97. BANTU AKU RERE
97. BANTU AKU RERE
"Ketahuan ya mesum gue?" Bara merangkul bahu Rere bak seorang teman.
"Sangat jelas, lalu apa rencana lo?" Rere duduk di sofa. Mengambil air mineral. Perjalanan jauh membuatnya capek dan haus. "Capek juga dalam mobil." Rere meregangkan tubuhnya.
"Kamu datang sama siapa?"
"Gesa, Tia dan Daniel."
"Dimana mereka?"
"Mereka sedang mengurus sesuatu."
"Apa itu?" Bara penasaran namun Rere tak jua menjawab. Ketiganya sedang mengurus Angga yang terus mengikutinya bak seorang penguntit. Tak menyangka jika lelaki itu sangat bucin sehingga mengejarnya sampai ke kota kecil Ipoh.
"Kita harus pergi dari sini. Aku sudah tak apa-apa."
"Aku memang jemput abang."
"Terima kasih adikku. Bantu aku merebut kembali istriku. Aku harus memberikan Dila hukuman karena seenaknya meninggalkanku."
"Menghukum apa?" Rere mengerjap mengartikan lain 'hukuman' versi Bara.
"Jangan bilang ke Dian, papa atau Zico jika aku sudah ditemukan."
"Kenapa?" Rere kebingungan dengan rencana Bara.
Bara meminta Rere mendekat padanya, lalu membisikkan sesuatu.
"Gila lo bang." Rere malah tertawa lucu mendengar ide gila Bara.
"Baru tahu jika gue gila? Salahkan saja Dila kenapa kabur saja dari gue. Bawa anak-anak lagi. Kalo bukan karena gue anak-anak itu tidak akan lahir ke dunia ini."
"Kalo enggak ada kak Dila, siapa yang bisa besarkan mereka bertiga? Lo enggak bakal bisa urus mereka bang."
Bara hanya tersenyum lucu menatap adiknya. Tak menyangka Rere tahu kebohongannya. Rere peka dengan keadaan. Aktingnya sangat bagus sebagai istri. Jika ada ajang penghargaan maka piala Oscar layak diberikan pada Rere.
"Jangan bilang selama kalian terdampar di pulau, abang modus ke kak Dila."
"Ya modus. Rugi dong gue, berduaan enggak modus."
"Lo unboxing kak Dila?"
"Maunya gue." Bara tertawa cekikikan. "Cuma kissing doang."
"Mesum lo bang."
"Lo harus bantu gue merencanakan semuanya. Kita harus bawa salah satu dari si kembar agar Dila menyusul kita ke Jakarta."
Rere mengacungkan jempol pada sang kakak, ikut bahagia. Akhirnya ingatan Bara sudah pulih.
"Aku akan beri Dila pelajaran yang berharga. Seenaknya saja Dila kabur karena takut aku masuk penjara. Dia termakan ancaman papa Defri dan Iqbal. Hanya satu kali tepuk aku bisa menghancurkan mereka. Tak akan aku pandang jika mereka mertua dan kakak iparku. Berani mengusik keluargaku berarti harus siap mendapatkan pembalasanku." Bara mengepal tangannya kuat.
"Biasa saja gayanya bang. Jangan kayak mafia," cecar Rere mengacak-acak rambut Bara.
"Mafia dari Hongkong." Giliran Bara mengacak rambut Rere.
"Suamiku," sarkas Rere menggoda Bara.
"Akting yang bagus." Bara melipat tangan. "Bikin Dila panas dingin dengan kemesraan kita."
"Gilo lo bang. Enggak ngerti aku jalan pikiran abang. Sama istri sendiri masa gitu?"
"Gapapa. Asik bermain-main dengan Dila. Dia cantik jika marah." Bara tersenyum manis mengingat momen bersama Dila diawal pernikahan mereka.
"Bucin." Rere kembali menyindir Bara.
"Biarkan saja."
"Aku mau pulang dari rumah sakit. Pikirkan cara agar kita bisa membawa salah satu si kembar ke Jakarta." Bara memberi tugas negara pada Rere.
"Kok aku sih bang?" Rere merajuk manja.
"Jika bukan kamu siapa lagi?" Bara santai mengambil roti di atas meja lalu memakannya.
"Belikan aku baju Re. Masa aku pulang dengan pakaian rumah sakit. Sepuluh hari terdampar hanya pakai baju yang di badan. Gatal banget ini badan."
"Baiklah." Rere beringsut meninggalkan Bara.
"Time to play Dila sayang." Bara tersenyum pasca kepergiaan Rere.
