Jodoh Tak Pernah Salah

113. BERSAMA ANAK-ANAK



113. BERSAMA ANAK-ANAK

Bara duduk memangku Salsa. Ia cium rambut gadis kecilnya. Wangi strawberry menyeruak. Bara cium dengan penuh kerinduan. Jawaban atas pertanyaannya selama ini. Kenapa ia mengalami mual dan muntah beberapa tahun belakangan ini. Tidak bisa mencium bau ikan dan ayam selama sembilan bulan.     

Mimpinya memiliki banyak anak telah terwujud. Dia mempunyai dua orang anak laki-laki dan satu orang anak perempuan. Kelak jika mereka sudah menikah lagi, Bara ingin punya banyak anak. Pria itu ingin Dila melahirkan tiga atau empat anak lagi untuknya. Bara tersipu malu membayangkan.     

"Bagaimana menurut kalian Apa berlakon?" Bara menanyai ketiga anaknya. Hanya Salsa yang sudah lengket. Shaka dan Shakel masih menganggapnya musuh. "Sudah bisa berlakon di TV?"     

"Hai orang besar. Jika memang Apa kami kenapa Ama tak cakap sama kami?" Shaka berpangku tangan menatap tajam sang ayah.     

Bara tersenyum kecut, ternyata Shaka tidak gampang dirayu seperti Salsa. Masih dendam dengan kejadian di Pangkor Laut Resort.     

"Ama juga sedang berlakon. Ama ingin tahu apakah kalian kenal Apa. Harusnya kalian kenal Apa karena wajah Apa mirip Salsa." Bara menyandingkan wajahnya dan Salsa.     

Shaka dan Shakel memperhatikan wajah Bara dan Salsa. Memang mereka sangat mirip. Mata, raut wajah dan bibir. Salsa persis Bara tapi dalam versi cewek.     

"Kalian lihat? Apa dan Salsa mirip bukan?" Bara menoleh pada Shaka dan Shakel.     

"Tapi kami tetap tak percaya. Jika Ama berkata baru kami percaya," balas Shakel menohok.     

Rere tertawa terbahak-bahak karena Bara kehilangan akal menaklukkan anak-anaknya.     

Bara menatap Rere meminta bantuan. Rere pun mengambil ponsel lalu melakukan panggilan video call pada Dila.     

"Ada apa?" Tanya Dila dengan wajah ketus. Rere hanya tersenyum menanggapi Dila. Ia paham kenapa Dila bersikap seperti itu. Hanya tersenyum namun membuat Dila bergidik.     

"Kak anak-anak bersamaku dan bang Bara."     

"Apa kamu bilang?" Tubuh Dila bergetar. Tiba-tiba wajahnya pucat.     

"Ada yang salah kak?" Tanya Rere menohok.     

Tentu saja tidak salah jika Bara bersama anak-anak namun ada kekhawatiran mendera Dila.     

"Jika kakak diam berarti tidak salah bukan?"     

"Apa mau kalian?" Dila tak bisa menahan emosinya. Kelemahannya adalah anak-anak. Tidak ingin orang lain menyakiti ketiga anaknya. Meski Bara ayah kandung dari ketiga anaknya, namun selama ini anak-anak tidak tahu jika Bara ayah mereka. Dila tak pernah menceritakannya. Yang anak-anak tahu, ayah mereka adalah Baba alias Dino.     

"Aku mau kakak mengatakan pada triplets jika abang Bara adalah Apa mereka bukan Dino. Sudah saatnya abang Bara dekat dengan anak-anak. Meski hilang ingatan suamiku harus tetap dekat dengan anak-anak. Aku tak mau ketika triplets dewasa malah membenci ayahnya karena tidak mengurus mengurus mereka. Hanya itu yang aku minta kak. Jangan egois. Triplets tidak hanya anakmu, tapi anak bang Bara."     

Napas Dila naik turun. Sungguh berat mengatakan pada triplets jika ayah mereka Bara bukan Dino. Memang Dila sudah berencana mengatakannya pada mereka, namun bukan sekarang. Harus mencari waktu yang tepat, apalagi triplets masih kecil dan belum begitu paham.     

"Kenapa diam kak?"     

"Dimana anak-anakku?"     

"Di penthouse bang Bara. Alamatnya….." Rere menyebutkan alamat penthouse.     

Dila mematikan panggilan video call sepihak. Ia pergi ke penthouse Bara.     

"Dila mahu kemana?" Tanya Lala ketika Dila melintas di depannya. Lala sedang membuat sulaman dari benang wol. Wanita itu mengisi waktu dengan menyulam. Membuat jacket hingga alas meja.     

