Jodoh Tak Pernah Salah

JANGAN DIBUKA 12



JANGAN DIBUKA 12

Bara akhirnya tahu permasalahan yang terjadi di Dharmasraya. Izin perusahaan tambang itu ternyata legal dan poses penambangan tidak merusak lingkungan. Masyarakat setempat melakukan demo karena mereka tidak bisa lagi menambang secara ilegal. Mereka kehilangan mata pencarian. Perusahaan tidak merekrut masyarakat setempat untuk bekerja karena kemampuan mereka tidak ada dan masih gaptek dengan teknologi.     

Bara mengambil jalan tengah. Perusahaan harus mempekerjakan masyarakat setempat. Minimal satu orang kepala keluarga tiap rumah. Mereka juga akan diberi pelatihan sebelum bekerja ditambang. Awalnya Bara dan rombongan hanya ada satu hari disana, namun karena banyak hal yang harus diurus sehingga jadi molor. Sudah hampir satu Minggu Bara berada di Dharmasraya. Rindu pada sang istri sudah memuncak.     

Dila juga sudah seminggu tinggal di rumah orang tuanya. Dila takut tinggal sendirian di rumah Danau Teduh. Tidak berani tinggal di rumah besar itu sendirian. Para ART tinggal di paviliun. Dila pun sibuk mengurus UIA dan Harapan. Dia bekerja dari pagi hingga malam. Pembukaan rekening UIA menguras waktu dan tenaga para anak buahnya. Pegawai UIA dan Harapan mengisi formulir pembukaan rekening tidak lengkap. Terpaksa mereka melengkapinya satu persatu. Dila pun turun langsung membantu anak buahnya agar kerja mereka lebih cepat.     

Vinta dan Emir juga sudah turun ke lapangan. Mereka membukakan rekening pegawai secara on the spot. Vinta sangat menikmati pekerjaan diluar kantor. Suasana baru yang lebih menantang. Tak jarang si nyai badas digoda para pegawai Harapan yang masih muda.     

Dila dan Zico kembali bertemu membahas isi PKS yang akan di tandatangani. Mereka berdua lebih akrab dan tak ada rasa canggung. Dila tahu pria ini adalah lelaki biadab yang pernah memperkosa suaminya dan Dian di masa lalu. Melihat sikap Zico sekarang Dila merasa ada yang berubah dengan Zico. Pembawaannya lebih tenang dan lebih dewasa. Tapi setidaknya Dila bisa menangkap jika Zico mengetahui jika dia istri Bara. Perubahan sikap Zico sangat drastis dan terlalu manis.     

"Berarti dua minggu lagi. Semua pembukaan rekening sudah selesai Ibu Dila?" Zico dan Dila sedang memantau keadaan mobile unit tempat pembukaan rekening pegawai.     

"Sudah Pak. Berhubungan dengan banking kami sudah memfasilitasi bagian keuangan untuk bisa mencetak rekening korannya sendiri. Q-RIS sedang dalam tahap cetak barcode. Akan kami luncurkan kode barcodenya ketika launching nama baru rumah sakit."     

"Tidak apa-apa Ibu Dila. Lebih baik seperti itu. Nama baru rumah sakit harus menjadi kejutan bagi masyarakat. Jika namanya sudah bocor duluan tentu tak surprise lagi."     

"Bapak benar." Dila senyum-senyum sendiri. "Bagaimana kinerja dokter Naura sejauh ini?"     

"Kinerjanya bagus dan cekatan. Aku memberikan dia tugas untuk mengatur training karyawan. Dia sangat sibuk sejak jadi direktur SDM, mungkin tak sempat lagi untuk membuka praktek."     

"Direktur bukan jabatan main-main Pak." Dila tergelak tawa.     

"Saya tahu Bapak seorang pebisnis sukses. Kenapa Bapak mau mengurusi bisnis kecil seperti ini? Untuk kelas Bapak rumah sakit hanyalah bisnis kecil, tak ada apa-apa dengan bisnis Bapak yang lain ?" Dila memancing Zico.     

Zico memandang Dila sekilas, secara kasat mata pria itu paham kemana arah pembicaraan Dila. Sepertinya Zico tak bisa berpura-pura lagi. Terlalu sulit berbohong dengan orang sepintar Dila.     

"Ibu mau tahu kenapa saya mendapatkan rumah sakit ini?"     

"Kenapa?"     

"Pemilik lama kalah bermain judi dengan saya di Macau. Dia menggadaikan rumah sakit. Dia berani mempertaruhkan rumah sakit asal saya tidak memecat karyawannya." Zico tersenyum evil mengingat semuanya.     

