20. ISI HATI BARA
20. ISI HATI BARA
"Leon kenapa selalu repotin mami?" Pekik Rere, mommy Leon. Ia datang menjemput Leon. Wanita itu sadar jika sang anak akan merepotkan Dian.
"Pasti kamu yang desak Apa buat kesini?" Rere menodong Leon.
"Re. Biarin aja ah. Leon enggak repotin kok." Dian masih sibuk menyuapi Leon makan.
"Aku jadi enggak enak kak. Leon merepotkan kakak terus." Rere tak enak hati.
"Roti mami enak tante. Kata Leon sama aku, roti mommynya enggak enak," ucap Alana membuat Rere mengelus dada.
"Alana enggak boleh ngomong gitu." Zico menegur sang putri. Zico mengambil tisu dan membersihkan mulut dan wajah Alana yang berlepotan.
"Anak lo terlalu jujur Zi." Bara tak dapat menahan tawanya. "Persis barbar maminya."
"Bos..." Dian tak suka dibilang barbar.
"Makasih mami," ucap Rere membersihkan mulut Leon dari sisa roti. Jika disuapi, makan Leon sangat cepat dan banyak. Rere menggendong Leon.
"Bilang apa sama mami?" Rere mengajari Leon.
"Makasih mami. Rotinya enak," ucap Leon dengan tulus.
"Sama-sama sayang."
"Itu mami kakak Leon. Jangan manja-manja." Alana menunjukkan kecemburuannya.
"Enggak boleh gitu kakak. Leon adiknya Alana juga."
"Bukan mami. Adik aku ada di perut mami bukan adik Leon." Tolak Alana membuang muka.
"Ya Allah anak gue kenapa bisa gini." Cebik Dian tepuk jidat.
"Dian," panggil Bara duduk di kursi meja makan.
"Ya bos."
"Jadwal aku apa hari ini?"
"Ckkck. Di rumah masih saja bahas pekerjaan Bar." Zico mencemooh sambil geleng-geleng kepala.
"Sekretaris gue udah lo monopoli. Jadi mau enggak mau, urusan kerja bawa ke rumah. Lo bikin sekretaris gue hamil tiap tahun. Dian banyak libur gara-gara lo." Bara tidak mau kalah.
"Suka-suka gue. Istri-istri gue. Yang hamilin gue kok lo yang sewot." Zico mencibirkan bibirnya.
Kebiasaan mereka berdua selalu berdebat dan saling menjatuhkan, tapi dalam tahap bercanda tidak sungguhan.
"Gimana gue enggak sewot. Kinerja Dian menurun gara-gara lo."
"Yang butuh istri gue siapa?" Zico malah mengultimatum Bara.
"Gue udah minta istri gue resign, tapi lo enggak mau."
"Males ah berdebat sama lo." Bara sebal karena kalah debat.
"Papi dan om Bara bere kenapa debat melulu sih? Orang dewasa ini aneh. Berantem tapi temanan juga." Alana berkomentar.
Semua orang dalam ruangan itu tertawa terbahak-bahak. Alana dengan mulut ajaibnya.
"Aduh nak, kamu lucu sekali." Zico mencubit pipi Alana.
"Papi sakit." Alana mengomeli Zico.
"Kasihan mami diperebutkan. Aku dan Leon memperebutkan mami, lalu papi dan om Bara bere."
"Alana bisa enggak manggil om tanpa embel-embel bere?" Bara tak suka dengan gelar yang disematkan Alana.
"No." Alana geleng-geleng kepala menolak permintaan Bara.
"Besok jadwal bos ke Kuala Lumpur pertemuan bisnis dengan Tuan Irfan Khan. Terus berlanjut ke pesta pernikahan anak Tuan Irfan. Pestanya digelar tujuh hari tujuh malam. Biar beliau terkesan, bos harus datang tiap hari ke pesta beliau. Tuan Irfan undang bos untuk pesta selama seminggu. Kemungkinan bos dua minggu di KL."
"Harus ya?"
"Haruslah, kalo mau dapatkan project dari beliau."
"Lama dong disana? Kesepian dong."
"Ajak aja keluarga lo. Biar enggak kesepian." Zico memberikan ide.
"Enggak usah kak. Aku enggak mau ke Kuala Lumpur," tolak Rere tegas. KL memberikan kenangan buruk untuk Rere sehingga ia tak mau menginjakkan kakinya disana. Dulu Rere tinggal dan menetap di KL.
