88. DILA NGAMBEK
88. DILA NGAMBEK
Dila berjalan menyisiri pantai lalu ia masuk ke dalam hutan. Ia ingin memanjat pohon kelapa agar bisa melihat keadaan sekitar.
"Mau kemana?" Bara bertanya. Wajah pria itu kecut kala Dila tak menggubris ucapannya. Dila bahkan pergi memasuki hutan.
Bara mengejar Dila takut perempuan itu kenapa-kenapa. Hutan sangat bahaya bagi wanita seperti Dila.
"Jangan lari Dil. Bahaya dalam hutan. Banyak binatang buas," pekik Bara mengejar Dila.
Dila tak menggubris ucapannya. Wanita itu terus saja masuk hutan tanpa memikirkan bahaya yang akan datang. Dila sangat terluka dengan ucapan Bara. Deraian air mata mengiringi langkah Dila.
Langkahnya terhenti kala melihat monyet hutan melihatnya dengan tatapan amarah. Monyet itu bersorak memanggil teman-temannya. Awalnya hanya satu monyet setelah itu muncul puluhan monyet lainnya. Dila mematung. Lututnya tiba-tiba lemas mendapati monyet-monyet itu akan menyerangnya.
Dila mundur ke belakang. Ia yakin tak akan sanggup melawan puluhan monyet itu. Yakin jika binatang itu tidak akan marah jika tidak di ganggu. Dila mengambil ranting kayu di tempatnya berdiri. Dila ingin mengusir monyet-monyet itu.
"Pergi. Jangan dekati aku. Aku tidak pernah menganggu kalian." Dila mengarahkan ranting kayu ketika salah satu monyet mendekatinya.
Bukannya takut para monyet malah semakin marah. Mereka menyerbu Dila, siap untuk mencakar. Perempuan itu menggigil ketakutan. Ia tak pernah menyangka akan berada di situasi seperti ini. Dila diserbu para monyet. Ia berlari masuk ke dalam hutan menghindari serbuan monyet-monyet itu.
Raja monyet melompat ke tubuh Dila bersiap untuk mencakar wajah ibu anak tiga itu. Dila menutupi wajahnya dengan kedua tangan.
"Tolong jangan sakiti aku," pinta Dila memelas. Setelah menunggu lama tak ada kejadian apa-apa. Dila membuka matanya. Ia melihat Bara memukul monyet-monyet dengan kayu. Monyet-monyet itu ketakutan dan pergi ke dalam hutan.
"Kamu tidak apa-apa." Bara memegang bahu Dila. Perempuan itu menggeleng.
"Aku takut," cebik Dila manja. Tanpa ia sadari lari ke pelukan Bara dan menyandarkan kepalanya. Ia merasa nyaman dan tenang.
"Cup….Cup...Jangan menangis." Bara membelai rambut Dila. Tangannya nakal menyentuh punggung Dila. Menenangkan wanita itu seperti anak kecil.
"Aku bukan anak kecil Bar," cicit Dila tak mau melepaskan pelukan Bara. Hangat dan nyaman. Pelukan yang ia rindukan selama beberapa tahun ini. Dila wanita yang sangat setia. Sekali jatuh cinta akan setia sampai mati. Meski hampir empat tahun tidak bersua rasa itu tidak pernah hilang malah semakin tumbuh subur.
Bara melepaskan pelukannnya. Menyentuh pipi Dila dan menghapus air matanya.
"Kira harus keluar dari sini. Bahaya dalam hutan. Banyak binatang buas." Bara menggenggam tangan Dila dan membawa pergi ke tepi pantai.
Dila pasrah kala Bara menggenggam tangannya. Menurut bak istri yang patuh pada sang suami.
Mereka tiba di tepi pantai. Bara membuat api unggun agar tidak gelap. Perut Dila keroncongan. Ia memegangi perutnya. Lapar ia rasakan. Saking laparnya Bara bisa mendengar suara perutnya yang keroncongan.
"Lapar ya Dil?" Bara terkekeh. Ia menyodorkan pisang dan aneka buah pada DIla untuk dimakan.
"Sudah tahu masih saja tanya," balas Dila ketus. Sudah tahu lapar masih saja mentertawakan. Benar-benar menyebalkan. Dila menggerutu.
