Nyonya Leng (6)
Nyonya Leng (6)
Di dalam mobil kini penuh dengan asap rokok, ada sepasang tangan yang memegang kemudi, jari tangannya sedang menjepit sebatang rokok. Abu rokok itu sudah panjang, seolah mengatakan bahwa orang yang sedang merokok ini sudah lama tidak mengganti posisi duduknya.
Selain itu, asbak di mobil juga sudah dipenuhi dengan sisa-sisa puntung rokok.
Di balik lapisan asap tebal ini, ada wajah Leng Sicheng yang dingin. Dia mengangkat kepalanya, melihat ke arah kamar tidur melalui asap.
Kamar tidur sudah gelap, sepertinya pemilik kamar itu sudah tidur. Iya juga, sekarang sudah subuh, memang waktunya untuk istirahat, kan?
Leng Sicheng membawa ponsel sekretaris Cheng. Setelah dia membuang ponselnya, dia mengeluarkan kartu SIM-nya dari ponselnya. Dia merenung sejenak, kemudian memasukkan kartu SIM itu ke dalam ponsel tersebut. Kini di dalam satu ponsel tersebut terdapat 2 kartu.
Kalau Gu Qingqing menelpon, selain nomor pribadi Leng Sicheng, masih ada nomor sekretaris Cheng. Gu Qingqing bisa meneleponnya soal apa pun, bisa mengenai kakaknya, keluarganya, pekerjaannya, atau apa pun yang ingin dibicarakannya.
Leng Sicheng ingin agar Gu Qingqing meneleponnya, mencarinya, dia pasti akan mengangkat teleponnya. Namun sejak ia membawa ponsel sekretaris Cheng, Gu Qingqing tidak pernah menelpon satu kali pun.
Leng Sicheng menatap ke jendela yang gelap gulita itu dengan frustasi, lalu dia menundukkan kepalanya dan merenung untuk waktu yang lama. Kemudian tiba-tiba dia merasa jari tangannya seperti terbakar.
Leng Sicheng melihat ke jarinya, dan menemukan bahwa rokoknya sudah terbakar habis di luar pengetahuannya. Tatapannya menggelap, kemudian dia mengambil batang rokok terakhir dari kotak rokok, dan menyalakannya dengan korek api sebelum menghirupnya.
Aroma tembakau yang kuat menyebar di dalam mulut Leng Sicheng. Sebagian darinya meluncur turun ke kerongkongan, lalu ke dalam perut, masuk ke organ-organ internalnya. Kabut asap ini membuat Leng Sicheng linglung. Sebagian asap itu terbang naik, naik, dan naik ke atas kepalanya, rangsangan pedas itu membuat Leng Sicheng terbatuk-batuk.
Ia juga tidak tahu apakah karena suara batuknya itu, pokoknya dia tiba-tiba menyadari bahwa lampu kamar tidur yang di lantai 2 itu kini menyala terang. Leng Sicheng terkejut, dia langsung melihat ke luar jendela mobil menuju kamar tidurnya.
Biasanya jam segini Gu Qingqing sedang tertidur nyenyak, tidak mungkin bisa bangun. Jangan-jangan Gu Qingqing benar-benar menyadari bahwa dia ada di bawah?
Leng Sicheng bersandar ke jendela mobil dan melihat ke arah kamar tidurnya, ia melihat ada bayangan ramping dari jendela, siapa lagi kalau bukan Gu Qingqing?
Namun bayangan itu hanya berjalan melewati jendela saja, sepertinya Gu Qingqing bangun dan berjalan ke kamar mandi, tidak lama kemudian dia pun kembali ke kamar tidur lagi, mematikan lampu.
Setelah lampu kamar menggelap kembali, wajah Leng Sicheng yang penuh dengan harapan itu pun tampak kecewa. Semua harapannya berubah menjadi amarah yang terus berkobar di dalam hatinya seperti rokoknya yang sedang terbakar ini.
Gu Qingqing yang ada di dalam rumah sebenarnya juga sama.
Meskipun lampu kamar tidak menyala, namun kini dia sedang berguling-guling di atas tempat tidur dan susah tidur, pikirannya penuh dengan bayangan Leng Sicheng.
Ketika Xu Zipei mengangkat telepon Leng Sicheng, mungkin karena amarah yang melonjak, jadi ia malah menjadi sangat tenang. Namun begitu Leng Sicheng menjawab panggilan tersebut, ketenangannya pun lenyap, dan ia memilih untuk segera menutup panggilan tersebut dengan panik.
Setelah ia sadar, dia ingin menelpon Leng Sicheng lagi, namun ponsel Leng Sicheng … tidak aktif lagi.
Ia tidak ingin kebanyakan pikiran, namun kebenaran kini ada di depan matanya. Xu Zipei bisa mengangkat panggilan telepon dari ponsel pribadi Leng Sicheng, bahkan juga bisa mengetahui masalah keluarga Gu, padahal Leng Sicheng bahkan malas mau memberikan penjelasan, dan langsung menonaktifkan ponselnya.
Setengah jam kemudian, Gu Qingqing menelpon lagi namun tetap tidak aktif.