Jodoh Tak Pernah Salah

23. CEO GENIT PERUSAHAAN LAIN



23. CEO GENIT PERUSAHAAN LAIN

Memegangi perut buncitnya Dian naik lift khusus CEO. Lift ini sengaja disiapkan untuk CEO, COO dan CMO agar tidak bergabung dengan lift karyawan. Ruangan Bara berada di lantai 19. Dian gemetaran menuju ruang Bara. Nada bicara Bara menyiratkan kemarahan. Pasti ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi sehingga emosi Bara tersurut. Dian menjabat sebagai CMO (Chief Marketing Officer) atau yang lebih dikenal direktur pemasaran. Dian ngos-ngosan karena berjalan terburu-buru.     

"Ibu gapapa?" Sapa karyawan ketika berpapasan dengannya. Pelipis Dian bermandikan keringat dengan napas ngap-ngapan.     

"Tidak apa-apa," jawab Dian melambaikan tangan kanan seraya masih memegangi perutnya. Perempuan itu mengambil napas lalu membuangnya. Dian harus siap mendengarkan ocehan Bara karena jika marah pria itu selalu mengoceh tak karuan padanya. Dian tempat curhat Bara baik urusan pribadi mau pekerjaan. Bara sangat tergantung padanya dan tak bisa mempercayai orang lain.     

Pintu lift akhirnya terbuka, Dian melangkahkan kaki menuju ruangan Bara. Terlihat seorang sekretaris duduk di depan ruangan Bara. Meski Bara sudah punya sekretaris, Dian tetap saja mengurus urusan remeh dan enggak penting Bara.     

"Pagi menjelang siang Bu," sapa Tia, sekretaris Bara. Perempuan itu memberikan senyum terbaiknya pada Bara. Tia sekretaris yang kompeten dan berkemampuan. Dian sendiri yang menyeleksinya dan menempatkannya sebagai sekretaris Bara. Meski Tia sahabat karib dari Rere, adik tiri Bara tetap saja Dian profesional. Menerima Tia karena kemampuannya.     

"Kamu menyindir saya?" Dian baperan. Ucapan selamat 'pagi menjelang siang' seakan menyindirnya karena datang terlambat.     

"Enggak kok Bu," jawab Tia gemetaran. Cari mati jika membuat Dian marah.     

Dian membuang muka lalu mengetuk pintu ruangan Bara. Setelah mendapatkan izin masuk, bumil itu ke dalam.     

Semenjak Bara koma memang Dian yang memimpin perusahaan. Herman menggabungkan perusahaannya dengan perusahaan Bara sehingga menjadi perusahaan besar seperti sekarang. Semenjak Bara koma Herman pun tak fokus mengelola perusahaannya, apalagi sejak menikah lagi pria tua itu memutuskan untuk pensiun dan menyerahkan perusahaan pada Bara. Herman menikmati perannya sebagai kakek dari Leon.     

"Darimana saja kamu?" Semprot Bara ketika Dian duduk di depannya.     

"Ada urusan yang mendadak yang tak bisa ditinggalkan bos," jawab Dian santai tanpa takut dimarahi Bara. Terlalu memahami sang bos membuat Dian tak merasa gugup meski ia telah melakukan kesalahan.     

"Mendadak ya," sarkas Bara menatap Dian dengan tajam. Bara memberikan tisunya pada Dian agar wanita menyeka keringatnya.     

"Kamu olahraga pagi?"     

"Sepertinya begitu bos. Aku olahraga agar segera sampai di ruangan ini dan mendengarkan apa yang akan bos katakan." Dian memaksakan senyum seraya menyindir Bara.     

"Kamu benar-benar menyebalkan Dian," gerutu Bara buang muka.     

"Lantas jika aku menyebalkan bos mau apa?"     

"Tidak mau apa-apa." Gigi Bara bergemeletuk.     

"Jadi apa yang ingin bos katakan padaku?" Tanya Dian seraya menyeka keringatnya. Tanpa permisi Dian mengambil air putih kemasan dan menyeruputnya. Dian butuh minum untuk melepaskan dahaga.     

Bara bersedekap sekaligus memijit pelipisnya. Kepalanya mendadak sakit.     

"Ada apa sebenarnya bos?" Dian malah khawatir melihat sikap Bara.     

"Aku dan Tia baru saja meeting dengan CEO PT. Atlantis Persada untuk proyek jembatan kita di Pasuruan."     

"Lantas?" Dian menjadi penasaran.     

