Part 412 ~BaraDila
Part 412 ~BaraDila
Bara mendapati kamar mandi dalam keadaan kosong. Tiba-tiba saja jantungnya berdegup dengan kencang. Ada perasaan yang tidak enak menyergapnya. Bara buka pintu kamar lalu menuju dapur. Bisa saja Dila sedang ada di dapur menyiapkan sarapan pagi untuk mereka.
Dapur pun kosong. Bara tak mendapati istrinya ada disana. Perasaan Bara semakin tidak enak dan galau. Semalam sayup-sayup dia mendengarkan tangisan Dila. Ingin membuka mata tapi rasa kantuk mengalahkannya.
Bara mencari Dila di halaman belakang mana tahu Dila sedang duduk di tepian kolam renang menikmati fajar. Namun tempat itu juga kosong. Bara semakin panik. Apakah hal yang ia takuti akan terjadi?
Bara sudah menelusuri seluruh rumah namun tak menemukan keberadaan Bara. Pria itu kembali ke kamar dengan perasaan galau dan kacau.
Bara terduduk dengan posisi memeluk kakinya. Tanpa sengaja ia melihat secarik kertas terletas di meja rias. Kertas itu ditindih dengan botol parfum agar tak diterbangkan angin.
Bara mengambil kertas itu dan membacanya. Kertas itu dibasahi air mata Dila yang telah mengering.
Dear Bara, Suami Terbaik.
Sayang, sekali lagi aku membuat kamu kecewa. Maafkan malam itu jika aku telah mencampurkan obat tidur dalam minumanmu sehingga kamu terlelap tidur dan tak menyadari kepergianku.
Kutuliskan surat ini dengan cucuran air mata menahan perih hati ini. Aku dihadapi dalam dilema untuk memilih kamu atau keluarga. Aku telah menjadi istri yang berdosa padamu. Meninggalkan kamu tanpa berita dan juga kabar. Sayang mungkin inilah keputusan terberat yang pernah aku ambil.
Tidak ada yang lebih tulus menyayangi kita selain keluarga kita sendiri. Mereka mengorbankan raga, harta bahkan nyawa agar kita bahagia. Jangan pernah lupakan jasa-jasa mereka terutama ibu dan ayah. Aku merasa telah menjadi anak durhaka karena telah menentang keluargaku sendiri. Sepertinya aku terkena karma atas ucapanku di masa lalu.
Bara, apakah kamu ingat dulu aku akan meminta pembatalan pernikahan kita ketika sudah berusia enam bulan? Saat itu aku sangat kecewa dan terluka mengetahui jika kamu telah menyimpang. Perceraian menjadi salah satu jalan penyelesaian masalah kita waktu itu. Aku kabur ke Perth dan kamu mengejarku. Waktu itu kamu meminta kesempatan padaku. Kamu berhasil membujukku hingga memberi kamu kesempatan.
Namun aku bersikeras tetap akan membatalkan perceraian ketika pernikahan kita sudah enam bulan dan kamu straight. Siapa sangka waktu bisa mengubah segalanya. Aku jatuh cinta dan memperjuangkan kamu hingga detik ini.
Mungkin sedari awal pernikahan kita sudah salah. Tujuan papa menikahkan aku dengan kamu hanya untuk mengembalikan kamu ke kodrat. Kini kamu sudah jadi pria normal seutuhnya. Sepertinya tugasku sudah selesai untuk berada disamping kamu. Saatnya aku kembali pada keluargaku.
Cinta itu dibuktikan dengan pernikahan yang sakral dan pernikahan adalah penyatuan dari dua keluarga besar (bukan hanya salah satu pihak). Namun, ketika salah satu pihak tak merestui, maka lebih baik kamu memilih untuk melepaskannya demi kebahagiaan keluarga. Karena bagaimanapun, keluarga adalah yang utama.
Aku memilih keluargaku Bara. Aku tidak bisa membantah dan menantang ayah. Keluargamu telah menipu keluargaku. Sesuatu yang diawali dengan tidak baik maka akhirnya tidak akan baik pula.
Keluarga yang baik dimulai dengan cinta, dibangun dengan kasih sayang, dan dipelihara dengan kesetiaan. Dari awal keluarga kecil kita dibangun dalam pondasi kebohongan dan pemaksaan.
