Jodoh Tak Pernah Salah

119. SALING BONGKAR RAHASIA



119. SALING BONGKAR RAHASIA

"Jelaskan padaku apa yang terjadi dengan bang?" Rere mendesak Bara untuk cerita.     

"Dila minta talak padaku."     

"Apa?" Wajah Rere masam. Tak habis pikir, apa dengan Dila. "Sebenarnya apa yang ada dalam otak kak Dila? Kenapa dia minta talak?"     

Bara menyugar dan mengusap kasar wajahnya. Emosinya meledak-ledak. Tak hanya marah karena Dila minta talak, tapi juga marah pada Dian karena telah menyembunyikan keberadaan Dila. Dian tahu dimana Dila namun memilih bungkam.     

Bara mengambil smartphone lalu menghubungi Dian via video call. Terlihat Dian sedang makan bersama Zico dan Alana.     

"Hai bos apa kabar?" Sapa Dian ramah seolah tak terjadi apa-apa.     

Bara tersenyum kecut melihat sikap masa bodoh Dian. Kali ini Bara sangat kecewa dan marah pada Dian.     

"Ternyata kamu ular Dian."     

Dian mengangkat bahu seraya menjauh dari suami dan anaknya. Dengan perut besar Dian melangkah ke ruang kerja. Dian tersenyum manis menatap kemarahan di wajah Bara. Meski tak menunjukkan secara langsung namun Dian sangat mengenal Bara dengan baik.     

"Kenapa bos bilang aku ular? Bisa jelaskan padaku?" Dian berusaha tersenyum manis walau kemarahan itu tersirat dari mata elang Bara.     

"Aku benci sikap pura-puramu."     

"Berhenti juga pura-pura hilang ingatan bos." Dian memborbardir Bara. Raut wajah pria itu langsung berubah. "Berhenti bertindak tanpa sepengetahuan aku bos."     

"Kau siapa? Beraninya kau mengatur hidupku."     

"Aku….," ucapan Dian tercekat. Ia melihat ke arah pintu, takut Zico datang dan mendengar ucapannya. Setelah memastikan Zico tidak ada di balik pintu ia melanjutkan ucapannya, "Aku hanya ingin melindungi pria yang aku sayangi. Aku tidak ingin bos mengalami cedera lagi. Dokter Demir bilang padaku jika bos tidak boleh banyak pikiran karena memaksa mengingat masa lalu. Nanti terjadi radang dan membahayakan nyawa bos. Aku lebih baik mengulur waktu daripada bos tidak ada di dunia ini. Aku tidak bisa melihat bos mati."     

"Meski kau menyembunyikan dimana Dila dan anak-anak?"     

"Ya," lirih Dian tak mengelak dari tuduhan Bara. "Aku pastikan jika anak-anak sehat dan bahagia. Aku hanya menunggu waktu bos ingat semuanya tanpa ada indikasi kesehatan. Aku hanya melakukan yang terbaik untuk bos."     

"Menurutmu bukan menurutku." Geram Bara mengepalkan tangan. Ingin menghajar Dian jika perempuan itu pria. Pantang bagi Bara memukul perempuan.     

"Aku kecewa sama teteh." Rere ikut bicara. Ia sangat marah pada Dian. Kecewa, orang yang sudah ia anggap kakak ternyata mengkhianati Bara. Mempermainkan hati dan perasaan kakak tirinya.     

"Aku lebih kecewa padamu."     

"Apa maksudnya?" Rere tak mengerti. Ia berusaha berpikir dengan keras namun tidak menemukan jawaban.     

"Kenapa harus menyembunyikan ayah kandung Leon? Aku tahu siapa pria itu semenjak kamu ketahuan hamil."     

Deg...Jantung Rere terasa diremas. Tak menyangka Dian sangat mengerikan. Wanita itu tahu, tapi pura-pura tidak tahu.     

"Masih mau bungkam Re? Aku tahu ayah Leon bukan Angga. Jangan membodohi kami. Kamu pasti punya alasan kenapa diam, aku pun alasan kenapa tak memberi tahu keberadaan Dila selama ini. Aku melakukannya demi kesehatan Bara tidak lebih."     

"Apa teteh masih mencintai abangku?" Rere berusaha tegar. Mengelus punggung Bara untuk menenangkan. Bara sangat emosi dan kecewa pada Dian.     

"Terserah penilaianmu saja. Yang jelas aku menyayanginya."     

"Sayang sebagai kakak atau sayang sebagai kekasih?" Rere geram dengan sikap Dian. "Kasihan sekali Zico jika tahu istrinya masih mencintai pria lain. Alasan teteh hanya demi kesehatan abang sulit aku percaya. Aku tahu jika abang cinta pertama bagi teteh, tapi mohon sadari kodrat teteh sebagai istri dan ibu. Kalian sudah lama menikah seharusnya tidak ada lagi perasaan untuk abang Bara. Kasihan bayi dalam kandungan teteh mengetahui ibunya masih memiliki hati untuk pria lain."     

