71. KEMARAHAN DINO
71. KEMARAHAN DINO
"Dila kita harus bicara," ucapnya ketus menahan emosi.
"Santai No. Enggak harus pake urat kalo ngomong," balas Dila mencoba tenang. Tak mengerti kenapa Dini tiba-tiba marah.
"Duduk." Dino meminta Dila duduk di sofa yang sama dengannya.
"Aku kecewa sama kamu." Telunjuk Dino menunjuk Dila.
Kening Dila berkerut tidak mengerti arah pembicaraan Dila. Apa yang Dino kecewakan padanya?
"Kamu ngomong yang jelas dech No. Kamu kecewa kenapa?"
"Kamu enggak nyadar sudah mengecewakan aku?"
"Ngomong yang jelas dech No. Aku enggak macam-macam."
"Kamu sok innocent Dila."
"Kamu yang jelas kalo ngomong." Dila terpancing emosi. Ia bangkit dari sofa dan berkacak pinggang di depan Dino. Matanya seolah menentang Dino untuk adu jotos.
"Bisa enggak gayanya santai. Enggak kayak preman?" Sarkas Dino menyindir Dila.
"Kamu yang mulai. Bukan aku." Dila membela diri.
"Kamu itu peka dikit Dila. Kamu enggak bisa mengontrol diri." Dino malah menghardik Dila.
Bibir Dila monyong tak terima ucapan Dino.
"Enggak bisa kontrol diri? Bisa diperjelas ucapan kamu?"
"Hanin lapor sama aku jika kamu membawa cowok ke kamar."
Duar.…..
Jantung Dila seakan berhenti berdetak. Dila tak menyangka jika Hanin akan mengadukannya pada Dino. Padahal Dila sudah meminta Hanin untuk diam dan tak cerita pada Baba namun Hanin melanggar janjinya. Ia menceritakan semuanya pada Dino.
Dila kelabakan tak bisa bicara. Ia sudah kepergok Hanin dengan Bara di dalam kamar. Dila kehilangan kata-kata.
Hening.…
Tak ada yang bicara. Dino berpangku tangan menunggu jawaban Dila.
"Kenapa kamu diam? Ayo bicara. Aku pengen dengar pembelaan kamu. Apa alasan kamu membawa laki-laki ke kamar? Aku enggak nyangka kamu bakal melakukan hak serendah itu. Dila, bagi Hanin kamu ibu kandungnya bukan almarhumah Ananya. Dari kecil dia sama kamu. Kasih sayang kamu sudah melekat pada dia. Kamu tahu Hanin cerita ke aku sambil nangis-nangis jika Ama bersama pria lain. Dia sampai tanya apa Baba dan Ama akan divorce? Aku hampir pingsan mendengar pertanyaan polos Hanin. Kamu sebagai ibu harusnya peka dan sadar jika Hanin anak yang pintar. Dia sampai bilang jika kamu sudah selingkuh di belakang aku."
Dila semakin shock mendengar pernyataan Dino. Ia terdiam dan terpaku. Hanya bisa mematung ditempatnya berdiri.
"Hanin bilang gitu?" Dila mencoba memastikan jika Dino tak berbohong.
"Ya," lirih Dino mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Pikirannya berkecamuk. Hanin sudah bisa berpikir dengan caranya sendiri.
"Siapa pria itu?" Dino melirik tajam. Tak ada lagi wajah yang bersahabat.
Dila diam tak menggubris pertanyaan Dino. Tenggorokannya tercekat, mendadak terasa pahit.
"Aku mohon dengan sangat Dila. Kamu boleh mengabaikan aku, tapi kamu tidak boleh mengabaikan Hanin. Dia anakku satu-satunya Dila. Jangan kecewakan dia seperti kamu mengecewakanku. Tangisan Hanin mengingatkan aku dengan Ananya. Jaga Hanin demi aku dan Ananya. Jika tidak bisa lebih baik kamu pergi dari hidup kami."
"Kamu mengusir aku?" Dila malah emosional.
"Kamu kalo ngomong bisa enggak nyakitin perasaan orang? Seolah-olah aku ini tidak punya perasaan dan berhati batu. Meski Hanin bukan lahir dari rahim aku, tapi dia sudah aku anggap seperti anak sendiri. Aku menyayangi dia seperti anak sendiri. Aku tidak pernah membedakan perlakuan pada Hanin. Dia sama seperti Shaka, Shakel dan Salsa. Hanin sama bagiku. Dia kakak bagi triplets."