"Kenapa Re?" Tanya Bara penasaran.
"Enggak mau aja bang." Rere memanggil Bara dengan panggilan abang.
"Lagian bosan juga. Tempat wisata disana itu-itu saja." Rere memberikan alasan. Tangannya mendadak menggigil dan dingin jika bahas Kuala Lumpur.
"Ya sudah kalo begitu. Aku enggak maksa."
"Leon yuk kita ke sebelah." Rere membawa anaknya ke rumah sebelah.
"Adik tiri lo itu misterius banget," ucap Zico ketika Rere sudah pergi dengan Leon.
"Rere maksud lo?"
"Siapa lagi Bar. Kalo bukan Rere." Zico meminum teh hangat.
"Sampai sekarang dia bungkam siapa ayah kandungnya Leon. Masa lo yang jadi papanya Leon."
"Biarkan aja Zi. Gue takut tanya lebih dalam. Kayaknya dia korban pemerkosaan deh. Trauma gitu tiap gue tanya. Harusnya laki-laki yang hamilin dia tanggung jawab. Kalo gue ketemu laki-laki itu, gue hajar tahu nggak. Seenaknya hamilin adik gue setelah itu kabur."
"Sama bunda Ainil enggak cerita juga bos?" Giliran Dian yang bertanya.
"Sama bunda juga enggak cerita." Bara geleng-geleng kepala.
"Semenjak papa menikah dengan bunda Ainil hidup kami berwarna. Gue jadi punya adik seperti Rere. Gue juga merasakan jadi papa meski itu bukan anak gue. Gue rela kok jadi papanya Leon. Enggak tega bilang ke dia kalo gue bukan papa dia."
"Lo bapakable banget Bar. Ngemong si Leon. Orang-orang ga nyangka kalo lo bukan Bapak dia."
"Alhamdulillah Zi. Itu lo awas bikin Dian hamil lagi tahun depan. Kayak kucing lo buat. Hamil tiap tahun. Lo pikir hamil enggak capek apa. Gue aja morning sickness dulu, udah lelah dan taubat. Gimana ma Dian yang hamil tiap tahun?"
"Sewot aja lo. Dian aja enggak protes kenapa lo yang protes? Lagian Dian hamil ada lakinya kok." Zico malah menunjukkan kemesraan di depan Bara. Tanpa tahu malu Zico merapikan rambut Dian yang acak-acakan.
Bara mau muntah dan eneg melihat keromantisan mereka.
"Jangan sirik Bar." Zico mencibirkan bibirnya.
"Om Bara bere. Gendong." Alana merentangkan tangan.
Bara bangkit lalu menggendong Alana. Mata Bara berembun mengingat mantan istrinya. Bara yakin jika anaknya telah lahir dan seusia dengan Alana. Mungkin lebih tua anaknya empat bulan daripada Alana. Morning sickness Bara berhenti ketika sudah sembilan bulan. Bara menandai bahwa anaknya sudah lahir. Zico pun mengalami hal yang sama ketika Dian hamil Alana. Ketika Alana sudah lahir baru morning sickness Zico berhenti.
Bara menggendong Alana dengan tatapan penuh arti. Dalam hati Bara ingin sekali bertemu sang anak dan memeluknya, mencurahkan kasih sayang dan cintanya. Alasan Bara belum menikah selama ini karena ingin menemukan anaknya dulu. Bara melakukan pencarian seorang diri tanpa bertanya pada Dian dan Herman. Menurutnya percuma bertanya pada mereka berdua karena tak akan mendapatkan jawaban.
Sampai detik ini ingatan Bara belum pulih. Ia masih lupa dengan masa lalunya. Bara masih kontrol ke dokter Demir Alfarizi. Dokter Andrew merekomendasikan dokter muda itu agar Bara tidak bolak-balik ke Singapura. Bara pun bersahabat dengan Demir. Hubungan mereka tak hanya sebatas dokter dan pasien.
"Om Bara, bere. Mamanya teman aku titip salam buat om," ucap Alana mengangetkan ketiganya.
Mata Dian dan Zico membola ketika Alana menjadi mak comblang.
"Anak lo Zi. Turunan siapa kayak gini banget." Bara tergelak tawa mencibir Zico.