Ucapan Menyakitkan
Ucapan Menyakitkan
"Terima kasih banyak dok, Anda selalu memeriksa keadaanku setiap hari."
"Iya bu, sama-sama. Perbanyak istirahat ya, agar janinnya tetap sehat." Senyum merekah tampil dari bibir sang dokter.
"Pasti dok. Sekali lagi terima kasih."
Dokter Arlin menuju ke dalam mobil. Kemudian, mobilnya segera melaju menuju ke luar halaman. Alisa merasa lega, karena kondisinya selalu dinyatakan dalam keadaan stabil.
Wanita berparas cantik itu lalu masuk ke dalam kamar untuk istirahat lagi. Saga telah memberi peringatan padanya, agar tak melakukan aktivitas rumah. Pria itu sangat melarangnya dan menyuruh untuk di kamar saja.
"Baiklah nak, kita akan ke kamar lagi untuk istirahat ya." Alisa mengelus-elus perutnya sendiri dan mengajak sang jabang bayi bicara.
***
Saat siang hari, Bu Angel dan Pak Surya tiba-tiba saja datang ke rumah Saga. Apalagi yang mereka lakukan di sini hanya untuk bertemu dengan Alisa. Anton, salah satu anak buah Saga tampak menatap kedatangan mereka berdua.
"Mana Alisa?" tanya Bu Angel tanpa basa-basi. Wanita itu bersama sang suami langsung masuk ke dalam rumah.
"Nyonya Alisa berada di kamarnya," balas Anton.
Terlihat dari raut wajah Bu Angel yang tak suka mendengar Alisa hanya berada di dalam kamar saja. Lantas, wanita itu langsung menyuruh Anton untuk memanggil Alisa agar kemari.
"Tapi, bu ... Nyonya Alisa sedang istirahat di dalam kamarnya."
"Panggilkan saja dia kemari! Ribet sekali kau ya!"
Tak mau membantah keinginan Bu Angel, maka Anton segera naik ke atas dan memanggil Alisa yang sedang istirahat di kamar. Ia merasa tak enak, kalau harus membantah ucapan mereka.
Di dalam kamar, Alisa mendengar ketukan pintu dari luar. Ia pun segera membuka pintu itu. Ternyata anak buah Saga yang mendatanginya kemari.
"Ada apa?" tanya Alisa.
"Orang tua Tuan Saga ada di bawah, Nyonya. Mereka memanggil Anda."
Alisa langsung merasa tak enak. Mood-nya tiba-tiba saja menurun. Ia takut, kalau Bu Angel dan Pak Surya akan mengucapkan kata-kata yang hanya membuatnya bersedih.
"Ba–baiklah. Aku akan segera turun ke bawah. Dan, aku mohon padamu. Jangan bilang pada mereka berdua bahwa aku sedang hamil. Orang tua Saga tak boleh tahu tentang hal ini." Anton bingung, tapi ia tetap melaksanakan perintah Alisa.
"Baiklah Nyonya."
Anton turun lebih dulu ke bawah. Lalu, Alisa segera menyusulnya. Perasaan hatinya mendadak tak enak. Namun, ia tetap berusaha berpikiran positif.
"Kenapa mereka berdua kemari ya? Aku takut sekali, mereka hanya akan membuat perasaan hatiku jadi tak karuan."
Alisa akhirnya turun ke bawah. Sorot matanya langsung bertemu dengan Bu Angel dan Pak Surya. Terlihat jelas dari raut wajah, bahwa wanita paruh baya itu terlihat kesal.
Kini, Alisa sudah berada di hadapan orang tua Saga. Ia pun duduk tak jauh dari mereka.
"Kau ini, becus tidak mengurus Saga hah?!" Bu Angel langsung mengeluarkan kata-kata seperti itu.
"Maksudnya bu? Aku tak mengerti sama sekali."
"Kau ini istri yang pemalas. Bisanya hanya tiduran saja di kamar. Harusnya kau membersihkan rumah atau apalah itu! Jangan sementang punya pelayan banyak di rumah, jadi kau bermalas-malasan!" ketus Bu Angel.
