Ingin Pergi {8}
Ingin Pergi {8}
"Sama dengan Pangeran Wu, Penasihat Li. Aku juga sangat risau kalau sampai Selir Cheng yang naik tahta menjadi Ratu di kerajaan ini. keduanya memiliki tabiat sama, meski keduanya berseberangan. Aku khawatir, jika Selir Cheng menjadi Ratu di istana ini maka keadilan untuk para Selir dan bagian-bagian dalam kuasa Ratu akan semakin terhina. Lantas apa yang bisa kaiu lakukan untuk mengatasi masalah itu? masalah Selir Cheng bukanlah masalah yang mudah, karena ada Kasim Agung Cheng dan para anggota kerajaan lainnya."
Li Zheng Xi tampak diam, membuat Chen Liao Xuan tersenyum getir. Padahal biasanya ketika dia membahas ini, Li Zheng Xi akan menjadi sosok yang paling depan mendukungnya. Namun ternyata, nikmat tubuh Cheng Wan Nian telah berhasil membuatnya merubah arah pendiriannya dengan sangat nyata.
Dan yang menjadi pertanyaan terbesar bagi Chen Liao Xuan setelah ini adalah, ketika Li Zheng Xi dihadapkan dalam sebuah pilihan, untuk menjadikan Cheng Wan Nian Ratu atau untuk mendukungnya, yang mana kah yang akan dipilih oleh Li Zheng Xi? Meski pada kenyataannya dia sendiri juga ragu, kalau Li Zheng Xi akan tetap berada di sisinya sampai akhir.
*****
"Yang Mulia telah tiba!"
Teriakan itu berhasil membuat semua yang ada di gerbang istana menunduk. Saat Chen Liao Xuan masuk. Tapi, Chen Liao Xuan tak peduli. Dia terus memacu kudanya untuk lebih masuk ke dalam sampai pada dia melihat Jiang Kang Hua berdiri seolah menunggunya.
"Kenapa Panglima Jiang ada di sini?" tanya Li Zheng Xi penasaran.
Chen Liao Xuan agaknya paham, dan dia juga tidak ingin kalau sampai Li Zheng Xi penasaran terlalu berlebihan dengan Jiang Kang Hua.
"Kau tahu, Penasihat Li. Panah yang kau gunakan adalah panah kesayangan Panglima Jiang, yang secara khusus dibuatkan oleh mendiang ayahnya dengan kedua tangannya sendiri. Apa kau pikir kedatangannya di sini sangat tak masuk akal setelah kau mengetahui hal itu?"
Mendengar ucapan Chen Liao Xuan, Li Zheng Xi tampak kaget bukan main. Dia langsung mengelap panah itu dengan begitu cepat. Seolah dia ingin memastikan tidak ada dari busur itu yang lecet atau apa pun itu.
"Kenapa Yang Mulia tidak mengatakan kepada hamba sedari berangkat tadi? Anak panahnya ada yang tertinggal satu di tengah hutan karena prajurit tidak bisa menemukannya," kata Li Zheng Xi dengan penuh penyesalan. Dia kemudian memandang Jiang Kang Hua yang kini mendekatinya.
"Kau bisa menjelaskannya langsung kepada Panglima Jiang."
"Maka dia akan membunuh hamba saat ini juga."
"Penasihat Li—"
"Maafkan aku, Panglima Jiang!" kata Li Zheng Xi yang berhasil membuat Jiang kang Hua memekik kaget. Dia melirik Chen Liao Xuan, seolah keduanya sedang melakukan kontak batin.
"Hey, tenanglah, Penasihat Li. Apa yang terjadi? aku kesini hanya untuk memberi hormat kepada Yang Mulia Raja juga untuk—"
"Aku tahu aku tahu…," kata Li Zheng Xi lagi. Kini dia menyerahkan panah itu kepada Jiang Kang Hua sambil memasang mimik merasa bersalahnya. Di sini, Jiang Kang Hua agaknya mengerti, sepertinya rajanya telah memberikan alasan kenapa dia ada di sini dan alasan itu pasti sedikit tak masuk akal sama sekali. "Aku tahu kalau panah itu adalah panah kesayanganmu yang kau dapat dari mendiang ayahmu, bukan? Maafkan aku, Panglima Jiang. Aku dengan tidak sengaja telah menghilangkan satu anak panah di tengah hutan. Aku tidak tahu bagaimana cara mencarinya, bahkan prajurit sudah berusaha untuk mencarinya."
"Penasihat Li, apa yang kau kalukan adalah hal fatal. Bagaimana jika ada orang tak bertanggung jawab menemukan panahku dan dia gunakan untuk melakukan kejahatan? Pasti mereka langsung menuduhku lah yang telah melakukan kejahatan itu. Penasihat Li, aku sangat memohon kepadamu dengan sangat sekali. tolong… tolong sekali untuk mencarinya bagaimanapun caranya."
Li Zheng Xi memandang Chen Liao Xuan, sementara itu Chen Liao Xuan memilih mengangkat kedua bahunya dengan acuh, kemudian dia memilih untuk berjalan terlebih dahulu. Ya, itu adalah cara untuk menghindari Li Zheng Xi saat ini. karena dia tahu kalau Jiang Kang Hua hendak mengatakan sesuatu yang penting kepadanya.
"Jadi, menurutmu aku harus kembali ke hutan itu untuk mencari anak panahmu yang kuhilangkan?"
"Sepertinya seperti itu, atau aku akan membuat pengumuman jika anak panah kesayanganku hilang, dan itu karenamu. Jadi jika suatu saat kedepannya ada masalah dengan anak panah itu, jangan pernah menyalahkan aku lagi tapi salahkanlah Penasihat Li yang terhormat ini."
"Panglima Jiang, kau—"
"Perlu kau ketahui, Penasihat Li. Seumur hidup aku hampir tak menggunakan panah itu untuk melakukan apa pun. aku menyimpannya dengan sepenuh hati karena aku sangat menghargai panah yang diberikan oleh mendiang ayahku. Jadi aku mohon kepadamu dengan sangat, hargai semua itu, Penasihat Li."
Li Zheng Xi tak bisa berbuat apa-apa. Faktanya, dia benar-benar merasa bersalah sekarang karena telah menghilangkan anak panah milik Jiang Kang Hua dan dia memang harus benar-benar menemukan anak panah itu sebelum Jiang Kang Hua membunuhnya.
"Baiklah, aku akan mencari anak panah itu, Panglima Jiang. Tapi ingat, hanya berusaha mencari dan aku tidak janji banyak kepadamu. Jika sampai petang nanti aku tidak menemukan anak panah itu, maafkan aku, aku benar-benar harus menyudahi dan memutuskan jika aku tidak bisa menemukan anak panahmu. Bagaimana?" tawar Li Zheng Xi.
Jiang Kang Hua tampak diam sebentar kemudian dia menghela napas panjang, dia melipat kedua tangannya di dada alu mengembuskan napas berat seolah dia sedang banyak pikiran sekarang.
"Baiklah, kau carikan anak panah itu dengan segera aku akan menunggumu di depan kediamanmu sekarang juga dan aku tidak akan pernah pergi ke mana pun sampai kau berhasil menemukan anak panahku, Penasihat Li."
"Baiklah! Kenapa kau sangat cerewet sekali!" kesal Li Zheng Xi. Dia kembali menarik kudanya untuk pergi, membuat Jiang Kang Hua tersenyum. Akhirnya, Li Zheng Xi terpisah dari Chen Liao Xuan.