Jodoh Tak Pernah Salah

129. FANTASI LIAR



129. FANTASI LIAR

"Dalam satu riwayat dikisahkan. Sahabat nabi bepergian untuk berjihad, ia meminta istrinya agar tidak keluar rumah sampai ia pulang dari misi suci. Di saat bersamaan, ayah istrinya sedang sakit. Lantaran telah berjanji taat kepada titah suami, istri tidak berani menjenguk ayahnya."     

"Merasa memiliki beban moral kepada orang tua, ia pun mengutus seseorang untuk menanyakan hal itu kepada Rasulullah. Beliau menjawab, "Taatilah suami kamu." Sampai sang ayah menemui ajalnya dan dimakamkan, ia juga belum berani berkunjung. Untuk kali kedua, ia menanyakan perihal kondisi nya itu kepada Nabi SAW."     

"Jawaban yang sama ia peroleh dari Rasulullah, "Taatilah suami kamu." Selang berapa lama, Rasulullah mengutus utusan kepada sang istri tersebut agar memberitahukan Allah telah mengampuni dosa ayahnya berkat ketaatannya pada suami. Kisah para sahabat menggambarkan tentang bagaimana seorang istri bersikap. Manakah hak yang lebih didahulukan antara hak orang tua dan hak suami. Tatkala perempuan sudah menikah. Bagi pasangan suami istri, 'dialektika' kedua hak itu kerap memicu kebingungan dan dilema. Seorang perempuan, sebagaimana laki-laki, mempunyai kewajiban sama berbakti terhadap orang tua. Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah menguatkan hal itu. Penghormatan terhadap ibu dan ayah sangat ditekankan oleh Rasulullah."     

"Taat kepada orang tua bagi seorang perempuan hukumnya wajib. Tetapi, kewajiban tersebut dibatasi selama yang bersangkutan belum menikah.     

Bila sudah berkeluarga, seorang istri diharuskan lebih mengutamakan taat kepada suami. Selama ke taatan itu masih berada di koridor syariat dan tak melanggar perintah agama. Kedua orang tua tidak diperkenankan mengintervensi kehidupan rumah tangga putrinya. Termasuk memberikan perintah apa pun padanya. Bila hal itu terjadi, merupakan kesalahan besar. Pasca menikah maka saat itu juga, anaknya telah memasuki babak baru, bukan lagi di bawah tanggungan orang tua, melainkan menjadi tanggung jawab suami. Bunda, jika kalian mendalami agama dengan baik, pasti kalian sadar telah melakukan kezaliman pada kami."     

"Bisa saja Bara dengan barbar datang ke rumah ini. Membawa anak buahnya lalu menghancurkan rumah ini untuk membawa aku pergi, namun Bara tidak melakukannya karena apa. Dia tidak ingin memperburuk keadaan. Dia tidak ingin hubungan kita semakin panas dan menyalakan api permusuhan. Jika suamiku masih jahat dan bajingan seperti yang kalian tuduhkan, mungkin Iqbal sudah tak bernyawa lagi. Bara tidak melakukannya demi aku. Semua manusia pasti pernah melakukan kesalahan. Tak ada manusia yang suci di dunia ini. Bara, membuktikan perubahan. Dia sudah berubah jadi orang baik. Tuhan saja Maha Pemaaf dan memberi kesempatan untuk hamba-NYA bertobat. Kenapa kalian begitu sombong? Yang menjalani pernikahan ini aku. Yang akan merasakan sakit itu aku, yang bahagia juga aku. Kenapa kalian yang repot memisahkan kami dengan alasan suamiku bajingan dan mantan gay. Salahkah dia jika taubat dan memulai hidup yang baru? Salahkan aku sebagai istri memberikan dia kesempatan kedua? Bara memanfaatkan kesempatan yang aku berikan dengan baik. Dia membuktikan perubahannya." Napas Dila terengah-engah bicara panjang lebar, memberi pengertian pada Lusi. Dia menenggak air putih di atas nakas. Tenggorokannya kering terlalu banyak bicara.     

Hening. Dila duduk menyandar di sofa. Memijit kepalanya yang sakit dan berdenyut. Terkurung berhari-hari dan tak bisa kemana-mana mempengaruhi mood Dila. Dia gampang marah dan emosional.     

"Dila, bunda….."     

"Jangan bicara lagi bunda." Potong Dila cepat. Ketika ucapannya tak didengar, Dila tak mau mendengarkan Lusi.     

"Dengarkan bunda dulu Dila." Lusi meminta kesempatan bicara.     

