Jodoh Tak Pernah Salah

16. MALAM PERTAMA DIAN DAN ZICO ( 1 )



16. MALAM PERTAMA DIAN DAN ZICO ( 1 )

Setelah pesta pernikahan mereka usai. Dian dan Zico menuju kamar mereka. Suasana resort yang mereka sewa sangat romantis dan dingin, suasana yang sangat mendukung untuk pengantin baru. Dian membersihkan sisa make up di wajahnya dan melepaskan satu persatu aksesoris di rambut dan baju pengantinnya. Dian duduk di depan meja rias. Ia agak kesulitan melepaskan aksesoris dirambutnya. Dengan sigap Zico membantu Dian melepaskan aksesoris dirambutnya. Tak hanya itu, Zico merapikan rambut Dian lalu menyisir rambut sang istri. Perempuan mana tidak meleleh jika sang suami mau menyisir rambutnya.     

Zico juga melepaskan resleting gaun Dian. Zico tahu Dian kesulitan membuka resleting gaunnya karena berada di belakang. Zico menelan ludah ketika melihat punggung mulus Dian. Tanpa permisi ia mengelus punggungnya.     

"Zi, aku ingin mandi," ucap Dian bangkit dari tempat duduknya lalu berlari menuju kamar mandi. Sebenarnya Dian belum ingin mandi, cuma mendadak canggung dan gugup berduaan dengan Zico. Meski mereka sudah resmi sebagai suami istri, namun tetap saja rasa canggung itu ada.     

Dian menetralkan jantungnya di kamar mandi. Zico berhasil membuatnya jantungan. Dian menyandarkan tubuhnya di dinding kamar mandi. Masih tak percaya jika sekarang sudah berstatus istri Arzico Aditia, seorang pebisnis muda yang sukses. Dian mengambil napas dan membuangnya. Berusaha mengatur napasnya yang mulai tak beraturan akibat perbuatan Zico. Elusan di punggungnya membuat tubuh Dian meremang. Dian merasa dialiri oleh sengatan listrik. Ia merasa gerah dan kepanasan menerima sentuhan Zico.     

Dian mandi dibawah guyuran shower. Tubuh Dian lengket karena seharian belum mandi. Cuaca cukup terik ketika pesta berlangsung. Mengusung tema garden part pelaminan mereka berdiri megah di tengah taman.     

Dian keluar dari kamar mandi. Ternyata Zico sudah menunggunya di depan pintu. Dian memberikan handuk pada suaminya.     

"Kamu pasti gerah. Mandi sana biar enak badannya."     

"Kamu udah ambil wudhu?"     

"Kenapa?"     

"Kita sholat sunah pengantin dulu. Tadi Bara mengajarkannya padaku."     

"Apa Bara mengajari kamu?" Dian cukup tercengang mendengar penuturan suaminya. Apakah ingatan Bara sudah pulih?     

"Iya dia yang mengajari."     

"Jangan-jangan Bara sudah ingat dengan masa lalunya?" Dian merenung.     

"Sepertinya tidak Di. Tadi dia bilang hanya ingat ritual pernikahannya dulu, tapi dia tidak ingat dengan wajah istrinya. Samar-samar dia merasa dejavu ketika melihat kita akad nikah tadi."     

"Ya udah kamu mandi dulu, nanti kita bicara."     

"Baiklah istriku." Zico menyentuh dagu Dian lalu masuk ke dalam kamar mandi.     

Dian mengambil pakaiannya dalam lemari. Ia memakai satu stel piyama bergambar pisang. Ia juga menyiapkan pakaian untuk Zico. Piyama yang sama dengannya. Tiga puluh menit mandi Zico keluar dari kamar mandi. Pria itu melangkahkan kaki menuju ranjang. Zico tersenyum melihat Dian menyiapkan pakaiannya. Tanpa perlu diminta Dian sudah tahu kewajibannya. Tanpa rasa malu Zico melepaskan handuknya di depan Dian. Wanita itu sempat memerah melihat suaminya melepaskan handuk yang melilit tubuhnya. Masih terasa canggung dan malu.     

"Sudah ambil wudhu Di?" Tanya Zico ketika telah selesai mengenakan pakaiannya.     

"Belum."     

"Ambil wudhu sana, kita sholat sunat pengantin dulu," titah Zico pada sang istri.     

Dian mematuhi perintah suaminya. Ia langkahkan kaki ke kamar mandi lalu mengambil wudhu. Keluar dari kamar mandi sajadah dan mukena telah terbentang. Tanpa dikomando Dian menggunakan mukenanya. Zico menjadi imam. Dian menangis haru karena Zico lancar membaca bacaan sholat. Tak pernah menyangka berada di titik ini bersama pria yang telah memberikan masa lalu yang kelam padanya.     

