Jodoh Tak Pernah Salah

104. MAAFKAN AKU



104. MAAFKAN AKU

Rere mengemasi pakaiannya yang tergeletak tak berdaya di lantai. Gadis menutupi tubuhnya dengan selimut tipis. Jalannya tertatih karena dibawah sana masih sakit. Rere bahkan sampai meringis, namun ia tahan. Berjalan menuju kamar mandi. Rere memakai pakaiannya. Hanya sebentar di kamar mandi, ia segera keluar. Tanpa permisi dan menatap wajah Mr X, ia pergi.     

"Tunggu." Mr X menahan Rere.     

"Ada apa?" Rere berusaha tegar. Menahan air mata agar tidak tumpah. Benar-benar apes. Niat hati ingin menolong sang CEO namun malah mengalami nasib sial. Keperawanan dirampas dengan pria yang bukan suaminya. Setelah mahkotanya terampas sang pria malah menuduhnya yang tidak-tidak. Ia dituduh dengan keji.     

Rere merutuki kebodohannya. Andai saja ia tidak menolong Mr X mungkin nasib buruk ini akan menimpanya. Bagaimana dengan kekasihnya jika tahu? Rere merasa sesak teramat sesak.     

"Kamu orang Indonesia?"     

"Apa pedulimu?" Lirih Rere menatap nanar.     

"Tentu aku peduli. Aku telah merampas mahkotamu. Maafkan ucapanku tadi. Aku tidak bermaksud untuk melukai perasaan kamu. Ucapan itu spontan aku katakan karena takut kau menjebakku."     

"Menjebakmu?" Rere tersenyum ironi. "Apa untungnya aku menjebakmu? Jika kau pikir demi harta, mohon maaf, aku tidak sombong. Dari lahir aku sudah kaya. Aku hanya sial karena menolongmu."     

"Sial? Menolongku? Tolong jelaskan padaku." Mr X bangkit dari tempat duduknya. Pria itu memegang kedua lengan Rere. "Katakan dengan jelas! Apa yang sebenarnya terjadi? Kamu siapa?" Rasa bersalah menyelimuti Mr X. Ia telah merenggut sesuatu yang tak pantas ia ambil. Sosok itu masih suci kala ia merenggutnya. Ia mengkhianati ikatan suci pernikahan. Minuman sialan itu membuatnya hilang akal. Rasa curiga menghantui Mr X karena ia pria yang kuat minum. Meski minum banyak tidak akan membuatnya lepas kendali seperti semalam. Ia kalap menerjang gadis itu bak singa yang kelaparan.     

Rere hanya menangis pilu. Tak sanggup untuk berkata-kata. Sakit di inti tubuhnya belum seberapa dengan sakit yang dirasakan hatinya. Dituduh menjebak pria kaya. Rere tidak serendah itu. Jika menjebak pria kaya, sedari kecil ia telah kaya. Harta warisan sang ayah sanggup menghidupi tujuh keturunannya. Napas Rere tak beraturan. Ia mencoba menetralkan gejolak dalam hatinya. Perlahan napasnya yang terengah kembali normal.     

"Maafkan. Siapa namamu?"     

"A-aku Rere," cebik Rere menahan tangis.     

Mr X merasa semakin bersalah. Melihat tangis gadis itu membuatnya tertohok. Bodoh…..bodoh….bodoh…Mr X merutuki dirinya sendiri. Tak ada kebohongan dalam mata gadis itu. Ia sangat polos, mustahil sama dengan wanita nakal diluar sana.     

"Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kita berakhir seperti ini?" Mr X menatap Rere dengan mata berembun. Belum selesai satu masalah, malah menambah masalah baru.     

"Sebenarnya." Suara Rere terdengar lemah. Ia tak punya semangat hidup.     

"Sebenarnya apa? Katakan padaku. Tidak mungkin kita berdua berakhir disini jika tidak ada sesuatu."     

"Aku mahasiswa magang di kantor Tuan." Rere menguatkan hati untuk bicara. "Semalam aku dugem bersama teman-teman kampusku. Aku mengenal Tuan sebagai CEO tempatku magang. Malam itu aku mendengarkan seorang pria meminta bartender untuk memasukkan afrodisiak ke dalam minuman Tuan. Mereka akan menjebak Tuan lalu memanggil wanita bayaran untuk menyempurnakan skenario mereka. Aku tidak mau Tuan masuk jebakan, aku menolong Tuan. Sialnya, aku meminum wine yang telah dicampur afrodisiak, lalu Tuan menghabiskan sisa minuman itu. Aku membawa Tuan kabur kesini untuk menghindari incaran musuh."     

