Jodoh Tak Pernah Salah

72. KECEMBURUAN DINO



72. KECEMBURUAN DINO

Dino manggut-manggut ketika Hanin menunjuk laki-laki yang ada di kamar Dila. Dino mengepalkan tangannya menahan emosi. Tidak menyangka Dila akan bertindak diluar batas. Membawa pria yang bukan suaminya ke dalam kamar. Terbersit rasa kecewa dalam hatinya. Dino mengajak Hanin pergi dari Hall. Ia akan menyusun rencana untuk membalaskan sakit hatinya pada Bara. Berani sekali pria itu mengganggu wanitanya, ibu dari anak-anaknya.     

"Baba kenapa kita pergi?" Hanin terlihat kecewa karena Dino tak berbuat apa-apa.     

"Baba hanya ingin tahu siapa uncle yang datang ke bilik Ama."     

"Baba tidak marah?" Hanin berkacak pinggang menatap sinis pada Dino.     

Sikap Hanin menyiratkan kecemburuan dan kekecewaan. Gadis kecilnya telah berpikir dewasa. Dino tersenyum manis, mengelus kepala Hanin. Ternyata ia sudah punya mata-mata. Hanin akan marah duluan jika ada pria lain yang mendekati Dila.     

"Buat apa Baba marah?"     

"Uncle itu akan merebut Ama dari Baba," jawab Hanin kesal dengan wajah cemberut.     

Dino merunduk, menyamakan tingginya dengan Hanin. Dino mengelus pipi dan merapikan rambut Hanin yang berantakan.     

"Hanin ini urusan Baba dan Ama. Hanin budak kecil, tak elok ikut dalam urusan orang besar. Baba dan Ama akan menyelesaikan masalah ini. Hanin, terima kasih telah menjadi anak gadis Baba yang pintar dan baik hati. Baba senang Hanin telah dewasa."     

"Baba, uncle itu tidak akan merebut Ama dari kita bukan?" Hanin malah menangis terisak-isak.     

"Why Hanin? Kenapa you talk macam ini?"     

"My friend mom, mom dia lari dengan laki-laki lain. I tak nak jika Ama lari dengan uncle itu. I tak mahu kehilangan Ama. Baba, I sangat menyayangi Ama. Jaga Ama for me."     

Hati Dino bergerimis mendengar ucapan polos Hanin. Gadis itu tak mau nasibnya seperti ayah dari temannya. Ibu temannya kabur dengan pria lain.     

"Tidak macam tu. Ama sayang you, tak mungkin meninggalkan you."     

"Baba." Hanin menyentuh pipi dengan kasih sayang.     

"Apa?" lirih Dino menatap mata Hanin.     

"Baba dan Ama apakah saling mencintai? Teman Hanin bilang jika parents mereka saling mencintai."     

Dino terdiam, tak dapat menjawab pertanyaan Hanin. Apa yang harus ia katakan pada sang anak? Sampai sekarang Dila tak pernah mencintainya dan tak mau belajar mencintainya, meski jasanya telah banyak dalam hidup Dila.     

"Kenapa Baba diam?"     

"Tidak apa-apa nak. Mari kita kembali ke kamar atau Hanin mau main di pantai sama Baba?" Dino mengalihkan pembicaraan.     

Hati Dino terasa sakit dan ngilu dengan pertanyaan Hanin. Entahlah…..Kenapa ia merasa sakit. Apakah perasaan sakit ini takut kehilangan Dila atau rasa takut Hanin kehilangan sosok ibu? Dino masih ragu dengan perasaannya. Dalam hatinya masih bersemayam nama Ananya, ibu kandung Hanin yang telah meninggal tiga tahun yang lalu dalam kecelakaan. Dino masih mengingat dengan jelas peristiwa kecelakaan Ananya.     

Ananya ditemukan seorang diri dalam mobil. Polisi mengatakan Ananya kecelakaan karena mabuk. Dino tak mempercayai analisis polisi karena ia tahu bagaimana istrinya. Seumur hidup, Ananya tak pernah minum wine meski dunia artis sudah biasa dengan hal itu. Sampai sekarang Dino penasaran kenapa Ananya meninggal. Detektif bayarannya sampai sekarang belum menemukan keberadaan Gesa, asisten Ananya. Gesa menghilang di malam kematian Ananya.     

