Jodoh Tak Pernah Salah

69. BAYANGAN MASA LALU



69. BAYANGAN MASA LALU

Rere segera membawa Leon masuk ke dalam rumah. Ia takut jika Angga nekat dan datang ke rumah. Rere tak mau jika Angga bertemu Herman atau Ainil. Bisa gawat jika semuanya terbongkar. Rere sengaja tutup mulut soal ayah kandung Leon dari keluarganya.     

"Mommy mandi dulu ya nak. Kamu sama mbak dulu ya," ucap Rere seraya merunduk, menyamakan tingginya dengan Leon. Ia melirik pengasuh Leon agar membawa anak itu bermain di taman belakang.     

"Leon sini ikut mbak," ucap Ami, pengasuh Leon.     

Rere pun pergi menuju kamar. Ia tutup pintu kamar dengan rapat. Ia melirik ke jendela dan melihat mobil Angga masih terparkir di seberang jalan rumah.     

"Ternyata Angga mengikutiku. Kenapa dia bisa masuk? Bukankah tidak bisa sembarang orang masuk? Kok satpam biarin aja?" Rere gusar. Ia raih telepon yang terletak di atas meja. Ia menghubungi satpam komplek.     

"Pak ini saya Rere blok D1. Saya mau tanya kenapa Bapak biarin laki-laki pake mobil camry masuk ke dalam komplek dan parkir di depan rumah saya?"     

"Mobil camry? Lah masuk bareng mbak Rere. Dia bilang teman mbak. Mau saya amankan mbak?" Satpam kelabakan karena membiarkan orang asing masuk,p bahkan sampai terkecoh.     

"Enggak usah," potong Rere cepat seraya memijit pelipis. "Dia memang teman saya."     

"Saya takut dibilang lalai mbak."     

"Makasih penjelasannya Pak Toni." Rere mengakhiri sambungan telepon.     

Rere menaruh telepon rumah seraya melihat Angga. Memastikan pria itu sudah pergi apa belum. Sampai kapan pun Rere tak ingin Angga tahu siapa Leon. Sia-sia ia melarikan diri jika Angga tahu siapa Leon. Rere menghela napas pelan, tak pernah menyangka akan bertemu Angga di Jakarta.     

Setahunya Angga orang Surabaya. Kenapa bisa berada di Jakarta? Apakah Angga sekarang sedang bekerja disini? Rere berkutat dengan pikirannya sendiri.     

Rere sudah melupakan Angga semenjak kejadian itu. Ia membenci Angga karena telah menodainya malam itu. Tak pernah menyangka jika sang kekasih yang sangat dicintainya bisa melakukan perbuatan terkutuk itu. Rere kembali menangis mengingat mimpi buruk terciptanya Leon. Rere bercita-cita menikah dengan laki-laki pujaan hatinya. Pernikahan layaknya putri dongeng, dijemput dengan kereta kencana, di arak keliling Disneyland namun semuanya kandas kala peristiwa kelam itu terjadi.     

Rere hamil diluar nikah. Terpaksa berhenti kuliah. Ia mengalami trauma. Kehamilan baru ketahuan saat berusia enam bulan. Ainil curiga melihat perutnya semakin membuncit.     

"Katakan Re. Kamu hamil?" Tanya Ainil emosional dengan mata memerah.     

Rere menutup wajahnya dengan tangan karena takut ditampar Ainil.     

Hening.…     

Tak ada jawaban. Rere hanya bisa menangis kala Ainil menanyakan kehamilannya. Ia tak bisa berkata apa-apa.     

"Jawab kalo bunda tanya?" Ainil melayangkan tangan ke udara namun tak jadi karena melihat sang putri ketakutan.     

Rere membuka matanya. Heran kenapa ia tak merasakan kesakitan padahal Ainil akan menamparnya.     

"Rere jawab bunda nak," ucap Ainil dengan suara serak. Ia mengguncang tubuh Rere.     

Rere bersikeras tak mau mengatakan siapa ayah bayi yang sedang di kandungnya. Jika buka suara Ainil akan mencari ayah si bayi dan menikahkan mereka sementara Rere tak mau menikah dengan pria itu.     

"Tidak bunda," cebik Rere terengah-engah.     

"Bilang enggak sama bunda siapa pria yang menghamili kamu?" Ainil kembali emosi kala Rere tak mau bicara.     

