Jodoh Tak Pernah Salah

106. MENDATANGI DILA ( 1 )



106. MENDATANGI DILA ( 1 )

Sesuai perintah Bara, Rere menjalankan aksinya sebagai istri pura-pura sang kakak. Rere meminta bantuan Gesa untuk mencari tahu dimana alamat rumah Dila di Kuala Lumpur. Gesa begitu cekatan mencari tahu karena Rere mengatakan misi ini penting. Rere juga sudah cerita pada Gesa perihal Bara dan Dila. Gesa membalas budi Bara dan Rere yang telah menolongnya selama pelarian dari pembunuh Ananya.     

"Semoga lo berhasil Re," ucap Gesa di atas mobil. Gesa tidak ikut masuk ke dalam rumah. Ia hanya menungggu di dalam mobil. Rere parkir di seberang jalan rumah Dila.     

Rumah dengan gaya Skandinavia berdiri kokoh di depan matanya. Rumah yang memiliki tampilan estetik dan artistik begitu memanjakan mata. Menawarkan kesederhanaan yang berpadu dengan penampilan modern dan minimalis. Rere memencet bel rumah. Gesa melihatnya dari dalam mobil. Betapa terkejutnya Gesa hingga ia berteriak lantang. Ternyata Dino yang membukakan pintu.     

"Bang Dino," cebik Gesa dengan mulut menganga. Dunia ini ternyata sempit. Ternyata Dino tinggal satu atap dengan Dila. "Jadi bang Dino sepupu dari istri bang Bara?" Gesa mengerjapkan mata, tak percaya dengan apa yang ia lihat. "Ini kesempatanku untuk bicara dengan bang Dino masalah kematian kak Ananya. Apa ini waktu yang tepat?"     

Jantung Gesa berdetak lebih cepat. Getaran terasa di hatinya. Teringat kata-kata Ananya sebelum perempuan itu meninggal.     

"Jaga anak dan suamiku."     

Air mata Gesa tumpah tanpa disadari. Kilatan bayangan masa lalu berputar dalam otaknya. Bagaimana paniknya mereka berdua ketika mobil yang dikendarai Ananya mengalami rem blong. Seharusnya Gesa yang mengemudi, namun entah kenapa malam itu Ananya bersikeras membawa mobil.     

"Kak, apa aku bisa menjalankan amanat kamu? Aku tidak bisa menjaga bang Dino dan Hanin. Aku kembali kak, tapi aku kembali untuk mengungkap kebenaran. Sudah terlalu aku bersembunyi. Aku harus berani untuk bicara di depan publik jika kamu meninggal karena di bunuh bukan karena mabuk. Aku tidak rela mereka menghujatmu. Kamu orang baik kak. Tidak hanya baik sebagai majikanku, tapi juga baik sebagai kakak. Kamu anggap aku sebagai adikmu. Kamu perlakukan aku dengan baik. Kak, meski nyawa taruhannya. Kebenaran harus di tegakkan. Aku harus membersihkan nama baik kamu, tapi aku bingung. Bagaimana caranya?" Gesa masih menatap Rere dan Dino yang tengah berbincang.     

"Cari siapa ya?" Dino bertanya pada Rere. Merasa pernah bertemu dengan Rere sebelumnya. Dino berusaha mengingatnya. Dino mengerjapkan matanya. "Bukannya anda istrinya Bara?"     

"Benar," jawab Rere terkekeh. Ia tertawa nyengir ada yang percaya jika ia istri Aldebaran.     

"Ada apa datang kesini?"     

"Aku mau bertemu dengan kak Dila bisa?"     

"Ada apa ya?"     

"Bapak suaminya kak Dila?"     

"Tidak. Saya sepupunya."     

"Apa boleh bertemu dengan kak Dila?" Rere bertanya sekali lagi. Rere agak kesal sebenarnya karena Dino tak mengijinkannya masuk, namun gadis itu berusaha sabar. Menjalankan misi ini butuh kesabaran.     

"Apa alasan anda."     

"Panggil saja Rere. R-E-R-E."     

"Kamu sepertinya lebih muda dari saya. Berarti saya panggil Rere saja."     

"Itu lebih baik." Potong Rere cepat.     

"Rere. Dila sedang sibuk mengurus anak-anak. Jika ingin bertemu dengan Dila jangan di pagi hari. Datang siang hari ketika anak-anak pergi sekolah." Dino mengulas senyum, menutup pintu pagar namun kaki Rere sudah dulu menghalangi.     

Rere memaksakan senyum, lalu tertawa. "Saya tidak akan pergi sebelum bertemu kak Dila."     

"Baba bukankah kita berangkat ke sekolah?" Hanin menghampiri Dino.     

