40. PERKENALAN
40. PERKENALAN
"Gimana kamu mau punya anak jika sikap kamu seperti ini. Tak pantas jadi seorang ibu kamu."
"Bar, jangan ngomong kayak gitu dong. Anak ini yang salah." Kinanti tak terima dimarahi Bara. Ia melempar kesalahan pada Shaka.
"Jangan ngeles kamu. Aku melihat semuanya. Hentikan kepalsuan kamu."
Kinanti menggeram kesal. Wanita itu menghentakkan kaki ke lantai dan pergi dari hadapan Bara. Kinanti merasa terhina karena Bara balik membentaknya. Ara mengekori Kinanti dari belakang. Sang asisten tersenyum puas karena Kinanti kehilangan muka di depan lelaki pujaannya.
"Kamu jahat Bara." Kinanti berbalik lalu pergi.
"Kenal dengan wanita itu bro?" Dino menanyai bro.
"Kenal bro," jawab Bara ramah. Bara merunduk lalu menyapa Shaka yang bersembunyi dibalik kaki Dino.
"Hai nak. Sudah jangan takut lagi. Maafkan perbuatan tante itu." Bara berusaha membujuk Shaka. Hati terasa terasa diremas melihat tangisan anak itu.
Dino merunduk lalu menggendong Shaka. Bara ikutan berdiri.
"Bilang terima kasih sama uncle karena telah membantu kamu." Dino memerintahkan Shaka berterima kasih.
"Thank you uncle," cicit Shaka dengan suara pelan.
Bara terpesona dan jatuh cinta melihat ketampanan Shaka. Ia mengelus kepala bocah tiga tahun itu.
"Anaknya kembar?" Bara mencoba berbasa-basi.
"Iya bro. Kembar tiga," jawab Dino bangga. Ia begitu bahagia memperkenalkan triplets pada orang lain.
"Alhamdulilah. Anugerah banget bro punya banya anak. Semoga saya juga seperti kamu punya anak banyak."
"Dari logatnya kamu orang Indonesia."
"Benar bro. Tepatnya orang Padang," jawab Bara bangga.
"Wah satu kampung dong." Dino merasa girang bisa berkenalan dengan orang satu kampung.
"Nama gue Dino bro. Asal Padang juga. Menikah dengan warga sini makanya tinggal di KL."
Bara menepuk pundak Dino. Entah kenapa bahagia bertemu orang sekampung di negeri orang.
"Salam kenal bro. Namanya gue Bara."
"Salam kenal juga. Anaknya lucu-lucu. Hai gadis cantik," sapa Bara pada Salsa dan Hanin.
"Uncle yang bantu Caca tadi ketika hampir jatuh." Salsa buka suara.
"Apa bilang sama uncle?" Dino menoleh pada Salsa.
"Thank you uncle," cicit Salsa dengan suara pelan.
"You're welcome." Bara tersenyum manis. Melihat ketiga anak kembar Dino membuatnya bahagia. Bara bak musafir yang mendapatkan air untuk melepas dahaga ketika melihat triple Abadi.
"Gue ke meja dulu bro." Bara pamit.
"Makasih atas bantuannya.
Tia dan Daniel menyaksikan interaksi Bara denga Dino.
"Lo merasa aneh ga liat bos?" Tia bersedekap.
"Sama. Gue juga merasa. Tumben bos bisa akrab sama orang baru."
"Nah sepemikiran lo sama gue."
"Mungkin kita jodoh," ucap Daniel modus.
"Sembarangan kalo ngomong."
"Becanda Tia." Daniel terkikik. "Tapi kalo diliat sepintas anak perempuan yang kecil kok mirip bos ya?"
"Pak Bara maksud lo?"
"Iya siapa lagi." Daniel menoleh pada Tia. "Perhatikan dengan seksama jika anak perempuan itu mirip dengan Pak Bara."
Tia memperhatikan Salsa dengan seksama. Benar juga dugaan Daniel jika gadis kecil bernama Salsa sangat mirip dengan Bara. Anak itu Bara dalam versi perempuan.
"Kok bisa miripan gitu ya sama bos?" Tia malah kebingungan.
"Mitosnya manusia di atas bumi memilik tujuh kembaran. Mungkin Pak bos kembarannya anak itu kali," ucap Daniel asal.