Anya bagaimana aku mengatakan pada Hanin jika Dila bukan ibu yang melahirkannya. Aku tidak ingin Hanin tidak mengenal kamu sayang. Anak kita harus mengenal kamu. Sampai kapan pun kamu akan selalu ada di hatiku sayang. Meski aku marah pada Bara karena telah berani datang ke kamar Dila, tapi di hatiku masih bertahta nama kamu! Batin Dino berbisik.     

Ada pergolakan dalam batin Dino. Bagaimana hubungannya dengan Dila ke depannya? Dino sakit hati dan kecewa dengan sikap Dila. Meski Dila belum mencintainya setidaknya Dila harus bisa menjaga perasaannya. Jika merasa sudah sepakat berpisah, saat itulah Dila boleh membuka hatinya pada pria lain. Dino tahu jika Dila masih mencintai Bara, mantan suaminya. Dino terhenyak, ia menyadari sesuatu.     

"Jangan-jangan Bara yang ini adalah mantan suami Dila?" Batin Dino kembali berbisik.     

Dino buru-buru mengajak Hanin kembali ke kamar. Ia harus memastikan sesuatu. Apakah dugaannya benar apa tidak? Dino menghubungi detektif bayarannya.     

Dino mondar-mandir di dalam kamar menunggu jawaban dari detektifnya. Dino sampai berkeringat dingin, berharap Bara yang ia temui disini bukanlah mantan suami Dila. Jika Bara yang ini benar-benar mantan suami Dila, harapan mereka untuk terus bersama akan pupus.     

Klik!!!     

Sebuah pesan WA masuk ke dalam ponsel Dino. Detektif bayarannya mengirimkan sebuah foto. Dino segera mendownload foto itu. Dino terhenyak dan kaget melihat foto Aldebaran alias Bara. Ternyata Bara yang ia kenal sebagai rekan bisnis Tuan Irfan Khan merupakan mantan suami Dila.     

Dino terduduk, terdiam membisu. Tak tahu apa yang akan dia perbuat. Dia mengerti kenapa Dila begitu peduli pada Bara hingga membawa pria itu ke kamar ketika pingsan.     

"Jadi pria itu ayah kandung dari triplets," lirih Dino menatap foto Bara memakai kemeja putih sedang tersenyum memperlihatkan gigi putihnya.     

Mendadak suasana jadi mencekam. Dino melempar barang-barang yang ada di atas meja. Ia merasa frustasi. Ia ingat jika Bara mengalami hilang ingatan hingga tak ingat dengan Dila. Untung saja Hanin tak ada di kamar karena anak itu pergi bersama Dila dan triplets.     

"Sampai kapan pun aku tidak akan melepaskan Dila pada Bara. Dila milikku, selamanya akan menjadi milikku. Dila ibu dari Hanin, tak akan aku biarkan mereka kembali bersama. Aku telah menjadi ayah yang baik untuk Shaka, Shakel dan Salsa. Aku menyayangi mereka seperti aku menyayangi Hanin." Dino tak dapat menyembunyikan kemarahannya.     

Dino kembali mengamuk. Pria itu melempar bantal dan guling hingga kapasnya keluar. Dino diliputi amarah. Ia tak terima dengan keadaannya.     

"Tanpa Bara ada di sisi Dila selama tiga tahun, aku tidak bisa masuk ke dalam hati Dila, apalagi dengan kehadiran Bara. Aku harus mempertahankan milikku. Dila, ibu anak-anakku. Triplets anakku bukan anak Bara."     

Dino memecahkan gelas. Pecahan gelas ia genggam hingga tangannya bermandikan darah. Dalam keadaan emosi Dino tak merasakan kesakitan meski tangannya terluka. Luka ini belum sebanding dengan luka yang ada di hatinya. Meski ia masih mencintainya almarhumah istrinya, setidaknya Dino masih memberikan ruang untuk Dila menempati hatinya.     

Ponsel Dino berdering keras. Ia mengabaikan begitu saja. Ia ingin menyendiri dan tak ingin diganggu. Ponsel Dino kembali berdering. Si penelpon berusaha keras untuk bicara dengan Dino.     

"Kenapa kamu menelponku terus," bentak Dino emosi.     

"Pak Dino saya telah menemukan keberadaan Gesa. Gadis itu masih hidup. Dia ada di Jakarta."     

Dino terperanjat mendengar laporan detektifnya. Pria itu mendapatkan angin segar untuk mengetahui kebenaran di balik kematian Ananya. Dino akan membersihkan nama baik sang istri yang dihujat karena meninggal dalam kondisi mabuk. Ananya dicap selama ini pencitraan. Sok bersikap baik di depan public namun sebenarnya bukanlah wanita baik-baik.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.