"Jika kamu anggap Hanin anak sendiri jaga sikap kamu. Jawab aku siapa pria yang kamu bawa ke kamar?"
"Aku enggak bisa bilang."
"Apa aku kenal sama dia? Bilang tidak sama aku?" Dino menebarkan ancaman.
"Jika kamu enggak mau bilang aku akan cari tahu sendiri." Dino beranjak pergi namun dicegat Dila.
"Minggir ga Dil." Mata Dino memerah menahan amarah.
"Enggak mau." Dila bersikeras tak membolehkan Dino pergi.
Dino tak menggubris Dila. Ia melepaskan diri dari Dila. Sebagai pria tentu tenaganya lebih kuat dari Dila.
"Dino jangan." Dila menggapai tangan Dino namun ditepis.
Dino pergi ke kamar sebelah mencari Hanin. Dia melihat keempat anaknya sedang bermain.
"Baba," pekik triplets memeluk kaki Dino.
"Hanin ikut sama Baba. Kalian tinggal sama Ama dulu ya." Dino mengelus kepala si kembar.
Dila jadi merinding melihat amarah di mata Dino. Dila terpaksa membiarkan Dino pergi membawa Hanin. Mungkin Dino butuh waktu bersama putri.
"Ama, Baba dan uni Hanin pergi kemana?" Salsa merasa iri karena tidak diajak Dino pergi.
"Baba ada perlu dengan uni Hanin. Biarkan mereka pergi sayang." Dila membujuk si sulung.
"Aku mau ikut Ama." Cebik Salsa menangis. "Aku juga anak Baba."
Hati Dila teriris mendengar ucapan Salsa. 'Aku juga anak Baba'. Ada rasa perih menghujam jantungnya. Andai saja Salsa tahu jika Dino bukanlah ayah kandungnya. Entah apa yang terjadi pada triplets. Kasih sayang Dino sudah melekat bagi mereka. Mereka sejak lahir telah hidup bersama Dino bahkan pria itu yang mengazani anak-anak ketika lahir ke dunia.
"Sudahlah Salsa. Jangan bicara seperti itu. Baba ada perlu sebentar dengan uni Hanin." Dila kembali membujuk Salsa. Shakel dan Shaka hanya sibuk dengan mainan mereka. Keduanya sibuk dengan dunia masing-masing. Keduanya sedang merakit lego. Mereka berdua sedang berpikir untuk membentuk robot.
Bagaimana aku mengatakan jika Baba bukan ayah kandung kalian? Bagaimana pun kalian harus tahu jika Dino bukanlah ayah kalian. Ayah kalian Aldebaran nak bukan Dino. Terlalu berat beban yang aku pikul. Aku menjauh dari Bara namun takdir kembali mempertemukan kami di negeri ini. Tuhan takdir apa yang tengah Engkau atur pada hamba? Gumam Dila dengan hati gerimis.
Sementara itu Hanin dan Dino pergi ke suatu tempat. Dino menahan emosinya. Dila sudah tak menghargainya lagi. Mau marah dan memukul Dila, ia bukanlah laki-laki yang seperti itu. Dino lebih baik menghindar daripada lepas kontrol.
"Kita mau kemana Baba?" Tanya Hanin kebingungan.
"Hanin boleh tunjukan Baba siapa pria yang ada di kamar Ama?"
"Bisa. Kita mau kemana?"
"Semua orang berkumpul di hall. Bagaimana kita kesana?" Dino mengulas senyum.
"Baik Baba."
Keduanya berjalan menuju hall sambil bergandengan tangan. Malam ini pesta sangeet akan diadakan di dalam hall. Ini pesta hari terakhir. Besok pagi putri Tuan Irfan Khan akan ijab qabul.
Kemegahan pesta telah nampak kala memasuki hall. Dekorasinya mewah dengan hamparan pelaminan dan bunga-bunga mewah. Suasana gemerlap mulai terasa. Para tamu melihat suasana. Mereka takjub melihat kemewahan pesta, apalagi bintang tamu malam ini penyanyi top Hollywood.
"Itu pria itu Baba," ucap Hanin menunjuk Bara yang tengah mengobrol dengan Tia dan Daniel.