95. BARADILA DITEMUKAN
95. BARADILA DITEMUKAN
Ipoh ibu kota Negara Bagian Perak, merupakan kota terbesar ketiga di Malaysia. Lokasinya memakan waktu sekitar 3 jam perjalanan dengan menggunakan kereta api. Kereta berangkat dari KL Sentral Kuala Lumpur dan berhenti di Ipoh Railway Station. Orang lokal menyebutnya KTM Ipoh. Sebetulnya naik mobil juga bisa, tapi waktunya lebih lama.
Daya tarik Ipoh adalah kota tuanya. Begitu turun di stasiunnya, kita akan mendapatkan suasana yang vintage. Mulai bangunan hingga kendaraannya. Soal transportasi, tak perlu pusing. Sebab, akses untuk taksi online sangat mudah. Masalah komunikasi juga tidak begitu sulit karena penduduk lokal masih sering menggunakan bahasa Melayu. Cari penginapan di sana pun mudah. Harganya tak terlalu mahal jika dibandingkan dengan penginapan di Kuala Lumpur.
Ipoh juga terkenal karena tempatnya yang artsy banget. Hampir di setiap sudut jalan terdapat mural unik yang dibuat oleh seniman-seniman lokal.
Salah satu objek wisata terkenalnya adalah Concubine Lane. Nama tempat itu memang unik, Jalur Selir atau Lorong Selir. Nama tersebut didapat karena aktivitas zaman dulu yang terjadi di jalur itu. Konon, lorong tersebut dimiliki taipan yang menguasai pertambangan bijih timah pada waktu itu. Selain untuk perdagangan, tempat itu menjadi kawasan perempuan simpanan orang-orang kaya dari Tiongkok dan Inggris di Tanah Melayu.
Dino bertolak dari Kuala Lumpur menuju kota Ipoh. Setelah sholat subuh Dino berangkat ke kota Ipoh bersama asistennya. Bolak-balik dengan mobil lebih baik pagi karena malamnya bisa sampai ke KL lagi. Dino merasa lega karena Dila telah ditemukan.
Dino tak sabar untuk bertemu dengan Dila. Ia sudah mendapatkan informasi jika Dila dirawat di Pantai Hospital Ipoh. Dino merasa lega, akhirnya setelah hampir sepuluh hari menghilang akhirnya ditemukan. Tak ada yang lebih membahagiakan Dino selain ditemukannya Dila. Penyesalan terdalam Dino jika Dila ditemukan dalam keadaan meninggal dunia. Bagaimana nasib anak-anak? Triplets membutuhkan kasih sayang seorang ibu. Dino tak mau menyesal seumur hidup karena meninggalkan Dila seorang diri Pangkor Laut Resort.
Mobil yang dikendarai asisten memasuki pelataran parkir Pantai Hospital Ipoh. Dino gregetan tak sabar bertemu dengan Dila. Pria itu segera turun dari mobil lalu menuju meja informasi.
"I am family Fadila Elvarette. Dia korban tsunami yang ditemukan nelayan. Ada di bilik berapa?"
Petugas bagian informasi memberi tahu Dino dimana kamar perawatan Dila. Pria itu bergegas ke kamar perawatan Dila. Pria itu tersenyum manis. Tak sabar untuk bertemu, memeluk dan meminta maaf. Ia benar-benar khilaf telah meninggalkan Dila. Untung saja Tuhan masih memberikan Dila umur panjang sehingga ditemukan dalam keadaan hidup.
"Dila," pekik Dino membuka pintu kamar rawat inap. Wajah sumringahnya berganti mendung kala mendapati Dila sedang menyuapi Bara. Lengan pria itu di perban karena terluka. Tak bisa makan sendiri. Dila menyuapi Bara dengan romantis.
"Makan yang banyak Bar." Dila kembali menyendokkan makanan ke mulut Bara.
Bak anak kecil Bara membuka mulutnya. Sedikit bermain-main untuk membuat Dila kesal.
"Bar, makan yang bener. Jangan kayak Shaka atau Shakel. Kamu ini udah dewasa Bar."
"Anggap saja aku bayi besar," jawab Bara ngasal.
Dino tertegun melihat interaksi keduanya. Mata mereka saling pandang. Dino tahu diri, jika kebahagiaan Dila ada bersama Bara bukan dengannya. Pria itu masih mematung melihat interaksi keduanya. Masih terdiam membisu. Dino menjadi pengamat keduanya.
