114. PENJELASAN DILA
114. PENJELASAN DILA
Perempuan itu terkejut melihat sorot kebencian dari mata Shakel. Anak itu mirip dengan Bara. Rere memprediksi jika dewasa nanti Shakel akan seperti Bara. Dingin, ambisius dan menakutkan.
"Shakel." Dila memarahi anaknya. Ia tak mau dikatakan tidak mengajari anak sopan santun. "Sopan bicara dengan aunty. Ama tidak pernah ajari kalian kurang ajar."
"Ama." Shakel memelas. Bocah itu menundukkan kepala. Tak berani menatap ibunya.
"Maafkan Ama memarahi kamu. Tidak baik bersikap ketus pada aunty Rere nak. Awak budak harus hormat pada orang dewasa. Ama selalu mengajari kalian bersikap sopan dan hormat sama orang yang lebih tua."
"Iya Ama." Shakel menurut dengan Dila.
Rere dan Bara hanya senyum-senyum melihat Dila berinteraksi dengan Shaka dan Shakel. Meski sibuk bermain dengan Salsa namun mata pria itu tak berkedip menatap Dila. Tak ada yang berubah dari fisik istrinya itu. Meski sudah melahirkan tiga orang anak kembar secara normal, namun tak ada perubahan fisik selain dada Dila yang semakin montok dan berisi. Memikirnya membua otak mesum Bara bekerja.
Tuhan kenapa memikirkan dada montoknya saja sudah membangkitkan naluri kelelakianku! Bisik Bara dalam hati. Pria menahan gejolak yang tengah menderanya.
"Orang besar yang kalian panggil itu memang ayah kandung kalian." Dila memberikan penjelasan. "Apa selama ini berada di luar negeri bekerja. Apa kerja keras untuk membiayai kalian bertiga. Waktu dulu kita tidak sekaya sekarang," lanjutnya lagi.
Bara bangkit dari tempat duduknya seraya menggendong Salsa. Mereka menghampiri Dila.
"Sekarang kalian sudah percaya jika ini Apa?" Bara tersenyum manis menatap Shaka dan Shakel. "Maafkan Apa sudah membohongi kalian. Apa hanya menguji kalian waktu itu."
Shaka dan Shakel kompak berpangku tangan dan membuang muka. Masih belum menerima jika Bara ayah kandung mereka.
"Shaka, Shakel." Dila memanggil kedua dengan nada lembut.
Keduanya menatap Dila, mencari jawaban dari panggilan Ama mereka.
"Salim sama Apa?" Dila meminta keduanya untuk bersalaman dengan Bara.
Dengan berat hati keduanya mendekati Bara. Pria itu menurunkan Salsa dari gendongannya.
"Ama," panggil Salsa yang baru menyadari kedatangan Dila. Gadis kecil itu mendekati Dila dan memeluknya.
Bara memeluk Shaka dan Shakel ketika menyalaminya. Rasa haru menyergap relung hati Bara. Bahagia, akhirnya bisa bertemu dan memeluk ketiga anaknya. Meski hilang ingatan pria itu memiliki firasat memiliki anak karena ia mengalami mual dan muntah selama sembilan bulan.
"Apa sayang kalian." Bulir bening jatuh dari pelupuk mata Bara. Bahagia, akhirnya diakui sebagai seorang ayah. "Setelah hari ini Apa akan memperhatikan kalian. Maaf selama ini telah meninggalkan kalian," ucap Bara menatap Dila. Ia mengatakan 'meninggalkan kalian' hanya untuk menyindir Dila.
Dila buang muka ketika Bara menatapnya dengan sorot mata yang tajam. Dila tak tahu harus bersikap bagaimana pada Bara. Jujur hatinya masih dimiliki pria itu namun gengsi mengakuinya. Sadar jika Bara sudah milik orang lain. Mereka sudah tak memiliki kesempatan untuk bersama. Ada hambatan terbesar dalam hubungan mereka.
"Aku ingin bicara denganmu," ucap Bara dingin menatap Dila.
Keduanya berada di ruang kerja Bara. Hanya ada mereka berdua disana. Bara menitipkan triplets pada Rere. Ia ingin membuat perhitungan pada Dila karena telah membohonginya.
"Apa yang ingin kamu bicarakan?" Dila buka suara karena sedari tadi mereka tidak bicara. Hanya duduk dan diam.