"Apa yang harus didengar bunda? Bagi kalian aku salah, kalian benar. Padahal aku menikah dengan Bara karena restu kalian. Aku menikah dengan Bara karena kehendak kalian. Pernikahanku dirayakan karena keinginan kalian. Aku mencoba menikmati dan menerima pilihan kalian. Aku sadar orang tua hanya ingin yang terbaik untuk anaknya. Aku dengarkan ucapan kalian, meski saat itu aku terluka. Aku membahagiakan kalian dengan jadi anak penurut. Setelah aku menerima takdirku menjadi istri Bara, aku terima masa lalunya karena dia benar-benar bertaubat. Setelah aku mencintainya kalian ingin memisahkan kami karena masa lalu Bara. Sampai kapan aku harus menjadi boneka kalian? Mengikuti apa kemauan kalian. Aku sudah dewasa dan bisa menentukan pilihan sendiri."     

Lusi merasa tertohok dan ngilu. Curahan hati Dila mengena di hatinya. Menyadari selama ini tak memberi ruang buat samg anak, terlalu mengekang sang anak.     

"Dila maafin bunda." Lusi menurunkan ego meminta maaf pada sang anak. Lusi merentangkan tangan meminta Dila datang ke pelukannya. Dila terenyuh, mendekati Lusi lalu memeluknya. Ibu dan anak menangis sambil berpelukan.     

"Maafin bunda Dila. Bunda bukan ibu yang baik. Tak memahami isi hati kamu. Benaran Bara udah berubah?" Lusi melunak dan mengajak Dila bicara dari hati ke hati.     

Dila mengangguk lalu memandang Lusi lekat.     

"Kamu benaran cinta sama Bara?"     

"Aku sayang dan cinta sama Bara bunda. Aku bukan orang bodoh yang gampang tertipu."     

"Sejak kapan kamu mencintai dia?"     

"Semenjak aku memberikan dia kesempatan kedua. Ketika aku tahu bahwa Bara gay, aku kabur ke Perth, tempatnya Mira. Disana aku merenung dan berpikir. Langkah apa yang harus aku lakukan. Kala itu Bara datang padaku memohon dan meminta aku memberikannya kesempatan kedua. Aku memberikan dia kesempatan itu. Dia benar-benar memanfaatkannya. Bara berubah bunda. Dia bahkan menjauhi dunianya, menjauhi mantan kekasihnya. Semua hal yang berhubungan dengan masa lalunya Bara buang jauh-jauh. Dia mendengarkan semua ucapanku. Dia mengikuti arahanku. Bukankah sebaik-baiknya istri memberikan kesempatan untuk suaminya berubah ke arah yang lebih baik? Tak ada yang bisa memungkiri takdir bunda. Padahal didalam hatiku dulu hanya ada Fatih. Menginginkan dia menjadi suamiku. Ternyata suami yang dikirimkan Tuhan Bara. Dari Bara aku belajar apa artinya sabar. Dari Bara aku belajar menerima kekurangan pasangan. Dari Bara aku belajar luasnya kata maaf. Dari Bara aku juga belajar ikhlas. Kita tak boleh menghakimi, tapi kita harus memahami. Dia menjadi gay bukan karena keinginannya. Ada peristiwa yang melatarbelakanginya. Aku ambil keputusan memahami Bara untuk mengobati sakitnya. Berkat ridho Tuhan Bara kembali ke kodrat. Dia benar-benar normal dan jauh dari pergaulan gay."     

"Bagaimana isu dia seorang pebisnis licik?"     

"Bara licik hanya pada orang-orang yang menjebaknya. Dia tidak akan jahat jika tak dijahati lebih dulu. Semua isu itu hanya masa lalu bunda."     

"Apa yang kamu inginkan Dila."     

"Aku ingin pulang ke rumah bunda. Aku rindu Bara."     

"Dari matamu bunda bisa melihat, kamu benar-benar mencintai Bara. Perasaan itu tulus dan tidak mengada-ngada. Bunda akan bantu kamu keluar dari sini Dila. Maaf bunda telah egois, hanya mendengarkan cerita sebelah pihak. Jika kamu bahagia dengan Bara, bunda merestui kalian."     

"Bunda." Dila terharu memeluk Lusi dengan erat. Untuk pertama kalinya Lusi tak mematuhi perintah Defri.     

Lusi menyadari jika Defri bersikeras memisahkan Bara dan Dila karena tak kuat menanggung malu dan cibiran dari rekan bisnis jika menantunya mantan gay. Harga diri Defri merasa tercabik-cabik dan direndahkan karena aib Bara.     

Note:     

1. Dialetika artinya komunikasi dua arah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.