43. MENEMUI KINANTI ( 2 )
43. MENEMUI KINANTI ( 2 )
"Apa sebenarnya yang kamu inginkan?" Tanya Bara to the point saat sudah berada di kamar Kinanti.
"Bukan apa yang aku inginkan Bar, tapi apa yang ingin kamu ketahui," jawab Kinanti dengan nada sumbang. Kinanti melambaikan tangannya memberi kode Bara untuk duduk di sofa.
"Aku paling tidak suka basa-basi Kinan. Katakan saja apa yang kamu ketahui."
Kinanti tak menggubris ucapan Bara. Melangkahkan kaki menuju kulkas lalu mengambil sebotol wine. Menuangkannya ke gelas lalu meminumnya.
"Kenapa terburu-buru Bar? Bukankah tamu datang harus diberi minuman dulu." Kinanti berusaha mengulur waktu agar Bara lebih lama ada di kamarnya.
"Tapi tidak perlu memberi tamu wine. Aku tidak meminum minuman keras," ucap Bara dengan tegas.
Kinanti hanya tersenyum menanggapi Bara. Pria itu sangat tampan dan sangat menggemaskan. Kinanti tetap dengan rencananya menahan pria itu lebih lama jika perlu sampai pagi. Kapan lagi punya kesempatan bisa berduaan dengan Bara dalam kamar hotel dan mewujudkan fantasi-fantasi liar dalam otaknya. Rasa ingin tahu dan tertantang menaklukkan Bara membuatnya menghentikan petualangan dari satu pria ke pria lain. Bara terlalu menarik untuk ia tinggalkan. Kinanti tak akan pernah berhenti sebelum pria itu ada di pelukannya. Jika perlu ia dan Bara bertukaran saliva dan berbagi kehangatan di atas ranjang. Perempuan itu tahu segalanya. Kinanti tahu semua hal tentang Bara. Rasa ingin tahu membuatnya menyelidiki masa lalu Bara.
Bara menatap Kinanti malas dan eneg. Tahu tujuan wanita itu mengundangnya ke kamar malam ini. Kinanti tak berniat mengatakan segalanya. Kinanti hanya ingin berlama-lama dengannya. Perempuan itu berniat menahannya lebih lama dalam kamar ini dan menjeratnya dalam permainan cinta yang panas dan menggelora. Bara tersenyum licik menatap Kinanti yang tengah meminum wine. Sampai kapan pun Bara tidak akan terperangkap dalam permainan licik wanita itu. Bara tahu kemana arah Kinanti nanti.
"Apakah kamu hanya ingin mengajak aku bermain-main Kinan?" Bara menatapnya tajam seraya mengepal tangannya kuat-kuat. Harus bersabar menghadapi wanita yang ada di depannya.
Kinanti menaruh gelas kosong di atas meja. Ia menenggak habis wine tanpa sisa. Ia butuh wine untuk memberikannya energi dan membuatnya lebih percaya diri. Sikap tenang Bara membuat wanita itu gentar.
"Aku suka kamu memanggilku Kinan. Terasa lebih dekat dan akrab." Kinanti mendekati Bara lalu menaruh tangannya di leher pria itu. Belum sempat ia melakukannya Bara malah menjauh dan menepis tangannya. Sepertinya pria itu sangat alergi berdekatan dengannya.
"Jika kamu hanya bermain-main lebih aku pergi." Bara mengancam Kinanti.
"Pergilah jika kamu ingin pergi." Kinanti habis kesabaran. Muak menyikapi sikap Bara yang terus-terusan menolaknya.
"Kenapa aku harus menghabiskan waktu dengan pria yang terburu-buru dan tergesa-gesa? Jika kamu tidak ingin tahu silakan pergi dari kamar ini. Jangan harap aku akan mengatakan apa yang aku ketahui tentang kamu dan rumah tanggamu." Lanjut Kinanti meluapkan kemarahan.
Deg.....
'Jangan harap aku akan mengatakan apa yang aku ketahui tentang kamu dan rumah tanggamu'. Ucapan Kinanti menancap di ulu hati Bara. Apa yang wanita itu ketahui tentang masa lalunya? Apa benar wanita itu tahu masalah rumah tangganya hingga sang istri pergi meninggalkannya.