Selesai melaksanakan sholat. Mereka berdoa pada Allah. Semoga rumah tangga mereka diberikan ketentraman, hidup rukun dan dijauhi dari hal-hal buruk. Keduanya juga memohon ampun seraya menangis karena telah berbuat khilaf. Dian mencium tangan Zico ketika mereka sudah selesai berdoa. Dian mencium tangan Zico penuh takzim. Pria itu membacakan doa pengantin baru lalu mengecup kening Dian.     

Ada kelegaan di hati Zico. Dian terasa meneduhkan daripada Angel. Bukan bermaksud membandingkan Angel dan Dian, namun aura bersama Dian lebih positif daripada bersama Angel. Saat berumah tangga dengan Angel mereka sama-sama jauh dari agama. Hanya memikirkan duniawi dan sering terlibat pertengkaran. Kala itu Lona terlalu ikut campur dalam rumah tangga mereka.     

Dian melepaskan mukena dan melipatnya. Ia juga merapikan sajadah dan kain sarung yang Zico kenakan.     

"Cerita apa aja tadi sama Bara?" Dian tak sabar mewawancarai suaminya.     

"Dia kasih wejangan sebagai suami. Meski Bara hilang ingatan, tapi dia enggak lupa lo peran dia sebagai suami, apa yang telah dia lakukan sama Dila dulu. Cuma anehnya dia, kenapa enggak ingat sama Dila dan wajahnya." Zico duduk berbaring di ranjang.     

Dian ikut duduk di sebelah Zico. "Aku juga heran sih Zi. Kenapa dia lupa sama Dila. Apa dia terlalu sakit karena ditinggalkan Dila sehingga dia lupa segalanya?"     

"Bisa jadi kayak gitu."     

"Aku yakin jika Dila pergi meninggalkan Bara bukan karena kemauannya. Pasti ada paksaan dari Pak Defri atau Iqbal. Mereka pasti menggunakan kartu truf Bara untuk membungkam Dila."     

"Sepertinya begitu Di." Zico merapatkan tubuhnya pada Dian lalu menyandarkan kepala Dian sang istri di pundaknya.     

"Kamu tahu gak Di selama kamu di Singapura dimata-matai G?"     

Dian mendongak, "Enggak tahu," jawab Dian kaget.     

"Dia masih belum move on dari kamu. Cinta mati kayaknya."     

"Masa bodoh dia cinta mati."     

"Tanpa kamu sadari aku meminta anak buahku menjaga kamu dari jauh. Aku takut G nekat menculik kamu. Dia itu psikopat. Tak akan pernah berhenti sebelum apa yang dia inginkan tercapai. Aku udah lama musuhan sama dia. Kalo saingan sama dia enggak sehat. Dia sangat licik dan menghalalkan segala macam cara."     

"Zi, ini malam pertama kita. Ngapain bahas sampah kayak dia sih?" Dian merajuk tak suka dengan topik yang dibahas Zico.     

"Yakin ini malam pertama Di?" Zico mencandai istrinya.     

"Anggap aja malam pertama setelah kita nikah."     

"Makasih ya Di."     

"Makasih buat apa?" Dian bingung.     

"Makasih kamu udah membesarkan Alvin dengan baik, terima kasih telah memaafkan kebiadaban aku di masa lalu, terima kasih telah menerima aku sebagai suami kamu. Terima kasih telah memberikan cinta untukku. Tak ada yang lebih membahagiakan buat aku selain diterima kamu. Aku cinta sama kamu Di. Semoga cinta kita abadi dan hanya dipisahkan oleh kematian. Kita bisa saling melengkapi kekurangan masing-masing."     

"Sama-sama Zi. Maaf jika aku telah menyakiti kamu hingga kamu harus mengalami penderitaan dan koma selama tiga bulan."     

"Itu belum seberapa dengan penderitaan yang telah aku berikan buat kamu. Di, kamu wanita paling kuat yang pernah aku temui. Aku bangga menjadi suamimu." Zico mengecup kedua tangan Dian.     

"Jangan berlebihan Zi. Waktulah yang telah mendewasakanku. Aku masih banyak kekurangan."     

"Bagiku kamu sempurna Di." Zico mengecup bibir Dian.     

Dengan mengucapkan doa, ia mulai menggerayangi Dian. Tak ada penolakan dan perlawanan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.