19. NEW LIFE
19. NEW LIFE
"Papi dimana susu aku?" Tanya seorang anak kecil bersuara imut. Meski usianya baru tiga tahun, namun si gadis kecil itu bisa bicara dengan lancar karena maminya mengajarinya bicara dengan benar. Kadang orang tua mengajari anak bicara cadel karena lucu, namun Dian dan Zico tak suka seperti itu. Menurut mereka pembodohan mengajari anak bicara cadel. Gara-gara ajari anak cadel sampai dewasa nanti mereka akan cadel.
"Sabar Alana." Zico memberikan satu botol dot berisikan susu coklat kesukaan gadis kecilnya. Alana anak yang mereka dapatkan ketika mereka berbuat khilaf sebelum menikah.
"Kamu enggak sabaran banget sih kak. Udah mau jadi kakak tetap saja enggak sabaran."
Zico mengelus kepala Alana seraya melihat Dian sedang berkutat di dapur membuat sarapan untuk mereka. Meski perut Dian membuncit namun tak mengurangi kegesitannya sebagai seorang istri dan ibu. Setiap pagi membuat sarapan untuk keluarga mereka. Alvin sudah kuliah. Dia memillih berkuliah di Mesir mengikuti jejak Fatih.
Dian sekarang hamil anak keempat. Tahun lalu Dian sempat hamil anak ketiga, namun di usia kehamilan empat bulan mengalami keguguran. Bara sempat memarahi Zico karena membuat Dian hamil tiap tahun.
Hampir tiap tahun Dian harus cuti. Bara sangat bergantung pada Dian, tak rela wanita itu resign meski Zico ingin Dian berhenti bekerja. Menurut Zico, ia masih berbaik hati mengijinkan Dian bekerja padahal hartanya tidak akan habis tujuh turunan.
"Ini sarapan buat Alana." Dian menaruh roti bakar keju di atas meja.
"Makasih mami," ucap Alana mengambil sendok. Lalu memakannya dengan lahap. Anak itu selalu makan sendiri dan tidak mau disuapi.
"Ini buat papi." Dian menaruh nasi goreng di atas meja.
"Makasih mami cantik," ucap Zico tersenyum manis menatap istrinya. Zico mengambil tisu dan menyeka keringat Dian. Sejak hamil besar Dian sering kepanasan dan efeknya tubuhnya berkeringat. Kandungan Dian menginjak enam bulan sekarang.
"Mami duduk dan makan bersama papi." Zico membimbing Dian duduk di sebelahnya. Ia mengambil sendok dan menyuapi istrinya.
"Mami harus banyak makan biar adek dalam perut mami enggak kelaparan." Dian membuka mulut ketika Zico menyuapinya nasi goreng.
"Papi enggak makan?" Tanyanya terharu. Zico benar-benar menjadi suami yang penyayang dan cinta keluarga. Sejak kelahiran Alana ia tak mau berlama-lama jauh dari keluarga. Zico sangat menyayangi Alana karena ia menikmati semua proses dari Dian hamil sampai melahirkan putri cantik mereka. Untuk anak keempat mereka, Zico tak muluk-muluk. Mau cowok atau cewek tidak masalah, asal ibu dan bayi sehat.
"Mami yang penting makan dulu."
"Nanti abis lo sama mami?"
"Gapapa. Masih bisa makan yang lain."
"Papi nyebelin." Protes Alana ketika melihat Dian disuapi Zico.
"Kok papi nyebelin?" Zico terperangah Alana memprotesnya. Jiwa pemberontak dan barbar sudah keliatan semenjak dini. Persis sekali dengan sifat maminya.
"Papi suapi mami makan sementara aku tidak. Andai aja abang Alvin ada disini pasti aku bakal minta disuapi abang. Alana kangen abang," cebik Alana sok sedih.
Dian dan Zico mengelus dada melihat kelakuan anak gadis mereka. Alana tidak benar-benar menangis. Anak itu hanya akting untuk menarik perhatian. Alana sangat lincah dan aktif. Mereka sudah sering dikelabui Alana. Kadang Dian pusing sendiri melihat kelakuan anak gadisnya.
"Mami sudah seharusnya kita pakai jasa ART. Perut mami sudah besar. Nanti orang mengira papi pelit enggak mempekerjakan orang untuk membantu kita."