"Kami berdua sudah beberapa kali ke sini dan mendapatimu selalu berada di dalam kamar," sambung Pak Surya kemudian.
"Maafkan aku, bu, yah. Aku hanya–"
"Ahh, sudahlah! Ternyata Saga salah besar memilih istri sepertimu! Kau tak ada apa-apanya dibandingkan Reva. Wanita itu segala-galanya lah!"
Ucapan Bu Angel sangat tajam, seperti sebuah belati yang mencabik-cabik hatinya. Alisa berusaha untuk menahan air mata yang hendak turun. Tak ingin terlihat lemah atau apa pun itu di hadapan sang mertua.
"Andai saja, pernikahan ini tak pernah terjadi, mungkin Reva dan Saga bisa bahagia bersama tanpa kehadiranmu."
"Ibu dan ayah kenapa tak bisa menerima kehadiranku sedikit pun? Aku ini menantu kalian, bukan orang lain. Aku istrinya Saga," lirih Alisa.
"Tapi, bagi kami berdua, kau hanyalah orang asing. Bukan menantu kami. Ingat itu!"
Saat ini, Alisa tak mampu lagi membendung air mata di sudut matanya. Ia menangis dengan deras mendengar ucapan demi ucapan Bu Angel yang menyakitkan hati.
Bu Angel terlihat senang sekali karena sudah membuat Alisa menangis seperti ini. Ia akan terus berusaha membuat mental Alisa lemah dan membuat sang menantu perlahan-lahan akan meninggalkan Saga dengan sendirinya.
"Bu, ayo kita pulang saja dari sini. Kita ke sini bukan untuk melihat tangisannya seperti ini."
"Iya yah. Ibu juga tak betah kalau berlama-lama di sini. Membosankan! Bisa-bisanya Saga dapat istri tipe yang begini," ujar Bu Angel menatap tajam ke arah Alisa.
Alisa hanya diam saja dan masih menangis. Tak ada sedikit pun rasa ingin membalas ucapan mereka dengan kasar. Ia terus bersabar dan bersabar, sampai waktunya tiba bahwa mereka bisa menerima kehadirannya.
Tak lama, Bu Angel dan Pak Surya pun bangkit dari duduk setelah minum sampai isinya tandas. Sang mertua langsung menuju keluar tanpa berbasa-basi dengannya untuk pamitan.
"Sampai kapan kalian berdua seperti ini padaku, yah, bu? Aku juga ingin merasakan kasih sayang kalian berdua." Alisa rindu kasih sayang dari orang tua, karena ayah dan ibunya telah lama meninggal dunia.
"Sampai kapan begini terus kondisinya? Kapan kalian bisa menerimaku di sini?" tanya Alisa lagi.
Akhirnya, Bu Angel dan suaminya telah pergi dari rumah ini. Ucapan dari mereka berdua begitu merekat kuat di pikiran Alisa. Tak bisa menampik, bahwa saat ini dirinya begitu terpikirkan oleh perkataan mereka.
Bu Angel dan Pak Surya menyebut dirinya sebagai istri yang pemalas. Bisanya hanya berdiam diri saja di kamar, tanpa melakukan aktivitas apa pun di rumah. Namun, semua itu Alisa lakukan karena menuruti perintah sang suami. Ia juga takut, kalau terlalu berlebihan mengerjakan pekerjaan rumah akan membuatnya capek sendiri.
Alisa pun berbalik badan dan naik ke tangga dengan perlahan. Ia mengusap perlahan pipinya yang masih tergenang oleh air mata. Ia tak mau, matanya jadi sembap gara-gara menangis dan hal itu akan diketahui oleh Saga.
Ia berusaha untuk melenyapkan pikiran itu, yang hanya membuat suasana hatinya kacau. Alisa tak mau, sang bayi akan terdampak karena hal ini.
"Jangan pikirkan kata mereka lagi. Jangan sampai aku stres sendiri, kasian anakku di dalam kandungan. Benar kata Saga, apa pun perkataan buruk, singkirkan!" ujar Alisa menyemati diri sendiri. Sekarang dirinya berusaha untuk tak menangis lagi.