Tia menginjak kaki Daniel untuk menghentikan ceritanya. Bara telah kembali ke meja.
"Untung ada Bapak. Kalo enggak mungkin Kinanti sudah membuat masalah besar tadi." Tia berkomentar.
"Makanya saya kesana biar wanita itu tidak membuat keributan. Terbuat dari apa hati wanita itu. Teganya memarahi anak kecil hingga menangis. Namanya juga anak-anak dan enggak sengaja. Jiwa keibuannya tidak ada sama sekali. Kalo dia memiliki naluri seorang ibu tidak akan memarahi anak itu."
"Namanya mak lampir Pak. Mana ada jiwa keibuan." Tia meledek Kinanti seraya memasukkan makanan ke dalam mulutnya.
Bara mengambil sendok menikmati makan. Dua jam lagi mereka akan mengadakan meeting dengan Tuan Irfan Khan.
"Andai saja saya bisa punya anak sebanyak Dino pasti hidup saya akan indah dan berwarna." Untuk pertama kalinya Bara tersenyum pada bawahannya.
"Siapa Dino Pak?" Daniel penasaran.
"Bapak dari keempat anak itu," jawab Bara bersemangat. "Ternyata dia sekampung sama saya. Sama-sama dari Padang. Dia menetap di KL karena menikah dengan warga sini."
"Ooooohhhh." Tia dan Daniel manggut-manggut.
"Hai Bar. Apa kabar?" Tiba-tiba Kinanti muncul di hadapan mereka. Dengan gaya centil ia menyapa Bara dan duduk di sebelah Bara.
"Kenapa selera makan gue jadi ilang ya Niel?" Sarkas Tia menatap Daniel.
"Mungkin ada malaikat lewat makanya lo kehilangan selera makan Tia." Daniel membalas kalimat sarkas Tia agar Kinanti merasa.
Kinanti menggeram kesal karena dua anak buah Bara tak menyukainya dan terang-terangan menyindir.
"Bukannya masing-masing kita diikuti dua malaikat Niel?" Tia kembali melanjutkan obrolannya. Mudah-mudahan sindirannya membuat kuping Kinanti panas dan pergi dari meja mereka.
"Bar aku mau jelaskan sesuatu," cicit Kinanti dengan senyum dibuat-buat.
"Menjelaskan apa? Sepertinya tidak ada yang perlu kita jelaskan deh." Bara buang muka seraya mengunyak makanannya.
"Masalah tadi lo Bar. Aku bermasalah sama anak kecil tadi."
"Kayaknya enggak perlu deh. Aku bukan siapa-siapa kamu. Aku tidak butuh penjelasan dari kamu. Apa yang aku lihat tadi sudah menunjukkan benang merah yang terjadi."
"Bar aku enggak mau kamu salah paham dan berpikiran buruk soal aku." Kinanti memulai serangan dengan menyentuh tangan Bara namun pria itu menepisnya.
Tia memandang Kinanti malas dan eneg. Masih ada wanita yang tidak tahu diri dan enggak punya muka di atas muka bumi ini. Seorang CEO perusahaan terkenal tapi tak punya sikap yang bagus. Sepertinya Kinanti harus les kepribadian agar kelakuan buruknya berubah.
"Biasa aja tatapan lo sama gue." Kinanti menegur Tia.
"Emang gue kenapa?" Tanya Tia dengan gaya lebay. Tia menirukan suara mendayu Syahrini.
"Bisa nggak nada ngomong lo biasa aja. Keliatan banget lo menyindir gue." Kinanti menggeram kesal dan ingin menonjok Tia. Kinanti merasa Tia penghalang untuk mendapatkan cinta Bara.
"Lo aja yang merasa," balas Tia dengan ekspresi jijik.
"Lo pikir gue bodoh enggak tahu apa dalam pikiran lo." Kinanti geram.
"Ibu Kinanti silakan pergi meja kami." Bara mengusir Kinanti dengan bahasa formal
"Saya tak pernah mengundang Ibu Kinanti. Jangan membuat keributan lagi. Saya benci keributan." Lanjut Bara lagi melambaikan tangan mengusir Kinanti.
"Bar jangan gini sama aku dong. Kok kamu gitu sih?" Kinanti kecewa dengan sikap tak bersahabat. Padahal sudah merendahkan harga dirinya namun masih saja tak dianggap.