"Enggak usah dengar omongan orang papi. Kita hidup bukan dari omongan orang lain. Selagi mami masih bisa kenapa harus pakai jasa ART."
"Untuk kali ini papi enggak sependapat dengan mami. Kita harus pakai jasa ART buat masak. Jangan cuma buat beres-beres rumah dan jaga Alana aja."
"Papi."
"Mami, papi enggak mau dibantah soal yang satu ini."
"Baiklah kalo itu keinginan papi," ucap Dian mematuhi ucapan Zico. Ia mengambil sendok dan balik menyendokkan nasi goreng ke mulut Zico.
"Enak sekali nasi goreng buatan mami," puji Zico dengan jujur.
"Hai om Bara bere," teriak Alana memanggil Bara yang menggandeng seorang bocah cowok berusia dua tahun.
"Hai Leon," sapa Alana pada bocah yang digandeng Bara.
"Om Bara sayang bukan om Bara bere." Dian meralat ucapan putrinya.
"Ada lagunya mami. Om Bara terkenal sampai dijadikan lagu. Bara bara, bere bere." Alana bernyanyi sumbang.
Zico dan Dian tepuk jidat melihat keabsuran anak mereka. Meski masih tiga tahun namun cerdiknya luar biasa. Apalagi setelah sekolah dia semakin pintar dan cerdik. Dia bahkan minta smartphone agar bisa mendengarkan lagu kesukaannya seperti teman-teman sekolahnya.
Kesalahan orang tua zaman sekarang, memberikan mainan berupa gadget pada anak-anak mereka padahal belum saatnya mereka menggunakan gadget.
Dian membatasi Alana bermain gadget. Ia lebih suka memberikan Alana mainan yang merangsang otak seperti puzzle, mewarnai, menyusun balok dan mainan edukatif lainnya. Dian terpaksa memberikan Alana smartphone jika anak itu sudah menangis meminta nonton tayo, upin ipin dan boboboy.
"Pagi bos," sapa Dian ramah pada Bara.
"Hai Leon." Sapa Dian menyentuh pipi tembem Leon.
"Hai juga mami," sapa Leon terbata-bata. Bocah itu masih belum lancar bicara. Kadang ucapannya jelas kadang tidak.
"Apa mau itu," rengek Leon menunjuk roti bakar Alana. Leon memanggil Bara dengan sebutan Apa. Bocah itu tak fasih mengucapkan papa.
"Adek Leon mau?" Tawar Alana tersenyum manis.
Zico dan Dian terharu melihat kedewasaan Alana. Anak itu sudah siap menjadi seorang kakak.
"Mau kak," ucap Leon ngiler.
"Mami bikinkan dong adek Leon roti bakarnya." Titah Alana dengan gaya arogan.
Gubrak.....
Dian memukul kepalanya. Tak jadi terharu, Alana malah meminta ia membuatkan roti bakar untuk Leon.
"Capek mami Diannya nak. Bukannya tadi sudah makan roti." Bara mengingatkan Leon. Tadi Rere sudah menyuapinya makan.
"Biarin aja bos. Aku ambil dulu. Aku tadi buat lebih. Soalnya Leon suka apa yang dimakan oleh Alana." Dian beranjak ke dapur lalu mengambil roti bakar yang telah ia sediakan untuk Leon.
"Ini buat Leon." Dian meletakkan roti di atas meja.
"Mami suapin," cebik Leon manja.
Bocah itu belum bisa makan sendiri. Jika makan masih disuapi Bara atau mommynya.
"Biar Apa saja yang suapi Leon." Bara menawarkan diri.
"Tidak mau." Leon menolak dengan keras.
"Biar aku saja yang suapi bos." Dian mengelus kepala Leon lalu menyuapi bocah itu makan.
"Leon." Bara geleng-geleng kepala.
"Jika kamu bertingkah kayak gini nanti orang ngira kamu enggak dikasih makan sama mommy."
"Rumput tetangga lebih hijau bos."
Zico tak dapat menahan tawanya ketika Bara kesal dengan sikap Leon. Setiap pagi harus sarapan di rumah mereka. Dulu mereka sarapan bersama ketika Herman belum berkeluarga. Semenjak Herman menikah lagi dan memiliki cucu yang bernama Leon mereka sarapan di rumah masing-masing. Rumah mereka tetap link.