Kini badai itu telah menerpa kita. Ayah telah mengetahui rahasia besar kamu. Ayah tidak bisa menerima masa lalu kamu sebagai gay dan seorang pembunuh. Aku tak kuasa melawan ayah. Keluarga hanya ingin yang terbaik buatku. Keputusan aku adalah MENINGGALKAN KAMU. Semoga kamu bisa melewati hari-hari kamu dengan baik.
Bara hubungan suami istri bisa terputus. Mereka bisa menjadi mantan suami atau mantan istri. Ikatan seorang ayah, ibu dan anak tidak akan pernah bisa putus sampai kapan pun. Tidak ada istilah mantan anak, mantan ayah dan mantan ibu.
Ayah membesarkan aku dengan kedua tangannya dan aku tak boleh membantah ucapannya. Beliau hanya ingin yang terbaik untukku. Sampai kapan pun beliau tidak akan mau melihat aku menangis. Bara pada akhirnya aku harus MENYERAH.
Terima kasih atas satu tahun yang berkesan ini. Jangan pernah cari aku karena aku sudah pergi jauh.
Your Wife, Dila.
Bara meremas surat yang ditulis Dila dengan beruraian air mata. Bara tahu jika yang Dila tulis bukanlah isi hatinya. Bara tersenyum getir melihat pintu kamar mandi. Berharap Dila keluar dari sana. Berharap surat ini hanya prank.
Namun lagi-lagi hampa. Bara memukul dadanya sendiri. Dia seakan tak bisa bernapas mendapati Dila telah pergi. Bara tahu jika Dila pergi bukan atas kemauan tapi adanya intimidasi keluarga Dila.
Bara meraung keras hingga memancing keluarga datang. Dian, Alvin dan Herman datang ke kamarnya.
"Ada apa Bar?" Wajah Herman kusut mendapat Bara menangis tersedu-sedu. Baru pertama kalinya Herman melihat Bara menangis seperti ini. Keadaan Bara membuatnya cemas.
Dian merampas surat yang ada dalam genggaman Bara. Dian membacanya dengan seksama. Matanya tak berkedip melihat isi surat Bara. Dian sempat oleng namun tubuhnya segera ditopang Alvin.
"Dila enggak boleh meninggalkan aku." Bara bangkit berlari keluar kamar.
Bara berlari tergopoh-gopoh. Hari masih gelap karena baru jam setengah enam pagi. Bara yakin jika Dila masih berada di sekitar sini. Tidak mungkin Dila bisa pergi jauh. Mobil tak ada yang hilang di garasi.
Bara sampai ke depan taman komplek, namun nihil tak ada penampakan Dila. Bara terus berjalan menelusuri semua tempat. Berharap segera menemukan Dila dan membawanya pulang.
Bara terus melangkahkan kaki hingga tak sadar telah jauh dari rumah. Ia menangis sepanjang jalan seperti seorang Qais merindukan Laila. Qais menjadi majnun karena cintanya dengan Laila tak bisa bersatu.
Bara tertunduk lesu, menangis kuat dan kian kuat karena usahanya sia-sia. Tubuhnya seolah tak bertenaga mendapati istrinya telah pergi meninggalkannya. Ini untuk kedua kalinya Dila meninggalkannya. Firasatnya tidak enak. Ia merasa perpisahan ini akan menjauhkan Dila darinya untuk selamanya.
Bukan Bara namanya jika menyerah. Ia hapus air matanya dengan lengan piyama yang ia pakai. Tanpa Bara sadari ada orang yang telah mengikutinya sedari tadi. Orang itu tersenyum licik dan bahagia.
Bara balik badan ingin mengambil mobil dan datang ke rumah Dila, namun suara tembakan pistol menggema di udara.
Bara jatuh dengan kepala bersimbah darah.
"Bos," teriak Dian lantang. Melepaskan tembakan bertubi-tubi pada pria yang telah menembak Bara. Posisi Dian tepat di belakang penembak. Pria itu tewas seketika dengan luka tembak yang begitu banyak. Dian melampiaskan emosinya pada pria itu.
~ Tamat Season Satu ~