"Kamu anakku satu-satunya. Anak gadis tapi tidak bisa menjaga harga diri. Kamu telah melempar kotoran ke wajah bunda. Ayah kamu pasti akan menangis dalam kubur melihat bunda tidak bisa mendidik anaknya. Bunda kecewa sama kamu Re. " Ainil murka lalu memukul lengan Rere. Ia tak habis pikir dengan sikap keras kepala putrinya.     

"Pukul saja aku bunda. Jika perlu cekik saja aku sampai mati. Aku bukan anak yang membanggakan," ucap Rere putus asa. Rasa sakit pukulan Ainil belum seberapa dengan rasa sakit di hatinya.     

"Anak tidak tahu malu. Teganya kamu mengecewakan bunda. Dari kecil bunda ajarkan untuk menjaga kehormatan tapi kamu malah memberikannya pada pria yang bukan suamimu. Kuliah jauh-jauh bukan buat bangga tapi buat malu. Jadi kamu pulang ke Indonesia karena sedang hamil? Dengan pria mana kamu hamil? Apa dia beda keyakinan dengan kita sehingga kamu tidak mau menikah dengan laki-laki itu? Siapa yang mau menikah dengan perempuan yang hamil di luar nikah?" Ainil melampiaskan kekesalannya pada Rere. Air matanya mengalir deras kala memukul Rere. Ainil stress mendapati anaknya telah hamil.     

Rere pasrah dan terkesan membiarkan ketika Ainil memukul tubuhnya. Berharap ia mati melalui pukulan bundanya.     

"Maafin aku udah mengecewakan bunda." Rere tak berani menatap Ainil.     

"Pergi kamu dari rumah ini." Ainil berteriak lantang mengusir sang anak.     

"Jangan usir aku bunda. Aku enggak tahu mau kemana jika bunda usir." Rere bersujud di kaki Ainil.     

"Pergi kataku. Aku lebih baik kehilangan kamu daripada kehilangan muka."     

"Jangan bunda." Rere menggeleng. Ia memohon-mohon pada sang ibu.     

"PERGI." Teriak Ainil lantang.     

"Ada apa ini?" Herman masuk kamar karena mendengar keributan.     

"Papa," ucap Ainil dan Rere serentak.     

"Kenapa kalian bertengkar. Rere kamu menangis?" Herman prihatin melihat keadaan putri tirinya.     

"Apa yang kamu lakukan padanya?" Herman menatap tajam pada Ainil.     

Rere ketakutan dan tubuhnya gemetaran. Ia menatap Ainil dengan mata melotot, berharap sang bunda tak menceritakan kehamilannya pada Herman. Rere geleng-geleng kepala sebagai isyarat Ainil jangan cerita pada Herman.     

"Aku memukulnya pa," kata Ainil berusaha tegar.     

"Kenapa bunda pukul Rere? Apa salah dia?" Herman prihatin lalu memeluk Rere. Meski Rere hanya anak tiri namun ia sangat menyayanginya seperti anak kandung.     

"Papa tanya sama dia atau papa perhatikan perut dia." Ainil menunjuk perut Rere.     

Herman memperhatikan perut Rere yang semakin membesar. Ia paham maksud istrinya.     

"Kamu hamil Re?" Herman kaget mengetahui fakta jika putri tirinya sedang hamil. Herman yakin jika kandungan Rere sudah tua.     

"Iya pa," ucap Rere ketakutan. Ia menggigil lalu pingsan.     

Rere menghapus air matanya mengingat masa lalunya. Bagaimana marah dan kecewanya Ainil mengetahui ia hamil diluar nikah. Berkat Bara, ia tak jadi terusir dari rumah. Rere tak bisa membayangkan bagaimana nasibnya jika kala itu di usir. Ia bisa jadi gelandangan dan tinggal di kolong jembatan.     

Rere kembali melihat Angga. Ia bernapas lega karena pria itu telah pergi. Untung saja ia bisa menghindar. Rere tahu jika Angga tak akan menyerah untuk mendekatinya. Meski peristiwa itu telah berlalu namun Rere tak bisa melupakan peristiwa itu. Bagaimana Angga ketika mabuk menodainya.     

"Seharusnya kita tidak pernah bertemu Angga. Kamu salah satu orang yang membuat aku trauma berada di KL. Kamu salah satu alasan membuat aku trauma dan depresi. Aku pikir kamu akan menjadi pelindung malah kamu monster yang memakanku. Meski kamu mabuk kala itu tak seharusnya melakukannya. Aku kecewa Angga."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.