itu terasa sangat menyakitkan, Yang Mulia. Di kehamilannya yang kedua, dia akan kehilangan lagi janinnya dengan cara yang lebih menyakitkan dari pada sebelumnya."
"Kenapa seperti itu, Dewa Li? Kau adalah yang mencatat takdir semua penghuni di alam sementa. Jika itu terjadi kepadanya itu adalah salahmu, Dewa Li! Begitupun dengan kematiannya dulu. Jika kau tak menuliskan takdir yang sangat mengerikan itu, mana mungkin putraku sampai mendapatkan takdir sampai semengerikan itu, Dewa Li?" kesal Raja Langit.
Li Qian Long tampak terdiam, kemudian dia memandang Raja Langit dengan tatapan sendunya.
"Semuanya telah memiliki dua pilihan, Yang Mulia. Waktu itu pun hamba telah berusaha keras untuk menahan agar takdir itu tidak terjadi. Tapi, hamba telat. Ketika hamba sudah sampai di tempat Dewi Anqier, dia sudah tak bernyawa dengan sangat menyedihkan."
"Dan aku yakin, bahkan sampai detik ini tidak ada satu pun yang mengakui menjadi pembunuh dari Dewi setengah manusia itu kan? Hanya penasihatku yang dituduh dan duibunuh oleh Liao saat itu. Jadi, siapa pelakukanya kau juga pasti telah tahu, Dewa Li."
Ya, Li Qian Long tahu. Bahkan bagaimana hal menyakitkan itu terjadi pun dia tahu dengan sangat pasti. Tapi, bagaimana mungkin dia akan menceritakan masalah ini kepada Raja Langit. Karena semuanya adalah ketentuan yang telah dia tulis dan menjadi rahasia langit yang tak bisa diganggu gugat oleh siapa pun yang ada di dunia ini.
"Itu adalah tugas dari Putra Mahkota, Yang Mulia. Masalah otak pembunuhan dari Dewi Anqier. Hamba yakin jika Yang Mulia Raja juga tahu siapa sosok itu."
Raja Langit hanya diam, dia kemudian memutuskan untuk kembali ke istana. Belum sampat dia duduk, putranya sudah berdiri di sana sambil tersenyum lebar dan memberikan hormatnya kepadanya.
"Yang Mulia Raja, hamba telah lama menantikanmu. Bahkan Ibunda juga menunggu sedari tadi,"
Raja Langit tampak melihat salah satu selirnya kini tampak duduk dengan manis di tempatnya. Dia pun langsung berjalan mendekat, memandang anak dan istrinya itu kemudian dia duduk.
"Yang Mulia Raja, apakah Yang Mulia Raja merasa lelah?" tanya selirnya itu, memijat pundak suaminya dengan sayang. Raja Langit tampak melepaskan pijatan dari selirnya, kemudian dia menghela napas panjang.
"Kau tahu ini di mana? Ini adalah di aula istana. Tidak sopan jika kita melakukannya di sini."
"Tapi Yang Mulia telah tidak mengunjungi hamba hampir semenjak Pangeran Liao Xuan pergi dari tempat ini. Apakah Yang Mulia Raja pikir hamba akan sesabar itu? Hamba telah lama menunggu, hamba sangat lelah dan rindu dengan Yang Mulia Raja,"
"Apa yang dikatakan oleh Ibunda benar, Yang Mulia. Biar bagaimanapun, putra Yang Mulia bukan hanya Pangeran Liao Xuan saja. Hamba juga adalah putra Yang Mulia yang sah. Tapi mengapa hamba merasa seperti anak tiri di sini,"
"Dengarkan aku, Ming Zhen—"
"Bahkan sekarang sampai detik ini, Yang Mulia juga enggan menobatkan hamba menjadi Putra Mahkota sebagai penerus dari kerajaan langit selanjutnya. Atau sementara sampai pada Pangeran Liao Xuan kembali lagi di kerajaan langit."
