85. TERJEBAK ( 6 )
85. TERJEBAK ( 6 )
Tia tidak habis pikir akan melewati musibah ini. Lebih banyak korban yang meninggal daripada selamat. Untung saja Tia memegang batang pohon ketika tsunami menerjang, Ia terapung di tengah lautan dan diselamatkan nelayan setempat. Tia dan Daniel terpisah kala tsunami menerjang. Ia masih bingung dan khawatir dengan kondisi Daniel mau pun Bara. Tia berharap semua baik-baik saja. Bara dan Daniel bisa menyelamatkan diri. Tia tidak bisa membayangkan jika harus kehilangan Bara mau pun Daniel dalam peristiwa ini.
Tia masih trauma namun ia cepat pulih berkat bantuan seorang relawan yang kebetulan psikolog. Pemerintah setempat cepat tanggap dengan bencana. Mereka mendatangkan bantuan setelah tiga jam tsunami terjadi.
Kapal-kapal relawan mendarat di pulau Parkour. Mereka membawa para tamu resort mau pun penduduk lokal ke lokasi pengungsian yang telah disediakan.
Tia tinggal di posko bersama korban lainnya yang selamat.
"Daniel dan Pak Bara kemana?" Tia malah memikirkan nasib kedua pria itu.
"Apa anda bernama Fristia Ariani?" Seorang relawan menghampiri Tia di tenda pengungsian.
"Iya saya." Tia bangkit dari duduknya. "What happen?"
"Ada yang mencari anda."
"Siapa?" Tia malah kebingungan.
"Aku." Daniel datang ke hadapan Tia.
Tia bernapas lega ketika melihat Daniel masih hidup pria itu selamat. Tia menangis haru, tanpa ia sadari memeluk Daniel erat. Relawan meninggalkan mereka berdua di tenda.
"Gue pikir lo menjadi salah satu korban yang meninggal Daniel. Gue benar-benar takut Niel. Bencana itu sangat mengerikan. Gue takut kehilangan lo."
"Sama Tia. Gue juga takut kehilangan lo."
"Gue mau menikah dengan lo," ucap Tia pada Daniel.
Pria itu tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Menurut Tia tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan Tuhan. Jangan sampai kita merasa kehilangan ketika orang itu telah tiada. Tia tidak menyia-nyiakan waktu yang telah diberikan Tuhan. Ia juga mulai mencintai Daniel. Mungkin ini waktu yang tepat untuk menjawab lamaran Daniel.
"Terima kasih Tia. Lo sudah membuat gue bahagia." Daniel terharu kala Tia membalas cinta dan mau menikahnya. Pria itu memeluk Tia dengan erat seolah tidak mau melepaskannya. "Gue langsung mencari lo ketika membaca nama lo sebagai korban selamat. Gue senang."
"Lo ketemu Pak Bara?" Tia bertanya dengan wajah sedih.
"Sejauh ini gue belum menemukan nama Aldebaran sebagai korban yang selamat."
Mulut Tia menganga tidak sanggup membayangkan jika Bara menjadi korban yang meninggal. Korban yang meninggal tidak bisa di identifikasi karena kondisi mereka sangat menyedihkan dan tidak bisa dikenali. Tim relawan segera menguburkan mayat karena kondisi mayat mereka sudah rusak.
"Kita harus melaporkan jika kehilangan keluarga." Daniel keluar dari tenda bersama Tia.
Langkah mereka terhenti kala melihat Dino berbincang-bincang dengan relawan. Pakaian pria itu rapi. Terlihat jika Dino bukan korban tsunami.
"Pak Dino," panggil Tia spontan.
Dino menoleh, kaget melihat Daniel dan Tia. Jika mereka selamat berarti kemungkinan Dila juga selamat.
"Kalian melihat Dila?" Tanyanya berharap.
"Melihat Dila?" Tia memicingkan mata. "Bukannya Dila bersama anda?"
"Aku pulang duluan bersama anak-anak sebelum gempa terjadi."
"Jangan bilang Bapak meninggalkan Dila karena marah." Tia mencecar Dino.
