Harta Terindah
Harta Terindah
"Apakah benar, ibu dan ayah mertuaku senang mendengar bahwa aku hamil? Atau mereka hanya pura-pura saja?" Alisa berpikiran negatif pada sang mertua. Ia pun langsung geleng-geleng dan mengenyahkan pikiran liar itu dari isi kepala.
"Ibu dan ayah mertuaku tak mungkin pura-pura. Mereka bahagia mendengar aku hamil. Iya, mereka berdua bahagia." Alisa manggut-manggut sendiri di dalam kamar. Mencoba untuk terus berpikiran positif.
Saat ia sendirian, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamarnya. Alisa setengah berteriak dan langsung menyuruh masuk.
"Permisi, Nyonya."
Ternyata salah satu pelayan rumah tengah membawakan makan siang untuknya. Alisa pun senang.
"Ya Tuhan, kau tak perlu repot-repot, Bi. Aku bisa saja turun ke bawah dan minta dibuatkan makanan di sana."
"Tidak repot sama sekali, Nyonya. Ini sudah tugas saya di rumah ini untuk melayani Anda dan Tuan." Pelayan itu meletakkan makanan untuk Alisa di atas nakas.
"Terima kasih banyak, Bi."
Saat pelayan itu melangkah ingin ke luar dari kamar, tiba-tiba saja Alisa bersuara. Ia berucap untuk minta ditemani di sini.
"Bi, tunggu! Temani aku di sini, sebentar saja."
"Baiklah, Nyonya."
Mereka berdua asyik ngobrol satu sama lain. Berbicara dengan pelayan seperti ini, tak membuat Alisa merasa sombong. Malah, dirinya ingin berteman dengan siapa saja yang ada di rumah ini.
"Bi, sekarang aku hamil. Apakah ada nasihat-nasihat untukku?" tanya Alisa.
"Nyonya jangan banyak pikiran, ya. Jangan mikirin yang macam-macam, kasian si jabang bayi dalam. Apa yang dirasakan atau tengah dipikirkan oleh ibunya, itu akan berdampak buat si bayi."
"Iya juga sih, Bi. Tapi, ada beberapa orang yang masih berusaha untuk mengusik rumah tanggaku bersama dengan Saga. Bagaimana aku tak kepikiran dengan hal itu?"
Sang pelayan merasa maklum dan mengerti dengan kondisi Alisa sekarang. Ditambah lagi, ada kemunculan Reva yang terus-menerus berharap pada Saga.
Alisa menceritakan perihal tentang Reva dan sang mertua yang sampai sekarang, ia belum yakin apakah mereka berdua senang dengan kehamilan ini atau sebaliknya.
"Nyonya jangan memikirkan hal itu, ya. Cepat atau lambat, mereka berdua pasti bisa menerima Nyonya dengan baik di rumah ini."
"Iya, Bi. Semoga saja, ya."
Sang pelayan lantas menyuruhnya untuk segera makan siang. Setelah menemani Alisa sebentar di kamar, maka pelayan itu kembali lagi menuju ke dapur.
Alisa tersenyum karena masih ada orang yang merasa simpati padanya selain sang suami. Pelayan-pelayan di rumah, sangat mengerti dengan kondisinya sekarang.
"Nak, dengarkan tadi kata bibi? Dia bilang, cepat atau lambat, nenek dan kakek pasti bisa menerima kita dengan baik di sini," ucap Alisa. Ia pun tak sadar tengah menitikkan air mata.
Ia berharap, semoga Tuhan lekas mengabulkan keinginannya ini. Agar mereka semua bisa berkumpul layaknya sebuah keluarga yang harmonis.
***
"Sayang, sebentar lagi, aku akan segera pulang," ujar Saga lewat telepon pada Alisa.
Pria itu sebentar lagi akan segera pulang ke rumah. Ia sudah tak sabaran, ingin menemui sang istri dan mengajak bicara anaknya yang masih berada dalam kandungan.
Setelah selesai bicara lewat telepon dengan sang istri tercinta, maka Saga pun memutuskan sambungan secara sepihak. Setiap kali ia menanyakan, apakah ada yang ingin dibawakan sebagai oleh-oleh untuk Alisa, wanita itu selalu menjawab tidak ingin apa-apa.