"Berarti rumor yang saya dengar benar Pak?"     

"Bisa dibilang begitu. Tapi tolong off the record. Kasian Pak Hanafi jika mantan pegawainya tahu."     

"Berjudi hanya membuang uang dan waktu." Dila mencibir     

"Maaf jika saya lancang." Dila meralat ucapannya.     

"Tidak apa-apa Ibu Dila. Bagi kami berjudi hanya untuk kesenangan."     

"Aku mengerti," potong Dila cepat tak mau menyinggung perasaan Zico. Bagaimana pun Dila tak boleh menunjukkan sikap ketusnya. Kerja sama yang mereka lakukan bisa saja gagal. Lebih baik mengalah terlebih dahulu. Setelah semuanya selesai baru Dila akan menunjukkan taringnya. Bagaimana pun pria di depannya ini seorang predator yang sangat berbahaya tidak menutup kemungkinan Zico juga bisa melakukan perbuatan yang sama padanya.     

"Pak Zico, saya pergi dulu," ucap Dila berpamitan. Perasaannya sudah tak enak.     

Dila sengaja menunda menunjukkan foto Zico pada Bara karena takut suaminya akan emosi dan pekerjaan yang lain terbengkalai. Bara akan bersikap emosional jika berhubungan dengan pria yang telah memperkosanya sehingga ia menjadi seorang gay. Zico telah memberikan luka yang sangat mendalam bagi Bara mau pun Dian. Keduanya bahkan harus menanggung perbuatan Zico sampai sekarang.     

Dila mengelus dadanya, mengucapkan syukur pada yang Maha Kuasa karena telah memberikan hidayah untuk suaminya sehingga pria itu sembuh dari penyimpangan.     

Dian pun sudah bisa menerima kehadiran anaknya yang lahir dari pemerkosaaan itu.     

Jam sudah menunjukkan pukul lima sore, sudah saatnya Dila pulang. Hari ini Bara akan pulang ke rumah setelah satu minggu berada di Dharmasraya. Dila menunggu Bara di kantornya karena pria itu berjanji akan menjemputnya.     

Tak ada angin, tak ada hujan Dian datang menemuinya. Dian datang bersama dengan Alvin.     

"Apa aku mengganggumu Dila?"     

"Tidak Dian. Silakan duduk." Dila mempersilakan duduk Dian dan Alvin.     

Alvin dengan sopan menyalami Dila bahkan mencium tangannya.     

"Anak yang sangat tampan," puji Dila tersenyum manis.     

"Alvin sudah pindah sekolah disini?" Dila melirik Dian.     

"Sudah. Aku baru saja menyelesaikan administrasinya. Secara hukum Alvin masih anak ayah dan ibuku."     

"Itu lebih baik Dian. Dengan begitu kamu bisa menjaga Alvin dengan baik. Sudah saatnya kalian berbahagia. Kalian sudah terlalu banyak melewati penderitaan selama ini. Kau wanita yang kuat Dian. Aku bangga padamu." Dila menggenggam tangan Dian.     

"Aku datang kesini ingin menanyakan sesuatu." Dian mengungkapkan maksud kedatangannya.     

"Apa itu?" Dila memicingkan mata.     

"Aku dengar dari Bara kamu melakukan kerja sama dengan CEO baru rumah sakit Harapan apakah itu benar?" Tanya Dian berhati-hati.     

"Iya benar." Dila sudah mengerti arah pembicaraan Dian. Pasti Dian juga meminta kepastian padanya.     

"Apakah kamu melakukan foto bersama dengan dia?" Tanya Dian lagi seraya memandang Alvin. Wajah anaknya mengingatkannya pada Zico.     

Dian masih mengalami trauma namun ia mencoba melawan traumanya. Yang ada disampingnya Alvin bukanlah Zico.     

"Ya aku berfoto bersamanya," jawab Dila mengambil smartphone di dalam saku jasnya.     

"Bolehkah aku melihatnya?" Pinta Dian memelas.     

"Kenapa kamu ingin tahu Dian?" Dila mengorek keterangan dari Dian.     

"Aku ingin memastikan saja apakah aku benar. Aku takut salah orang," jawab Dian dengan jujur.     

"Apakah kamu akan kamu lakukan Dian?"     

Dian menoleh pada Alvin. Ia ragu mengatakannya di depan anaknya. Walau bagaimana pun mereka sedang membahas ayah biologis Alvin.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.