Rere menatap Hanin dari atas sampai bawah. Anak itu sangat cantik dalam balutan seragam sekolah. Hanin sangat cantik dengan rambut di kuncir kuda.     

"Iya nak. Sebentar ya nak." Dino mengelus pipi Hanin lalu menciumnya.     

"Cantik sekali anaknya," puji Rere.     

"Kenapa kamu tahu ini anakku?" Dino menatap Rere tidak suka.     

"Wajahnya mirip."     

"Oooooo." Dino manggut-manggut.     

"Siapa aunty ini Baba?" Hanin menatap Rere yang tengah senyum padanya.     

"D-dia."     

"Aunty temannya mama Dila."     

"Teman Ama. Wait. I panggil Ama." Hanin pergi meninggalkan Dino dan Rere begitu saja.     

Dino berkacak pinggang. Memandang Rere dengan tampang judes.     

"Kenapa bersikeras bertemu dengan Dila? Jangan bilang kamu ingin menyakiti Dila?"     

"Anda baru pertama kali bertemu denganku tapi sudah tak suka denganku." Rere berterus terang. Ia mengerucutkan bibirnya. Dino sangat menyebalkan.     

"Ini pertemuan kedua kita. Aku melihat kamu di rumah sakit."     

"Maaf tidak lihat. Aku tidak akan melihat pria selain suamiku." Sarkas Rere melepaskan kacamata hitamnya.     

"Jadi mau pamer sama Dila. Hai Dila, saya Rere istri baru Bara." Dino melambaikan tangan memperodikan gaya cewek ketika pamer.     

Rere mencibirkan bibirnya, kesal sebenarnya namun tak mau menunjukkannya.     

[ Sabar Re. Demi misi lo harus tahan. Enggak boleh gagal. Lo lakuin ini demi abang Bara. Lo sudah berjanji untuk mempersatukan abang Bara dan kak Dila ]     

"Kebanyakan makan micin deh bang. Aku tidak seperti itu. Jangan berpikiran jelek tentang orang."     

"Kamu menasehati saya di rumah saya sendiri?"     

"Apa salahnya? Kalo anda salah wajar dong saya mengingatkan." Rere membuang muka. Menatap Gesa dari jauh.     

"Salah. Pagi-pagi bertamu ke rumah orang."     

"Lebih salah lagi tidak memuliakan tamu yang datang. Bukankah Rasulullah mengajarkan kita untuk memuliakan tamu. Sebagai tamu saya sudah bersikap sopan dan menjaga adab."     

"Anda sedang memberikan materi kuliah pada saya?"     

"Anggap saja seperti itu."     

"Aunty, Ama meminta Hanin untuk mengantar Aunty." Hanin menarik tangan Rere.     

Rere menjulurkan lidahnya mencibir Dino. "Kak Dila tahu bagaimana memuliakan tamu. Kalo ada yang bertamu bukan diajak ngobrol di depan pagar, tapi di ajak bicara dalam rumah dan suguhkan minum." Rere kembali menyindir Dino.     

Rere mengikuti Hanin. Rere kagum dengan interior rumah Dino. Sederhana namun mewah.     

Rere tersenyum manis menatap Dila yang menunggunya di ruang tamu. Disana sudah ada triplets.     

"Salim sama aunty!" Dila memerintahkan ketiga anaknya bersalaman dengan Rere.     

Ketiganya mendatangi Rere dan menjabat tangan wanita itu.     

"Aduh cantik sekali. Siapa namamu nak?" Tanya Rere ketika Salsa bersalaman dengannya.     

"Salsabila Abadi Mecca. Call me Salsa."     

"Nama yang indah."     

"Cowok ganteng berdua ini siapa namanya?" Tanya Rere ketika Shaka dan Shakel bersalaman denganya.     

"Shakel."     

"Shaka."     

"Duh ganteng sekali kalian. Gantengnya kebangetan." Rere merunduk, menyentuh dagu Shaka dan Shakel. "Jika sudah besar banyak cewek yang klepek-klepek ini."     

"Adik-adik mari pergi sekolah," ajak Hanin pada triplets.     

"Ama ada tamu ya nak. Pergi sama uni Hanin ke depan ya. Baba sudah menunggu kalian." Dila menyentuh kepala ketiga anaknya bergantian.     

"Baik Ama," kata ketiganya kompak.     

Hanin dan triplets pergi meninggalkan Dila dan Rere.     

"Love you Ama," ucap mereka menunjukkan jempol dan telunjuk mereka ( emot cinta ala orang Korea )     

"Love you to." Dila membalas ucapan cinta dari anak-anak, lalu ia melambaikan tangan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.