"Mau ke penthouse Bara."     

"Kalian sudah baikan?"     

"Bukan itu Ante."     

"Lalu?"     

"Istri Bara membawa triplets ke tempat mereka. Aku yakin Dino biang keladinya. Dia yang memberikan akses pada Rere hingga bisa menjemput anak-anak di sekolah."     

"Dino?" Kening Lala berkerut.     

"Sepertinya begitu Ante. Maafkan aku harus pergi dulu." Dila pergi dari hadapan Lala.     

Dila memencet bel penthouse Bara. Ia sudah tak sabar bertemu dengan anak-anak dan membawa mereka pulang.     

"Akhirnya kakak datang juga." Rere tersenyum menyambut kedatangan Dila.     

"Mana anak-anakku?" Tanya Dila melewati Rere. Ia masuk ke dalam tanpa menghiraukan Rere.     

"Kak santai. Tidak usah ketakutan begitu." Sarkas Rere mentertawai kepanikan Dila. "Anak-anak aman bersama kami. Mereka tidak terluka sedikit pun."     

"Bagaimana aku bisa santai?" Dila menatap Rere tajam. Ada rasa ketidakpercayaan pada Rere. Takut wanita itu membawa lari ketiga anaknya.     

"Aku tidak akan membawa kabur anak-anak." Rere membaca pikiran Dila. Ia bersandar di dinding sambil berpangku tangan melihat Dila.     

"Dimana mereka?"     

"Mereka ada di dalam bersama bang Bara."     

"Dalam mana?"     

"Masuk saja ke dalam." Rere menunjuk keberadaan triplets. Mereka berada di ruang keluarga.     

Dila mencari keberadaan triplets. Ia melihat tiga orang pengawal berdiri berjaga-jaga. Tubuh Dila begitu gemetar melihat ketiga pria kekar nan jangkung itu. Jantungnya berdetak dengan cepat. Kenapa Bara harus dijaga ketiga pengawal? Apa ini bagian rencana Bara? Dila melihat Bara duduk memangku Salsa. Mereka itu sedang bermain ular tangga. Shaka dan Shakel memperhatikannya. Kedua bocah itu ingin ikut bermain namun mereka gengsi. Hanya Salsa yang percaya jika Bara ayah kandungnya.     

"Ama," pekik Shakel melihat kedatangan Dila. Shaka ikut berteriak memanggil DIla. Kedua bocah itu berlari memeluk Dila.     

"Akhirnya Ama datang. Orang besar itu membawa kami kesini. Orang besar itu berkata jika dia Apa kami." Shaka memberi laporan pada Dila.     

Bara tahu kedatangan Dila namun pura-pura tidak melihat. Biasa berakting menjadi pria dingin seperti kulkas.     

Dila merunduk menyamakan tingginya dengan Shaka dan Shakel. Ia mengelus pipi keduanya bergantian. Ia melihat sorot kebencian di mata Shaka untuk Bara. Dilema ia rasakan. Jika tidak mengatakan yang sebenarnya takut anak-anak membenci ayah kandung mereka. Jika berkata jujur maka Dila harus siap membagi anak-anak dengan Bara.     

"Ama katakan jika orang besar itu berbohong." Shaka mendesak Dila bicara.     

Rere melirik Dila, meminta wanita itu bicara. Meski gugup dan takut Dila memberanikan diri untuk bicara.     

"Orang besar itu memang Apa kalian," ucap Dila perlahan-lahan. Meski berat ia harus berkata jujur.     

"Really Ama?" Mata Shaka dan Shakel mengerjap dan tidak percaya.     

"Selama ini Apa berada di luar negeri. Apa mencari uang untuk kalian."     

"Kenapa Ama tidak cerita?" Shakel masih sulit mempercayai ucapan ibunya.     

"Ama tidak mau kalian merindu sama Apa. Apa pergi dalam jangka waktu yang lama. Baba selama ini jadi Apa kalian agar kalian tidak kehilangan sosok ayah." Dila memberi pengertian, Ia mengelus rambut kedua anaknya.     

"Jika orang besar itu ayah kami kenapa Ama dan Apa seperti musuh ketika di Vila?" Shakel masih sulit percaya. Vila maksud Shakel adalah Pangkor Laut Resort.     

Dila tepuk jidat. Ternyata tidak mudah memberi tahu anak-anak tentang Apa mereka. Shaka dan Shakel sangat kritis dan sulit percaya pada orang lain.     

"Sudah aunty cakap tadi. Ama dan Apa berakting menguji kalian apakah kenal dengan Apa atau tidak." Rere ikut bicara. Menurutnya Dila terlalu bertele-tele.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.