Alisa hanya ingin menghabiskan waktu saja bersama dengan dirinya di rumah. Wanita itu lebih senang seperti itu.
"Baiklah kalau begitu. Sebentar lagi, aku akan segera pulang ke rumah."
***
Akhirnya, Saga sudah pulang dari kantor. Ia pun melangkah masuk ke dalam rumah. Sang istri tercinta tengah menyambut kedatangannya di ruang tamu. Dengan senyum semringah, yang terpancar pada wajah keduanya, membuat Saga dan Alisa ingin cepat-cepat menghabiskan waktu di dalam kamar.
Saga tahu, bahwa saat ini Alisa ingin menciumi ketiaknya. Bahkan, sampai nanti malam pun, sang istri tak akan memberikannya izin untuk mandi. Walaupun demikian, Saga rela melakukan apa saja, agar Alisa dan sang anak dalam kandungan merasa senang terus.
Mereka kini menaiki anak tangga dengan perlahan. Saga menuntung sang istri untuk berjalan dengan pelan-pelan saja.
"Sayang, aku tak apa. Tak ada yang perlu kau khawatirkan."
"Tapi, tetap saja aku merasa khawatir pada kalian berdua."
Kini, Saga dan Alisa sudah sampai di depan pintu kamar. Pria itu langsung membukanya dan mengajak sang istri masuk ke dalam.
Sebagai seorang istri, Alisa melakukan tugasnya. Ia meletakkan tas kerja suaminya di atas meja. Kemudian, melonggarkan dasi kerja dan melepaskan kemeja yang ada di badan sang suami. Lantas, menaruhnya di tempat cucian kotor. Namun, Alisa tak mengizinkan kalau sang suami mandi sekarang.
"Sayang," rengek Alisa. "Seperti biasa, ya." Dengan kerlingan mata, Saga pun sudah paham dengan kode itu.
Mereka sama-sama naik ke atas ranjang. Kini, tubuh bagian atas Saga tak tertutupi apa pun. Ia melihat, menyaksikan tingkah Alisa yang menciumi ketiaknya.
"Sangat harum," ucap Alisa dengan pelan.
Saga menahan tawanya agar tak pecah. Alisa mengucapkan hal itu di hadapan sang suami dengan ekspresi manja. Membuat Saga merasa gemas dengannya.
"Memang harum ya? Tak bau asem?"
"Tidak juga."
"Aku kasih minyak wangi ya."
"Jangan sayang! Aku tak akan mengizinkannya. Aku merasa mual sekarang, kalau kau pakai minyak wangi."
Saga terkekeh geli. Ia tak akan melakukan hal itu, yang hanya membuat sang istri jadi mual.
"Baiklah sayang. Maaf ya, aku hanya bercanda saja."
Alisa mengangguk dan melanjutkan lagi menciumi ketiak Saga. Saga memperlakukannya seperti seorang ratu. Apa saja yang ia inginkan, pasti akan terkabul. Maka dari itu, ia tak mungkin meninggalkan pria itu, dalam keadaan apa pun. Karena Saga sudah banyak memberikannya segala macam.
"Sayang," panggil Alisa.
"Iya sayang, kenapa?"
"Aku merasa takut, kalau kedua orang tuamu hanya pura-pura senang saja atas kehamilanku ini."
Saga pun lantas kepikiran dengan hal itu juga. Ia masih belum percaya seratus persen dengan orang tuanya sendiri.
"Sayang, aku mohon jangan berlarut-larut memikirkan hal itu, ya. Aku tak mau, melihatmu dan calon anak kita dalam masalah. Kau jangan memikirkan yang tidak-tidak lagi."
"Iya sayang, baiklah. Aku cuma takut saja, kalau mereka masih tak bisa menerimaku dengan baik."
"Iya sayang, aku mengerti dengan perasaanmu sekarang." Saga meletakkan kepala Alisa di pundaknya. Mencoba menenangkan sang istri agar tak kepikiran tentang hal itu lagi. Ia akan selalu menjaga Alisa dan sang bayi.
'Aku berjanji, tak akan pernah meninggalkanmu, Alisa. Aku sangat mencintaimu. Tak ada seorang pun, yang bisa berbuat jahat padamu dan anak kita. Karena kalian berdua adalah harta terindah.'