"Mereka seenaknya menaikkan harga bahan baku. Mentang-mentang bahan baku yang kita butuhkan hanya di produksi perusahaannya seenak jidat menaikkan harga. Dia bisa mengacaukan anggaran kita."     

"Kenapa dia bisa melakukannya? Bukankah selama ini Ibu Kinanti memberikan harga yang spesial untuk perusahaan kita?" Dian merasa aneh dengan sikap sang CEO.     

"Dia tahu karena bahan baku untuk proyek kita hanya perusahaan dia yang produksi sehingga dia besar kepala. Ingin aku pecahkan saja kepala dia jika tak ingat dia seorang wanita. Jika kita bersikeras ambil bahan baku dari dia maka konsekuensinya kita akan merugi. Kita sudah tekan kontrak dengan pemerintah untuk anggaran pembangunan jembatan itu. Kita tidak bisa menaikkan harga. Ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Pertama jika kita nekat mengambil mengambil bahan baku dari perusahaan Kinanti bisa dipastikan kita akan merugi 200 persen. Kita enggak dapat apa-apa padahal kita sudah capek kerja. Kedua, jika kita menaikkan harga pemerintah tidak akan mau menambah anggaran karena kita sudah deal harga sebelumnya. Jika bahan baku kita ganti tidak seperti perjanjian di awal maka reputasi perusahaan kita akan jelek. Aku pusing memikirkannya Dian. Langkah apa yang harus kita lakukan?"     

"Tunggu bos." Dian melambaikan tangan ke depan wajah Bara, meminta pria itu berhenti untuk bicara.     

"Ada apa?"     

"Kenapa Kinanti tiba-tiba menaikkan harga? Pasti ada sesuatu yang melatarbelakanginya. Kita sudah lama kerja sama dengan beliau dan aku sangat paham bagaimana perempuan itu bekerja. Apa dia tidak menaruh perasaan pada bos secara Kinanti janda?" Dian malah tertawa. Melihat reaksi tegang dari wajah Bara, Dian sudah tahu tebakannya benar.     

Dian tahu jika Kinanti naksir Bara dari dulu sehingga perempuan itu mau memprioritaskan perusahaan mereka untuk mendapatkan bahan baku kontruksi. Kinanti bahkan terang-terangan mengatakan pada Dian jika menyukai Bara.     

"Sepertinya kamu sudah tahu tanpa aku bicarakan. Mendadak saat meeting dia menaikkan harga lalu dia meminta Tia meninggalkan kami berdua. Janda sialanya itu mau menurunkan harga jika aku mau menikah dengannya. Aku sudah mengatakan jika aku sudah menikah dan sudah punya anak, tapi wanita itu tetap keukeh jadi istriku. Bahkan dia mau menjadi istri kedua asal aku mau menikahinya. Perempuan macam apa dia. Murahan sekali," ucap Bara memaki Kinanti.     

"Terlalu nekat dia berarti bos. Dia memang menyukai bos dan terang-terangan mengakuinya padaku. Aku juga sudah bilang pada dia jika bos sudah menikah dan punya anak, tapi wanita itu tidak mau mundur. Lucunya dia menggunakan tameng agama jika laki-laki boleh menikahi wanita lebih dari satu orang."     

"Dia pikir aku ini laki-laki macam apa?" Bara meneguk minuman yang telah disediakan Tia di mejanya.     

"Aku ini adalah merpati jantan. Sejauh apa pun merpati jantan terbang dia tetap akan kembali ke rumah. Merpati jantan tahu kemana harus pulang dan tak pernah mendua. Merpati jantan adalah lambang sebuah kesetiaan," ucap Bara melankolis.     

"Bukannya bos jomblo. Apa salahnya terima Kinanti?" Dian mencandai Bara padahal dalam lubuk hatinya yang paling dalam tidak sudi jika wanita itu menggantikan posisi Dila. Kinanti tak pantas menjadi pasangan Bara. Track record wanita itu sangat buruk dan selalu berganti pasangan setiap malam. Kinanti penganut seks bebas. Jika ada wanita yang ingin mendampingi Bara, Dian mau perempuan baik-baik yang selevel dengan Dila.     

Meski hilang ingatan entah kenapa Bara tak bisa membuka hatinya pada wanita lain. Meski ia lupa segalanya, namun alam bawah sadar Bara menyadari keberadaan Dila sehingga pria itu memutuskan melajang sampai sekarang. Bara pernah membohongi orang-orang jika Rere adalah istrinya dan Leon anaknya, namun tetap saja fangirl pemuja Bara mencari tahu dan menemukan fakta Rere hanya adik tiri Bara dan Leon keponakannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.