"Hentikan bicaramu Re! Jaga batasanmu." Dian menghardik Rere. Meski ucapan Rere benar namun tak seharusnya dikatakan. Dian mengelus perut buncitnya. Bayinya terkejut karena ibunya emosi, terbukti bayi itu menendangnya dengan keras.     

"Jangan pernah lagi ikut campur dalam kehidupan abang Bara lagi. Taruhannya pernikahan teteh." Rere malah menebarkan ancaman.     

"Beraninya kamu mengancamku Rere."     

"Teteh pikir hanya teteh yang bisa."     

"Jika kamu berani bicara pada Zico, aku akan buka kartu siapa ayah kandung Leon."     

"Katakan saja!" Rere memotong cepat ucapan Dian, tak mau wanita itu menyebut nama pria itu.     

"Kau!!!!" Dian menghembuskan napas kasar, tak menyangka Rere berubah menjadi ular betina dalam waktu singkat. Pengaruh Bara luar biasa.     

Bara kesal lalu mematikan video call dengan Dian. Pria itu kesal, mengepal tangannya kuat. Bara memukul dinding hingga tangannya berdarah.     

"Bang apa yang kamu lakukan?" Rere panik, mengambil peralatan P3K untuk membersihkan luka sang kakak.     

"Aku kecewa Re," ucap Bara ketika Rere menutup lukanya dengan perban.     

"Aku juga bang."     

"Cepat atau lambat Dian akan buka mulut perihal ayah Leon."     

"Aku rasa juga seperti itu bang. Aku bahkan tadi mengancam teteh."     

"Kamu sampai kapan tutup mulut?"     

"Sampai aku siap bang. Tidak mungkin aku menelan air ludah sendiri. Aku sudah pernah bilang padanya tidak mungkin hamil karena pengaruh hormon. Aku tidak ingin pikirannya tentangku benar."     

"Kamu terlalu gengsi." Bara gemas lalu mencubit pipi Rere. Keduanya tertawa meski hati mereka sakit dengan kebohongan Dian. Bara bahkan menjepit leher Rere di ketiaknya.     

Tanpa mereka sadari jika Dila melihat kebersamaan mereka. Nah pikiran ala netizen berkelebat di hati Dila. Ia terbakar cemburu melihat kedekatan Bara dan Rere. Melihat kebahagiaan mereka bagaimana Dila akan masuk sebagai orang ketiga?     

Dila pergi dari sana, tak sanggup melihat kebersamaan Bara dan Rere. Ia menghapus air matanya. Setelah bercinta dengannya Bara seenaknya bermesraan dengan istrinya yang lain. Rere tersenyum kecut melihat kecemburuan di mata Dila.     

"Kenapa kamu senyum-senyum?"     

"Istri abang melihat kita. Dia menangis melihat kita berdua. Sepertinya dia cemburu."     

"Sepertinya begitu." Bara terkekeh tawa. "Kecewa kali. Aku dan dia tadi bercinta." Bara menyembunyikan wajahnya.     

"Pantes bang." Rere mencubit lengan Bara. "Bisa-bisanya abang mengambil kesempatan dalam kesempitan."     

"Aku juga kesal pada Dila. Seenaknya dia bilang jika aku dan dia berzina. Berzina darimana. Aku dan dia masih suami istri secara agama dan hukum. Dia hanya meninggalkan aku tanpa mengajukan gugatan cerai. Dalam agama kita selama aku belum menjatuhkan talak dan dia tidak meminta cerai maka kami masih sah suami istri meski sudah empat tahun berpisah."     

"Lalu apa langkah selanjutnya bang?"     

"Aku akan membawa Salsa pulang ke Jakarta."     

"Memisahkan Salsa dengan Ama-nya?"     

"Terpaksa aku lakukan agar dia tahu kesalahannya."     

"Aku akan membujuknya."     

"Jangan memaksanya. Biarkan saja dia berpikir. Dia yang meninggalkan aku begitu saja. Beraninya dia membawa ketiga anakku. "     

"Bang jangan egois. Jangan libatkan anak-anak dalam masalah kalian."     

"Anak-anak kekuatan sekaligus kelemahan Dila. Kesalahan dia, ketika ada masalah menimpa rumah tangga kami. Seharusnya aku tempat dia berlindung, tempat dia berkeluh kesah. Bukan dia yang melindungi aku. Jangankan ayah dan Iqbal. Puluhan anggota dewan bisa aku kalahkan apalagi mereka."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.