Raja Langit tampak bingung bukan main. Bagaimana tidak, ini adalah masalah yang sangat rumit. Masalah kalau sudah menyangkut hal pemerintahan dan kekuasaan akan membuat siapa pun akan buta. Tidak peduli dia adalah Ayah dan anak atau pun semacamnya. Terlebih, Raja Langit pun tahu bagaimana tabiat dari putranya ini. Sosok yang sedari dulu menginginkan kedudukan, terlebih dia adalah putra pertama, meski bukan keturunan dari Ratu. Akan tetapi, tabiatnya yang kurang baik membuat Raja Langit masih enggan melepaskan kedudukannya untuk putranya itu.
"Ming Zhen, kau tentunya tahu jika langit telah menentukan takdirnya. Jika penerusku adalah Liao Xuan. Dan itu tidak bisa diganggu gugat oleh siapa pun juga. Kalau sampai aku memberikan tahta ini sementara kepadamu maka langit akan murka. Langit akan memberi kutukan kepada kita. Itulah sebabnya aku menunggu Liao Xuan sampai datang dan duduk di tempatnya berada."
Mendengar itu, Xie Ming Zhen tampak sangat emosi. Dia mengeluarkan belati langit dan hendak menyelakai ayahnya tapi ditahan oleh ibunya. Dia sudah tidak bisa menolelir bagaimana keras sikap ayahnya, sebegitu sayangnya kepada Chen Liao Xuan sampai memnbuat hal yang sangat busuk seperti ini. Tidak adil dan berat sebelah membuat Ming Zheng emosi bukan main.
"Ming Zhen, bukankah aku telah menyerahkan separuh dari istana timur kepadamu? Kau bisa mengurusnya dan menjadikannya seperti apa yang kau mau. Sebagai putra pertama hal itu memang sangat istimewa yang kuberikan kepadamu. Sebab selama ini hampir tidak ada dua Pengeran yang mendapatkan keistimewaan itu selama ini. Jadi, bukankah aku sangat menyayangimu sama seperti aku menyayangi Liao Xuan? Ming Zhen, aku tidak pernah membeda-bedakan anak-anakku. Mereka semuanya sama, terlebih anak laki-lakiku hanya kalian berdua. Aku sangat ingin kalian bisa hidup berdampingan dan harmonis, saling jaga seperti saudara-saudara pada umumnya."
"Apa yang Yang Mulia katakan? Hamba dan Liao Xuan adalah saudara yang sangat rukun sekali. Kami adalah sepasang suadara yang sangat baik. Masalah permintaan hamba tentang tahta kerajaan, hanya semata-mata hamba ingin membantu Liao Xuan mengurus tahtanya selama dia pergi, Yang Mulia. Karena hamba ingin membantunya, dank arena hamba sayang dengan dia itulah yang menyebabkan hamba seperti ini,"
"Apa yang dikatakan oleh Ming Zhen memang benar adanya, Yang Mulia. Hamba selalu mendidik Ming Zhen menjadi sosok tanggung jawab dan selalu menyayangi saudara-saudaranya. Terlebih keturunan dari Yang Mulia Raja hanyalah Ming Zhen dan Liao Xuan. Kalau sampai mereka tidak akur apa yang akan terjadi? Tentu semuanya tidak akan pernah menjadi baik, bukan?" kata selirnya kemudian.
Raja Langit kembali mengangguk, kemudian dia memandang putranya itu, memeluk putranya dengan begitu sayang.
"Maafkan Ayah," katanya.
"Tidak apa-apa, Ayahanda."
"Tapi, bukankah seharusnya kau telah melakukan sebuah pernikahan, Ming Zhen? Aku bahkan sampai lupa untuk itu."
Xie Ming Zhen tersenyum. Membahas masalah pernikahan, dia sejujurnya tidak terlalu berminat untuk itu. Tapi jika sebuah pernikahan bisa mencuri hati ayahnya maka akan sangat senang hati Xie Ming Zhen melakukannya bahkan dengan siapa pun juga Xie Ming Zhen tidak akan pernah peduli.
"Silakan Ayahanda mencarikan wanita untuk hamba. Hamba akan menikahi siapa pun pilihan Ayahanda,"