Bara tak sabaran ingin mendengar apa yang Kinanti tahu. Pria itu sudah sangat penasaran. Berharap apa yang Kinanti ketahui membuka tabir yang selama ini ditutupi Dian dan Herman. Berharap yang samar semakin jelas, yang gelap semakin terang. Dada Bara bergejolak antara ingin tahu dan meninggalkan kamar Kinanti. Namun Bara sadar jika ia menampakkan minatnya perempuan itu akan memanfaatkannya dan mempermainkannya. Terlalu lama menahan rasa sakit dan kecewa membuatnya tak berani berharap banyak. Bara tak berharap Kinanti mau memberi tahunya tanpa syarat dan ketentuan.
Bara menghela napas kasar. Pria itu menggerakkan otot lehernya agar lebih rileks.
"Aku datang kesini bukan untuk mendengar omong kosong kamu. Aku tahu apa yang kamu pikirkan. Kamu ingin aku penasaran dengan apa yang ketahui dan kamu mengajukan satu syarat yang harus aku penuhi agar kamu buka mulut. Aku tak berharap mengetahuinya dari mulut kamu Kinanti. Aku bisa membaca pikiran kamu. Kinanti yang aku kenal tidak setulus itu." Bara tersenyum ironi menatap wajah pias Kinanti.
Wanita itu tersenyum miris. Belum apa-apa Bara telah mematahkannya. Kinanti harus memutar otaknya lagi. Bara memang penuh misteri dibalik ketenangannya. Berharap Bara terusik dan mendesaknya untuk bicara namun semua tidak seperti dalam bayangan Kinanti. Bara dengan kepribadiannya yang sangat ajaib dan tak bisa ditebak.
Kinanti memilin rambutnya menghilangkan rasa gugup yang tengah menderanya. Wanita itu terduduk di ranjang. Ditatapnya Bara lebih lama lagi. Pria itu mengacuhkannya dan tak penasaran dengan apa yang ia ketahui. Kinanti kehabisan akal. Sepertinya ia tak bisa mengajukan syarat pada laki-laki itu. Bara memang pintar membalikkan keadaan. Kinanti kelabakan. Wanita itu mengangkat wajahnya menatap Bara yang tengah melihat keluar jendela.
"Aku enggak ngerti dengan jalan pikiran kamu Bar. Aku kira kamu penasaran dan mendesakku bicara. Kamu penuh dengan misteri Bar. Pembawaan kamu yang tenang malah membuat aku takut," ucap Kinanti melirik Bara yang tengah memunggunginya.
Bara balik badan menatap Kinanti tajam. Pria itu lalu membuang muka, menatap langit-langit kamar. Menghembuskan napas kasar lalu mulai bicara, "Aku sudah bisa membaca pikiran dan tujuan kamu yang sebenanrya. Seorang Aldebaran tidak akan pernah bisa diintimidasi bahkan mematuhi orang lain."
"Meski kamu hilang ingatan tetap saja tidak melunturkan wibawa kamu Bar. Ternyata seorang Aldebaran misterius dan sangat berwibawa."
"Jangan bertele-tele Kinan. Aku tak butuh pujian dari kamu. Bagaimana pun kamu memuji bahkan menyanjungku tidak akan mengubah pandanganku terhadap kamu."
"Menurutmu aku ini bagaimana Bar?" Kinanti menyerah. Perempuan itu ingin tahu kenapa Bara selalu menolaknya.
"Apa kamu ingin aku jujur atau bohong?" Bara memberikan pilihan.
"Tentu saja jujur Bar," lirihnya menatap Bara penuh minat.
"Apa sih yang sebenarnya kamu inginkan?" Bara memicingkan matanya. Menatap lawan bicaranya penuh intimidasi.
"Kamu Bar."
Bara tesenyum kecut, mengusap wajahnya dengan kasar lalu duduk di sofa. Bara tergelitik melihat tingkah Kinanti. Tadi wanita itu begitu percaya diri sekarang rasa percaya diri perempuan itu hancur.
"Jika aku yang kamu inginkan jangan berharap. Aku tak akan pernah menganggap kamu ada," ucap Bara tersenyum evil. Pria itu bangkit dari sofa lalu pergi menuju pintu keluar. Tak perlu berlama-lama dalam kamar ini jika hanya harapan palsu.
"Aku tahu kamu dulunya gay Bar," ucap Kinanti pelan namun membuat langkah Bara terhenti. Pria itu balik badan mendekati Kinanti.