"Kau benar." Dino tertunduk lesu. Ia menyesal karena telah meninggalkan Dila. Andai ia tak egois mungkin tidak akan kehilangan Dila saat ini, Harapannya Dila selamat dari bencana ini.
Jantung Tia berdetak lebih cepat. Ia tak menduga Dino tega meninggalkan Dila sendirian di Parkour Laut Resort.
"Kami juga kehilangan Pak Bara." Tia akhirnya buka suara.
"Ketika gempa kami sedang tidak bersama Pak Bara. Aku dan Tia mau bersiap-siap ke pelabuhan. Pak Bara kala itu pergi tapi tidak bilang pergi kemana. Aku sudah cek di posko tak ada korban selamat mau pun meninggal atas nama Dila dan Bara." Daniel buka suara. Ia kecewa pada Dino kenapa meninggalkan Dila seorang diri.
"Jika Dila meninggal dalam bencana anda akan menyesal seumur hidup Pak. Anak-anak kehilangan ibu mereka. Anda boleh marah tapi jangan berlebihan seperti ini. Siap-siap menyesal jika terjadi kemungkinan terburuk."
Jantung Dino semakin lemah. Serasa diremas kala mendengarkan ucapan Tia.
****
Di suatu tempat nan jauh disana…..
Dila membuka matanya. Ia terbangun mendapati tengah tidur di tepi pantai. Ia menatap sekelilingnya. Kosong tak ada makhluk selain dia. Semuanya hampa dan hanya melihat ombak dan pohon-pohon. Dila bangkit, kaget mendapatinya seorang diri pulau entah berantah. Dila sadar jika ia tak berada di Parkour Laut Resort. Dila mencoba mengingat kenapa ia bisa terdampar di pulau yang tak ada penghuni. Setahunya gempa tengah mengguncang Parkour Laut Resort. Bangunan runtuh. Resort rata dengan tanah. Dila pingsan kala itu.
Dila berusaha menelusuri pulau. Tak ada rumah penduduk dan kehidupan lainnya. Sepi. Benar-benar tak ada penghuni. Suasana ini persis seperti Parkour Laut Resort kala gempa terjadi. Para tamu sudah mulai meninggalkan resort untuk menghadiri pernikahan putri Tuan Irfan Khan di KL. Dila memegang pelipisnya. Lukanya sudah kering. Kepalanya tak pusing lagi. Ia terluka terkena pilar bangunan kala gempa menerjang. Dengan mata dan kepalanya sendiri melihat bangunan mulai runtuh.
Dila ketakutan dan menggigil kala menyadari ia sendirian terdampar. Bahaya bisa saja mengancamnya sewaktu-waktu. Binatang buas bisa saja memakannya kapan saja. Dila menangis tersedu-sedu ketiga mengingat ketiga anaknya. Apakah triplet baik-baik saja? Dila berharap anak-anak sudah di rumah kala gempa itu terjadi. Dila tidak mengetahui jika terjadi tsunami setelah gempa.
"Ya Allah aku ada dimana? Kenapa pulau ini sepi sekali? Tak ada kehidupan sama sekali. Aku takut. Aku kangen anak-anak." Dila mulai menangis.
"Apa aku akan terpisah dari anak-anak? Bagaimana keadaan triplets? Semoga mereka tidak apa-apa. Aku bingung Tuhan kenapa aku berada disini? Yang aku ingat tengah berada di Parkour Laut ketika gempa. Apa yang terjadi hingga aku berada di pulau tak berpenghuni ini?" Dila bergidik melihat kondisi pulau. Pulau ini hampir mirip dengan pulau Socotra yang terkenal menyeramkan.
"Aku ada dimana?" Dila menangis menyadari nasibnya. Ternyata sangat menakutkan tinggal sendirian di pulau tak berpenghuni. Siapa yang tidak takut. Suasananya sangat menyeramkan.
"Help me," pekik Dila pada deburan ombak yang sedang menari indah. Sepanjang mata memandang hanya ada lautan luas. Tak ada kapal yang tengah berlayar di sekitar pulau.
"Seseorang yang ada disana. Help me... Aku butuh bantuan."