Mr X menjambak rambutnya kasar. Masih bingung siapa orang yang akan melakukan hal keji itu padanya. Tidak cukupkah penderitaan yang ia alaminya sekarang? Kenapa ujian bertubi-tubi menimpanya? Mr X yakin jika Rere tidak berbohong.     

"Darah di ranjang buktinya jika saya telah merampas mahkota kamu. Dengan apa saya menebus kesalahan padamu? Saya tidak berniat mengambil kesempatan. Saya pun tak pantas meninggalkan kamu tanpa bertanggung jawab." Mr X tertunduk lesu. Membayangkan kejadian semalam membuatnya nyaris gila.     

"Aku tidak ingin anda menikahiku karena kejadian semalam. Jangan lakukan padaku. Anggap saja ini kesialanku. Niat hati ingin menolong malah aku sendiri yang masuk perangkap."     

Jawaban tenang namun menyisakan getar di suara membuat kening Mr X berkerut. "Maafkan aku."     

"Maaf aku harus pergi." Rere tak mau berlama-lama bicara dengan Mr X yang hanya menggunakan celana pendek dengan dada terbuka.     

"Tidak boleh. Selesaikan dulu urusan kita. Aku sudah menodai kamu."     

"Lupakan saja Tuan. Aku yang salah karena bodoh. Kenapa minum wine yang sudah dicampur afrosidiak. Tidak baik kita lama-lama berduaan. Bersyukurlah Tuan tidak masuk perangkap. Aku tidak bisa bayangkan betapa hancurnya Tuan jika mereka mendapatkan apa yang mereka mau."     

Jawaban lantang Rere malah membuat Mr X mendengus tak senang. Rasa aneh menyergap hatinya. "Jika kamu hamil anakku bagaimana?"     

"Tidak mungkin aku hamil."     

"Kenapa begitu?"     

"Hormonku tak stabil. Aku bahkan baru menstruasi di umur delapan belas tahun. Itu setelah disuntik hormon oleh dokter. Kecil kemungkinan aku bisa hamil." Rere menolak mentah-mentah pertanggungjawaban Mr X. "Kita hanya sekali melakukannya mustahil aku akan hamil."     

"Kita tidak tahu kalo takdir."     

"Kita terlalu banyak bicara Tuan. Aku harus pergi." Rere menyudahi pembicaraan tidak mau melanjutkannya.     

"Divisi apa kamu magang?"     

"Keuangan."     

"Hubungi aku jika kamu hamil. Jangan biarkan aku menjadi lelaki brengsek yang tak bertanggung jawab atas kesalahanku."     

"Tenang saja. Aku tidak akan hamil. Aku tidak akan menghubungi anda." Rere meninggalkan Mr X begitu saja.     

Rere menatap nanar ke arah pintu. Jalannya masih tertatih karena inti tubuhnya sakit. Badan Rere remuk dan tak bertenaga. Ia menghubungi Tia meminta jemput. Pada Tia, Rere menumpahkan semua isi hatinya. Menceritakan apa yang telah terjadi semalam. Semenjak hari itu Rere memutuskan tidak lagi magang, menggunakan koneksi orang tuanya. Ia meminta pindah tempat magang.     

"Jika lo hamil anak dia gimana Re?"     

"Jangan bahas itu Tia. Gue enggak mau dengar." Rere menutup kedua telinganya. Ia menangis pilu di dalam pelukan Tia. "Gue sudah tidak suci. Gue kotor Tia. Gimana jika Angga tahu jika gue telah tidur dengan lelaki lain?" Napas Rere terasa sesak. Dadanya naik turun. Deru napasnya tak beraturan. Entah kenapa niat baiknya malah berujung petaka. Ia malah terjebak bersama Mr X. Mereka malah menghabiskan malam bersama. Memadu cinta yang tak pernah usai dan tak pernah berujung.     

"Gue takut Angga kecewa sama." Rere menangis terisak-isak. Mata dan hidungnya memerah karena menangis.     

"Jangan pikirkan Angga. Tenangkan dulu diri lo Rere. Lo terguncang dengan peristiwa malam itu. Tenang ya Rere." Tia memeluk Rere erat, seolah tak mau melepaskan. Ketika bersama Tia, orang-orang yang berusaha membunuh Gesa mengejarnya. Kedua berlari terengah-engah. Rere menjadi kuat meski bagian bawah tubuhnya masih sakit dan ngilu. Ia tak boleh tertangkap. Dua kali kesialan Rere karena menolong orang. Pertama ia diburu pembunuh karena menyelamatkan Gesa, kedua ia malah melakukan cinta satu malam padahal niatnya menyelamatkan Mr X dari jebakan musuhnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.