"Aku butuh penjelasan kamu," balas Bara dingin.
Dila bergidik ngeri melihat sikap pria itu. Tak pernah menyangka jika mereka akan berada dalam kondisi ini. Canggung dan asing.
"Bicaralah Dila!"
"Apa yang harus aku katakan?"
"Setelah kamu membohongi aku lalu bertanya, apa yang harus aku katakan? Naif sekali kamu. Setelah apa yang terjadi dengan kita berdua kamu masih saja berbohong. Selama kita terdampar kenapa kamu tidak bicara jujur padaku?" Bara mendekati Dila dan memegang kedua lengannya. Matanya tajam bak elang melihat mangsa.
Dila tak berani menatap mata Bara. Ada kemarahan dan kekecewaan disana. Dila memang salah karena tidak mau berkata jujur meski mereka berdua terdampar di sebuah pulau akibat terjangan tsunami.
"Percuma aku jujur toh pada kenyataannya kita sudah memiliki kehidupan masing-masing," ucap Dila tanpa rasa bersalah.
"Kehidupan masing-masing katamu? Kamu tidak pernah memikirkanku. Pikirkan perasaanku yang selama ini tidak tahu siapa anak-anakku. Meski Dino sudah memberikan figur ayah pada mereka, tapi aku tetap ayah mereka. Aku yang seharusnya menjadi figur untuk mereka bukan Dino. Tega sekali kamu mengatakannya. Dendam apa yang kamu punya hingga tega melalukan semua ini padaku?"
Dila meneteskan air mata. Ucapan Bara tepat mengenai ulu hatinya. Terasa sakit dan perih.
"Bicara Dila bukan menangis! Meski kamu menangis tidak akan menghilangkan kemarahanku padaku. Andai aku tidak hilang ingatan mungkin ceritanya akan berbeda. Pasti aku mengenali kamu dan anak-anak. Aku butuh penjelasan kamu!"
"Penjelasan apa?"
"Kenapa kamu meninggalkan aku."
"Aku tidak ingin menjadi istrimu lagi," ucap Dila sekenanya. Tidak mungkin mengatakan alasan yang sebenarnya. Dila tak mau berkata jujur karena tidak ingin menyakiti perasaan Bara lalu memperburuk kesehatan pria itu. Biarlah menyalahkan diri sendiri asal Bara tetap sehat.
"Pasti kamu punya alasan kenapa tidak ingin menjadi istriku lagi."
Dila memperhatikan Bara beberapa saat. Menarik napas pelan-pelan. Ia pejamkan mata lalu menyeka air mata yang jatuh tanpa ia sadari. Darimana ia mulai bercerita? Dila bingung. Ia tak mau mengganggu rumah tangga Bara yang sekarang. Meski Rere memberikan peluang bersedia dimadu namun Dila tidak mau. Ia mau menjadi nyonya satu-satunya bagi Aldebaran. Tidak mau berbagi suami dengan wanita lain. Terserah jika orang mengatakannya egois. Bagaimana pun tak ada yang bisa membagi hati suaminya dengan wanita lain. Meski poligami diperbolehkan dalam agama namun tak mudah untuk menjalaninya. Pasti istri pertama akan merasa tersakiti dengan hadirnya wanita lain.
"Tentu saja aku punya." Dila bicara setelah hening beberapa saat.
Bara turunkan volume suaranya. Memberikan waktu Dila untuk bicara dan mengatakan semuanya. Ia ingin mendengar kebohongan apalagi yang akan dikatakan istrinya itu.
"Masa lalumu membuat aku tidak bisa menjadi istrimu lagi," ucap Dila dingin. Terpaksa ia menyakiti hati Bara agar pria itu membencinya dan menjauhinya.
"Masa lalu yang seperti apa?" Bara menantang Dila. Memberikan senyum misterius yang membuat Dila bergidik.
"Pasti kamu tahu."
"Jika aku ingat semuanya tak perlu aku bertanya padamu. Ayo bicara. Jujurlah padaku."
"Apa Rere tidak pernah ceritakan masa lalu kami?"
"Rere hanya mengatakan jika kita masih suami istri secara hukum." Bara mendekati Dila. Ia rangkul pinggang Dila lalu memberikan ciuman panas sebagai hukuman. Hukuman karena telah meninggalkan dan membohonginya.