Rere turun ke parkiran. Ia menghampiri Gesa yang stand by dalam mobil. Awalnya Gesa ikut, namun Tia memintanya untuk tinggal dan menunggu Rere.
Tia dan Daniel mengurus Angga agar tidak bertemu dengan Bara. Bisa kacau jika mereka bertemu. Angga akan membuat Bara murka. Tak bisa membayangkan betapa hancur dan remuknya Angga jika bertemu dengan Bara. Rere tak mau Angga mengusik hidupnya yang tenang bersama Leon. Rere sudah lega keluarganya tak lagi mempertanyakan dimana ayah kandung Leon.
"Kok lo sendiri? Mana abang lo?" Tanya Gesa ketika Rere ke dalam mobil.
"Masih di ruangannya. Dia minta dibelikan baju. Yuk pergi," ajak Rere pada Gesa. Gadis asal Penang itu segera membanting stir menuju jalanan kota Ipoh yang estetik.
"Gimana keadaan abang lo?" Gesa membuka percakapan.
"Baik. Alhamdulilah baik Gesa. Gue enggak bisa bayangkan jika bang Bara enggak selamat. Gue takut papa gue down."
"Kalian itu kayak saudara kandung yang lahir dari satu rahim. Saling melindungi satu sama lain. Bang Bara sayang banget sama lo. Lo juga gitu."
"Gue beruntung punya kakak tiri seperti bang Bara. Jika tidak ada dia, mungkin kami sudah menjadi gembel. Bunda mengusir gue ketika hamil Leon. Untung ada bang Bara sehingga gue bisa survive. Dia menggantikan peran ayah bagi Leon."
"Angga itu mantan pacar lo?" Gesa mulai kepo, mengorek informasi tentang Angga.
"Mantan gue waktu kuliah."
"Jangan bilang bapaknya Leon?" Gesa mengerem mendadak.
Tubuh Rere terhuyung ke depan. Kepalanya membentur dashboard. "Aduh sakit Gesa. Kenapa lo rem mendadak sih?" Gerutu Rere kesal.
"Lo jawab dulu pertanyaan gue. Angga bapaknya Leon?"
"Panjang ceritanya. Belum saatnya kita cerita."
Gesa memarkirkan mobil di depan pasar Ipoh. Rere masuk ke dalam salah satu toko pakaian. Ia membelikan Bara celana jeans, baju kaus dan juga dalaman. Tak butuh lama Rere selesai belanja. Mereka kembali ke rumah sakit. Rere menjinjing kantong belanjaan.
Rere terhenyak mendapati Bara sedang modus para Dila. Ia pura-pura kesakitan kala tangan Dila melihat luka di lengannya. Melihat kedatangan Rere, Bara berpura-pura bersikap canggung, bak suami yang kepergok istrinya selingkuh.
"Sayang udah balik?" Kekeh Bara melirik Rere. Mengedipkan matanya pada Rere.
Rere jengah menghadapi kelakuan konyol Bara. Ada-ada saja ulah Bara untuk mencari perhatian Dila.
"Ini pakaiannya sayang. Celana dalamnya juga udah aku beli." Rere memberikan kantong belanjaan pada Bara. Ia menekankan kata 'celana dalamnya juga udah aku beli'. Hanya memantik rasa cemburu Dila. Apakah perempuan itu akan marah, cemburu atau bersikap biasa.
"Sudah lama kak?" Sapa Rere ramah.
"Baru saja."
"Terima kasih telah menjaga suamiku." Rere kembali berakting seolah istri sah Bara.
"Tidak perlu mengucapkan terima kasih. Aku yang harus mengatakannya. Bara yang menyelamatkan aku ketika tsunami terjadi dan ketika ikan hiu akan memakanku.
[ Terang saja menyelamatkan kamu kak. Kamu belahan jiwa bang Bara ]
"Apa kakak hari ini pulang?" Rere mengulas senyum.
"Apa kamu mamanya Leon?"
[ Kepo juga nih kak Dila, fix kak Dila sedang cemburu. Ya ampun kak Dila sedang terbakar api cemburu. Dimatanya masih aku lihat cinta untuk bang Bara. Kenapa kalian tidak bersatu saja ]
***
Yang mau bergabung grup pembaca aku silakan WA di 081368349768. Dalam grup aku akan kasih spoiler buat pembaca. Terima kasih.
Silakan baca novel aku 'Doctor Couple : Pernikahan Sang Dokter Cinta. Ceritanya sudah tamat dan. tak kalah seru dengan Bara dan Dila