"Apa aku mengganggu kalian?" Tanya Dino mengalihkan perhatian keduanya.
"Dino?" Dila shock, meletakkan makanan Bara di atas meja dan menghampiri Dino.
"Dila akhirnya kamu ditemukan." Dino reflek memeluk Dila. Menangis haru. Tak bisa membayangkan jika Dila menjadi salah satu korban yang meninggal.
"Aku tak bisa maafkan diriku jika kamu kenapa-napa. Maafkan aku, saat itu aku emosi sehingga meninggalkan kamu."
"Sudahlah No. Tidak ada yang perlu dimaafkan. Aku baik-baik saja. Tidak kurang satu apa pun." Dila melepaskan pelukan Dino.
"Aku bingung mau menjelaskan pada anak-anak. Setiap hari mereka menanyakan kamu. Mogok enggak mau makan jika tak disuapi Ama. Aku lega Dila. Akan jadi penyesalan seumur hidupku jika kamu ditemukan dalam keadaan meninggal dunia." Tubuh Dino merosot berlutut di depan Dila.
"Apa yang kamu lakukan No?" Mata Dila membola menatap Dino. Ia merunduk membantu Dino bangkit. "Sudahlah No. Jangan lakukan ini. Aku baik-baik saja. Tidak ada kurang satu apa pun. Semuanya sudah berlalu. Aku mengerti bagaimana perasaan kamu."
"Kenapa kalian bisa bersama? Katakan padaku apa yang sebenarnya terjadi?"
"Aku menyelamatkan Dila ketika tsunami terjadi. Dila pingsan karena terkena reruntuhan bangunan." Bara buka suara. Ada rasa kesal ketika melihat Dino memeluk Dila. Entah kenapa rasa cemburu menghantuinya ketika melihat kebersamaan mereka.
"Apa yang terjadi pada Bara?" Dino menatap Dila meminta penjelasan.
"Lengannya digigit hiu ketika menyelamatkan aku. Dua kali dia menyelamatkan hidupku." Dila seakan memuji Bara di depan Dino.
"Terima kasih telah selamatkan ibu dari anak-anakku." Dino masih tak rela melepaskan Dila pada Bara. Tak rela melepaskan meski telah berjanji pada hati kecilnya untuk merelakan Dila. Sepupu yang malang. Nasib Dino seperti Kim Byeong In dalam drama Korea "Mr Queen".
"Ya sama-sama." Bara membuang muka. Entah kenapa jijik sekali melihat sikap Dino yang menunjukkan kepemilikan pada Dila.
"Darimana kamu tahu aku disini No?"
"Posko bencana alam menghubungiku. Bagaimana keadaan kamu Dila? Apa baik-baik saja." Dino melihat Dila dari ujung rambut hingga ujung kaki. Memastikan tak kekurangan satu apa pun.
"Ga suka, jijik. Gelay," sarkas Bara dengan suara pelan. Bara berniat menyindir Dino karena bersikap berlebihan.
"Lo ngomong apa sih?" Dino ketus melihat suami Dila. Andai saja Bara ingat semuanya mungkin pria itu yang akan mengusirnya dari kehidupan Dila.
"Enggak ada. Gue diam aja kok." Bara berkilah, mengalihkan pandangannya pada luka di lengannya.
"Gue enggak suka lo kayak gitu." Dino malah terpancing emosi.
"Dino please..." Dila mencekal tangan Dino agar tidak menghampiri Bara yang tengah duduk di ranjang. "Jangan buat keributan Dino. Lakukan demi aku." Dila memelas.
Dino terpaksa mengalah karena permintaan Dila. Andai saja Dila tak melarangnya mungkin bogem mentah sudah melayang di wajah Bara.
"Sial." Dino mengumpat pelan. Pria itu membuang napas kasar. Niatnya menjemput Dila malah menimbulkan kecemburuan dan kegelisahan dalam hatinya.
"Dino please….Kali ini saja. Jangan buat keributan." Dila bicara pelan memegang lengan Dino.
Bara semakin kesal dibuatnya. Kenapa Dila tidak tahu diri memamerkan kedekatannya dengan sang suami.
Bara menatap ke arah pintu. Ia berulang kali mengucek matanya, memastikan tidak salah lihat.
"Hai sayang," sapa Bara melambaikan tangan.