[ Kamu menyebalkan sekali Bar. Andai saja kamu tidak hilang ingatan sudah aku hempaskan kamu ]
Dila tak mau menyentuh pisang yang disodorkan Bara. Ia masih marah karena pelecehan Bara secara verbal. Tiba-tiba Dila menangis tersedu-sedu. Ia ingat pada triplets. Bagaimana kabar ketiga anaknya? Apakah mereka tidak menangis bertemu dengannya?
"Kenapa kamu menangis?" Bara merasa bersalah.
"Bukan urusanmu," balas Dila galak membuat Bara semakin murung.
"Jawab aku Dila. Hanya ada kita berdua disini. Ceritakan apa yang kamu rasakan. Saat ini hanya aku yang jadi orang terdekat kamu. Kita terdampar di pulau tak berpenghuni ini."
"Aku tidak perlu cerita sama kamu. Mending aku tahan saja." Perut Dila semakin perih karena belum di isi.
"Makanlah pisang ini dulu." Bara kembali menyodorkannya pada Dila. Tetap saja perempuan itu jual mahal dan menolak.
"Jangan menolak." Bara membuka kulit pisang. Sedikit pemaksaan pria itu memasukkan pisang ke dalam mulut Dila.
"Bar…." Dila tak bisa bicara ketika pisang itu memenuhi mulutnya. Dila hampir tersedak. Untung saja Bara langsung memukul tengkuknya hingga pisang itu tertelan habis.
Dila makin marah lalu memukul lengan Bara.
"Apaan sih Bar? Kamu bikin aku tersedak." Dila memprotes tindakan Bara.
"Kamu udah lapar tapi sok jual mahal."
"Aku enggak jual mahal." Dila membantah.
"Kalo enggak jual kenapa enggak makan ketika aku kasih buah?" Bara menyodorkan pisang ke wajah Dila.
Wajah Dila cemberut. Otaknya traveling kala Bara menyodorkan pisang yang panjang dan berukuran besar. Dila memukul kepalanya karena berpikiran kotor. Efek puasa hampir empat tahun. Sekali ketemu suami ingin melepaskan rindu.
[ Aduh otakku. Kenapa bisa begini. Aku bukan wanita nakal yang haus kasih sayang. Sadar DIla. Kenapa jadi genit gini ]
Bara menyentuh lengan Dila ketika melihat wanita itu melamun.
"Apa yang kamu pikirkan?" Tanya Bara namun tak ada respon.
"Dila." Bara mengguncang tubuh Dila.
"Kenapa Bar?" Dila malah kaget. Wajahnya dan Bara sangat dekat. Melepaskan tangan Bara dari lengannya. Jantung Dila berdebar dengan keras. Getaran cinta itu masih ada hingga saat ini. Meski berada di tempat asing dan tak tahu kapan bisa kembali. Tak ada rasa takut. Dila yakin dan percaya jika bersama Bara, ia akan aman.
"Kenapa kamu melamun?"
"Aku kepikiran anak-anak." Dusta Dila dengan wajah memelas. Menangis mengingat ketiga anaknya. " Apa mereka bisa tidur nyenyak Bar. Mereka sangat manja padaku. Lebih banyak menghabiskan waktu dengannya dari pada pengasuh mereka. Salsa sangat manja. Tak mau lepas dariku. Aku rindu anak-anakku"
"Bapaknya anak-anak tidak rindu?" Bara merujuk pada Dino.
"Maksudnya?" Mata Dila mengerjap.
"Apa kamu tidak rindu Hanin dan Dino? Bukankah anakmu ada empat?" Tanya Bara menyelidik. Aneh jika Dila hanya merindukan si kembar tapi tak merindukan Hanin. Entah kenapa sikap Dila sangat aneh menurutnya.
"Ya aku juga kangen mereka," kilah Dila membuang wajah. Tak mau Bara tahu isi hatinya. "Bar kapan kita bisa pergi dari pulau ini? Jujur aku enggak kuat lama-lama disini. Aku ingin pulang bersama anak-anakku. Apa kamu tak rindu dengan anakmu?" Dila berusaha mengorek kehidupan pribadi Bara.
"Aku sangat merindukan Leon. Dia akan merengek jika tidak bertemu dengan Apa." Bara tersenyum mengingat si ganteng Leon.
Hati Dila terasa remuk. Bara menyebut nama anaknya. Sudah ada kesempatan untuk bersama dengan Bara. Pria itu sudah menikah lagi dan punya anak. Tak mungkin ia menghancurkan kebahagiaan Bara dengan keluarga kecilnya.